Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Melepas tanktop

Kamar Mandi Kontrakan

Karina & Nadine

“Din…”

Suara Karina dari balik pintu. Pelan, menggoda.

“Lo udah mandi belum?”

Nadine membuka pintu kamar mandi sedikit. Rambutnya masih kusut, handuk melilit dada.

“Kenapa?”

Karina menyorongkan wajah.

“Airnya dikit. Biar hemat, mandi bareng aja.”

Nadine tidak menjawab. Tapi juga tidak menutup pintu.

Karina masuk pelan. Melepas tanktop, lalu celana dalam. Tubuhnya berkeringat dan belum sempat mandi sejak semalam. Tapi sinar matanya tidak lelah—justru menyala.

Shower dinyalakan. Air dingin.

Karina berdiri di belakang Nadine. Mereka tak saling bicara.

Karina menuang sabun ke tangannya. Lalu dengan gerakan lambat, menyentuhkan ke punggung Nadine.

Gerakannya bukan profesional. Tapi intim. Pelan.

Jari-jarinya turun, menyusuri tulang belakang, lalu ke pinggul.

Nadine tetap diam.

Karina mendekat. Bibirnya nyaris menyentuh pundak Nadine.

Air mengalir dari rambut keduanya.

“Kalau lo gak suka, bilang,” bisik Karina.

Nadine memejamkan mata. Tapi tidak bilang apa-apa.

Karina mencium bahunya. Perlahan.

Tubuh mereka mendekat, saling menempel, hingga dada Karina bersandar di punggung Nadine. Lalu tangan yang satu lagi… naik ke arah dada Nadine, berhenti di sana.

Sunyi.

Tapi basah. Tapi hangat. Tapi menggoda.

---

️ Kamar Leo

Rafael & Leo

Malamnya, Rafael tidak ingin bercinta.

Tapi dia tetap masuk kamar Leo. Tetap naik ke ranjang. Tetap menyelipkan dirinya ke balik selimut.

Leo sudah hampir tertidur. Tapi Rafael membelai rambutnya pelan.

“Gue gak mau apa-apa malam ini, Le.”

Leo hanya mengangguk. Lalu membalikkan badan, menghadap Rafael.

Wajah mereka dekat. Napas hangat bertabrakan.

Rafael memeluk leher Leo. Pelan.

Ciuman pertama mereka malam itu… bukan nafsu, tapi rasa butuh.

Mulut mereka bertemu. Lidah Rafael menyentuh pelan, tidak menyerang.

Ciuman itu dalam, tapi sunyi.

Pelan. Menyelam.

Bibir Leo sedikit gemetar saat Rafael isap lembut sisi lehernya, meninggalkan jejak yang tidak akan cepat hilang.

Mereka tidak telanjang. Tapi tubuh mereka menempel. Dan cinta itu terasa… tanpa harus ditunjukkan.

---

Ponsel Leo Berbunyi

Pesan masuk dari klien lama:

> “Tawaran baru. Live show untuk pasangan cowok. Bayarannya tinggi. Tapi harus brutal. Full submission. Minat?”

Leo membaca.

Rafael menatap layar.

Hening.

Leo bertanya pelan:

“Kalau kita lakuin… lo masih tetap sayang gue?”

Rafael menjawab, “Gue sayang lo, Le. Tapi dunia nggak nanya itu. Dunia cuma nanya: berapa harga lo.”

---

> Dan malam itu, semua saling menyentuh.

Tapi gak ada yang benar-benar tahu siapa yang disentuh karena cinta,

dan siapa yang disentuh karena kehilangan.

Nadine & Karina Makin Dekat – Tubuh yang Tak Lagi Saling Membenci

Setelah mandi malam itu, Nadine dan Karina tidak langsung berpakaian.

Mereka duduk berdua di kamar Karina. Handuk hanya sekadar menutupi bagian depan tubuh.

“Lo tahu gak,” kata Karina sambil mengeringkan rambut Nadine pelan.

“Dulu gue kira kita berdua bakal jadi musuh, saling rebutin Rafael.”

Nadine tertawa kecil.

“Tapi ternyata yang dia peluk… malah Leo.”

Sunyi.

Karina memeluk bahu Nadine dari belakang.

“Mungkin... tubuh kita luka, Din. Tapi luka yang sama kadang bisa saling hangat.”

Nadine tidak menolak.

Dia menyandarkan kepalanya di dada Karina. Tangannya naik, menyentuh lengan Karina pelan.

Malam itu, mereka tidak bercinta.

Tapi tidur saling memeluk. Dengan jari yang saling menyapu pelan. Dengan napas yang tak berani kencang. Dengan rasa yang tidak ingin terburu-buru dinamai.

> Untuk pertama kalinya, dua perempuan yang pernah saling benci… merasa nyaman di pelukan satu sama lain.

Leo & Rafael Setuju Perform – Tapi dengan Syarat Cinta

Leo memandangi pesan dari klien itu berkali-kali.

Bayarannya besar. Tapi permintaannya brutal:

Diikat

Dicambuk ringan

Didominasi satu sama lain

Disiarkan langsung via platform pribadi

Rafael diam.

Tapi akhirnya buka suara:

“Kalau lo masih sayang gue setelah show itu, kita lakuin.”

Leo mengangguk.

“Kita tentuin aturan. Yang disentuh cuma kita berdua. Gak boleh ada tamu. Gak boleh ada alat asing. Gak boleh ada penetrasi kasar. Dan kalau salah satu bilang stop—berhenti.”

Rafael setuju.

> Mereka bukan sekadar menjual tubuh lagi. Tapi sedang mempertaruhkan cinta di atas panggung dunia yang penuh uang dan penilaian.

Klien Itu: Bapak Angkat Rafael Sendiri

Keesokan paginya, Rafael iseng mengecek nomor pengirim via aplikasi reverse lookup.

Namanya muncul:

“Bayu H.”

Jantung Rafael berhenti sesaat.

Nama itu... bukan nama asing.

Bayu adalah bapak angkat yang dulu menampung Rafael ketika dia kabur dari rumah usia 15.

Yang memberinya tempat tinggal… dan kemudian… menyentuhnya lebih dulu.

Dunia Rafael seperti runtuh lagi.

Dia tidak bilang apa-apa ke Leo.

Tapi sorot matanya kosong sepanjang hari.

Dia tahu: show itu… bukan sekadar kerja. Tapi pertemuan dengan hantu masa lalu.

Tubuh yang Belum Sembuh, Luka yang Datang Lagi

---

Malam itu, Rafael berdiri sendiri di depan jendela.

Dingin. Bukan dari angin, tapi dari ingatan.

Leo sudah tidur, mengerucut di balik selimut seperti anak kecil yang tak ingin dunia mengganggunya.

Tapi Rafael terjaga. Matanya menatap ponsel yang gemetar di tangannya.

> Bayu H.

Nama yang dulu berarti “selamat datang.”

Sekarang cuma berarti satu hal: “lo gak akan pernah sembuh.”

---

️ Flashback: Tahun Ketiga Rafael di jalanan

Usia 15.

Badan kurus. Kaki lecet. Lidah pahit karena belum makan dua hari.

Dan Bayu datang dengan mobil sedan hitam. Membawa baju hangat dan nasi padang dua bungkus.

“Lo bisa tinggal di rumah gue. Gak usah bayar apa-apa. Gue cuma minta lo bersih, sopan, dan... jujur.”

Rafael mengangguk.

Dia tidur di kasur empuk malam itu.

Tapi dua minggu kemudian, Bayu menyelinap ke kamarnya.

Mengusap rambutnya.

Lalu membuka selimut.

Lalu berbisik: “Ini bukan maksa. Ini bentuk sayang.”

Dan Rafael tidak melawan.

Karena ketika dunia cuma kasih kelaparan dan tamparan... sentuhan, walau menyakitkan, tetap terasa lebih hangat.

---

️ Kembali ke Malam Ini

Rafael duduk di lantai. Bersandar ke dinding.

Ponselnya menyala, menampilkan detail kontrak “Live Show” itu.

> “Live hanya untuk satu penonton. Pria. Usia 48. Bernama Bayu H.”

Tangannya gemetar. Nafasnya sesak. Tapi bukan karena takut.

Karena untuk pertama kalinya sejak bertemu Leo... dia merasa kotor lagi.

---

Leo terbangun.

Setengah sadar, melihat Rafael terduduk di lantai.

“Fael... kenapa?”

Rafael tak menjawab.

Hanya mendongak. Menatap Leo dengan mata yang merah.

“Lo tahu gak…” katanya pelan.

“Orang pertama yang ngajarin gue cara ‘bikin enak’...

...akan jadi penonton kita besok malam.”

Leo diam.

Duduk di sebelah Rafael. Menyentuh tangan cowok itu.

Rafael menoleh.

“Lo masih mau cium gue... kalau tau bibir ini pertama kali diajarin ciuman sama lelaki itu?”

Leo mengangguk.

Lalu mencium Rafael. Lama.

Tak bicara. Tapi bibirnya bilang: gue tetap di sini.

---

> Tapi Rafael tahu...

Pelukan Leo gak akan bisa menghapus semua sentuhan lama.

Hanya menunda retaknya.

Dan show itu...

akan jadi tempat luka lama dan cinta baru bertemu.

---

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel