Bab 6. Menjelang Pernikahan Qi Lin
"Aduh mengapa Raja Watanabe sekejam itu menghukum permaisuri nya sendiri"
Rupanya Watanabe tau juga kalau permaisuri Raja yang merencanakan untuk memfitnah calon selir Qi Lin.
Ang Lin pun sang permaisuri ditahan dulu.
Adipati Unggara antara senang juga kasihan. Senang karena selama ini Ang Lin juga berbuat semena mena. Tak kurang dari puluhan dan ratusan orang yang berhasil dihukumnya atas bisikan dan bahkan perintahnya. Ang Lin sementara dihukum dibawah tanah. Menunggu hukuman pancung. Sebetulnya Watanabe juga tidak sampai hati. Tapi apa boleh buat untuk menaikkan kembali pengaruhnya. Karena selama ini juga kadang Ang Lin juga semena mena terhadapnya. Sebenarnya dia hanya ingin membuat efek jera. Namun bukan Ang Lin kalau tidak banyak akal. Ia dari balik penjara bawah tanah juga bisa membuat siasat bahkan memerintahkan Ang Mei. Dayang dayang kepercayaannya.
Ia juga menyamar menjadi seorang pengawal dan penjaga penjara. Dengan jubah curiannya.
Ia berhasil masuk ke bawah tanah.
"Bagus ... kamu sangat cerdik Ang Mei"
"Gimana cara mengeluarkan engkau wahai sang permaisuri?"
"Kamu harus mengambil kunci itu di Adipati Unggara, buat dia tertidur atau mabuk. Lakukan pada malam hari, beri dia minuman yang paling keras"
"Baik, aku akan melakukannya malam ini"
"Bagus"
***
Sementara itu di kerajaan sebelah.
"Belum!" teriak anak itu. Dengan sikap seakan menendang lantai dan dirinya, ia melompat tinggi-tinggi, sampai melewati bahu Hyogo. Hyogo menjulurkan tangan kirinya dan mendorong sedikit kaki anak itu ke atas. Ushinosuke berjungkir-balik dan mendarat di belakang Hyogo. Dalam sekejap ia tegak kembali dan berlari untuk memegang kembali pedangnya.
"Cukup," kata Hyogo.
"Ah, sekali lagi!"
Ushinosuke mencekal pedangnya, mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala dengan kedua belah tangan, dan menyerbu ke arah Hyogo seperti burung elang. Tapi senjata Hyogo yang diarahkan langsung kepadanya menghentikan gerakan itu. Ia melihat pandangan mata Hyogo, dan air matanya berlinang.
"Anak ini punya semangat," pikir Hyogo, namun ia berpura-pura marah. "Kau curang!" teriaknya. "Kau lompat di atas bahuku." Ushinosuke tak dapat menjawab.
"Kau tidak tahu kedudukanmu; dan lancang terhadap atasan! Duduk di sana!" Anak itu berlutut dengan tangan ke depan, dan membungkuk meminta maaf. Hyogo mendekatinya, menjatuhkan pedang kayu itu, dan menarik pedangnya sendiri. "Kubunuh kau sekarang! Jangan menjerit."
"B-b-bunuh saya?"
"Julurkan lehermu! Buat seorang samurai, tak ada yang lebih penting daripada patuh kepada aturan sopan santun. Biarpun kau cuma anak tani, perbuatanmu itu tak dapat diampuni."
"Bapak mau bunuh saya cuma karena perbuatan kasar?"
"Betul."
Ushinosuke menengadah sebentar kepada samurai itu dengan mata pasrah, kemudian mengangkat kedua tangan ke arah kampungnya, katanya, "Ibu, aku akan jadi bagian dari tanah di benteng ini. Aku tahu, Ibu akan sedih. Maafkan aku karena tidak menjadi anak yang baik." Kemudian dengan patuh ia menjulurkan lehernya.
Hyogo tertawa dan memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarungnya. Sambil menepuk-nepuk punggung Ushinosuke, katanya, "Kau tidak betul-betul berpikir aku akan membunuh anak macam kau, kan?"
"Jadi, Bapak tidak sungguh-sungguh?"
"Tidak."
"Bapak bilang, sopan santun itu penting. Jadi, apa bisa dibenarkan kalau seorang samurai bercanda macam itu?"
"Ini bukan lelucon. Kalau kau mau berlatih jadi samurai, aku mesti tahu orang macam apa kau itu."
"Tadi saya pikir Bapak sungguh-sungguh," kata Ushinosuke. Napasnya kembali normal.
"Kaubilang belum pernah dapat pelajaran," kata Hyogo. "Tapi waktu kudesak kau ke tepi ruangan, kau lompat ke atas bahuku. Tidak banyak murid dapat berbuat begitu, biarpun sudah dapat latihan tiga-empat tahun."
"Tapi saya memang belum pernah belajar pada orang lain."
"Tak perlu dirahasiakan. Kau pasti punya guru yang baik. Siapa dia?"
Anak itu berpikir sebentar, kemudian katanya, "Oh, ya, sekarang saya ingat, bagaimana saya belajar lompat."
"Siapa yang mengajar?"
"Bukan manusia yang mengajar."
"Peri air barangkali?"
"Bukan, biji rami."
"Apa?"
"Biji rami."
"Mana mungkin kau belajar dari biji rami?"
"Begini, di pegunungan itu ada beberapa petarung-orang-orang yang dapat menghilang dari depan mata kita. Saya melihat latihan mereka beberapa kali."
"Maksudmu ninja, ya? Tentunya kelompok Iga yang kaulihat itu. Tapi apa hubungannya dengan biji rami?"
"Begini. Sesudah rami itu ditanam pada musim semi, tak lama kemudian tumbuh kecambahnya."
"Lalu?"
"Saya lompati pokok itu. Tiap hari saya latihan melompat ke sana kemari. Kalau udara lebih panas, kecambah itu tumbuh cepat—bukan main cepatnya—jadi, dari hari ke hari saya lompat lebih tinggi lagi."
"Oh, begitu."
"Saya lakukan itu tahun lalu dan tahun sebelumnya. Dari musim semi sampai musim gugur."
Pada waktu itu Sukekuro masuk dojo, katanya, "Hyogo, ini ada surat lagi dari Edo."
Hyogo membacanya, lalu katanya, "Otsu belum jauh, kan?"
"Tak lebih dari delapan kilometer, barangkali. Apa yang terjadi?"
"Ya. Takuan bilang, pengangkatan Musashi dibatalkan. Mereka rupanya sangsi akan wataknya. Kupikir, kita tak boleh membiarkan Otsu terus pergi ke Edo tanpa memberitahu dia."
"Saya akan pergi!"
"Tidak, biar aku yang pergi."
Sambil mengangguk pada Ushinosuke, Hyogo meninggalkan dojo dan langsung pergi ke kandang.
Setengah perjalanan menuju Uji, ia mulai berpikir. Biarpun Musashi tak jadi diangkat, buat Otsu akan sama saja; yang diminati Otsu orangnya, bukan statusnya. Sekalipun Hyogo misalnya berhasil meyakinkannya untuk tinggal sedikit lebih lama di Koyagyu, Otsu pasti akan pergi terus ke Edo. Jadi, buat apa menghalangi perjalanannya dengan menyampaikan berita buruk itu?
***
Malampun tiba, Ang Mei memberi minuman yang memabukkan pada Adipati Unggara dan sang Raja juga ikut meminumnya. Bahkan Ang Mei dan dayang dayang lain sengaja merayu raja dan menggoda dengan para dayang dayang sexy dengan tarian erotis. Setelah mereka mabuk, sang permaisuri akhirnya bisa di bebaskan oleh Ang Mei.
Namun hal itu diketahui Qi Lin. Melalui ayahnya. Ayahnya juga merupakan penasehat raja Watanabe. Melalui ayahnya ia memberi tahu bahwa ada rencana dayang dayang untuk membebaskan sang permaisuri. Maka Hyuga, ayahnya Qi Lin melakukan siasat. Ditukarnya minuman yang memabukkan itu. Dan menyuruh Adipati Unggara dan sang Raja berpura pura mabuk.
Lalu dalam waktu yang tepat, ketika Ang Mei tengah membebaskan Ang Lin maka ditutup pintu penjara itu.
Didorongnya Ang Mei
"Hei kamu masuk sekalian dan membusuk dipenjara"
Lalu Watanabepun datang.
"Raja ..."
"Hahaha... kamu pikir aku sebodoh itu kamu rencanakan perangkap minuman itu"
Qi Lin tidak hadir. Agar dia tidak disangkakan.
Dan ia tetap merahasiakan pada Watanabe kalau sebenarnya ia adalah putri dari Hyuga.
Ang Lin dan Ang Mei di penjara. Namun Watanabe masih harus mengetahui siapa pembelot di kerajaannya. Jadi dia memberi kesempatan Ang Lin dan Ang Mei di penjara.
Pernikahan pun dilakukan.
