Rahasia di Balik Peta Utara
Kehangatan malam sebelumnya telah digantikan oleh suasana tegang dan mendesak. Kaisar Wang berdiri di depan peta besar kekaisaran, jarinya menunjuk ke wilayah bergunung di perbatasan Utara, dekat tempat Yuerong dibesarkan.
“Duduklah, Yuerong,” perintah Kaisar, suaranya tajam dan penuh kekhawatiran.
Di atas meja, terhampar gulungan laporan resmi yang disegel dengan lilin merah.
“Ini dari Jenderal Tua Han,” jelas Kaisar. “Dia melaporkan bahwa Suku Xiongnu di Utara telah melanggar perjanjian damai. Mereka menyerang pos terdepan di Lembah Angin, menculik beberapa penduduk desa.”
Kaisar Wang mendesah frustrasi. “Jenderal Han meminta pasukan tambahan. Tapi kita baru saja menghukum Klan Zhou; kas negara masih perlu dipulihkan. Jika aku mengirim pasukan sekarang, kita berisiko pada krisis pangan dan keuangan di musim dingin.”
Yuerong mendekati peta. Matanya menjelajahi topografi wilayah itu dengan kecepatan yang menakutkan. Ia tahu setiap lembah, setiap jalur gunung tersembunyi.
“Yang Mulia, Hamba percaya Jenderal Han melebih-lebihkan,” ujar Yuerong, tanpa melihat laporan.
Kaisar terkejut. “Mengapa kau berpikir begitu? Jenderal Han adalah orang tua yang jujur.”
“Jenderal Han jujur, ya,” balas Yuerong, menunjuk ke titik di peta. “Tetapi ia tidak pandai dalam strategi gerilya di Lembah Angin. Sebagian besar pasukannya terbiasa dengan pertempuran darat terbuka. Wilayah ini… adalah wilayah yang Hamba kenal. Suku Xiongnu tidak bodoh; mereka tahu Istana sedang lemah. Mereka tidak akan memulai invasi besar, mereka hanya akan memprovokasi.”
Yuerong menggeser jarinya dari Lembah Angin ke jalur sempit yang tersembunyi di pegunungan.
“Mereka ingin kita mengirim pasukan ke lembah itu, Yang Mulia. Mereka akan menyergap pasukan kita dalam perjalanan. Mereka ingin kita kehabisan sumber daya, sehingga saat musim dingin tiba, mereka bisa bergerak bebas ke selatan.”
Kaisar Wang terdiam, matanya meneliti Yuerong. Ia selalu kagum pada naluri strategis wanita ini.
“Lalu apa saranmu, Selir Kesayangan?”
Yuerong menoleh ke Kaisar, dan matanya memancarkan tekad. “Jangan kirim pasukan. Kirim informasi.”
Ia membuka buku tebal yang disamarkan sebagai catatan sejarah, dan di dalamnya, tersembunyi sebuah cincin giok putih berukir awan, yang tampak sederhana.
“Yang Mulia ingat cincin ini? Cincin yang hamba berikan pada malam pertama hamba tiba di Istana?”
Kaisar mengangguk. “Giok yang sangat dingin. Kau bilang itu adalah jimat keberuntungan.”
“Bukan hanya jimat, Yang Mulia. Itu adalah kunci,” bisik Yuerong. “Cincin ini berasal dari Klan Penjaga Langit, sebuah klan kuno di pegunungan Utara yang sumpah setianya adalah menjaga perbatasan, bukan kepada Istana, melainkan kepada Kaisar yang sah. Mereka bekerja secara rahasia, dan mereka tidak meminta upah.”
“Klan Penjaga Langit?” Kaisar mengerutkan kening. “Aku tidak pernah mendengar nama itu dalam catatan resmi.”
“Itu karena mereka tidak ingin didengar, Yang Mulia. Ayah hamba adalah salah satu tetua di sana sebelum ia meninggal. Hamba besar di sana sebelum dikirim ke biara. Mereka adalah mata sejati di Utara.”
Kepercayaan dan Pengakuan Penuh
Yuerong menjelaskan rencananya: alih-alih mengirim pasukan mahal, mereka harus mengirim kurir rahasia dengan cincin giok itu ke pemimpin Klan Penjaga Langit. Klan itu akan mengumpulkan informasi intelijen dan melumpuhkan pergerakan Xiongnu dari dalam, menggunakan taktik yang tidak akan pernah bisa ditiru oleh Jenderal Han.
Saat Yuerong berbicara, Kaisar Wang mendekat, mendengarkan setiap kata bukan lagi sebagai seorang penguasa, melainkan sebagai seorang murid. Ini adalah pertama kalinya Yuerong membuka sedikit tirai tentang asal-usulnya yang tersembunyi.
“Jadi, kau tidak datang dari biara biasa,” ujar Kaisar, nadanya bercampur rasa penasaran dan pemahaman. “Kau datang dari organisasi yang menjaga kekaisaran dalam bayangan.”
“Ya, Yang Mulia. Dan itu sebabnya hamba membutuhkan perlindungan paling kuat: Gelar Selir Kesayangan,” kata Yuerong. “Jika hamba hanya Selir biasa, hamba akan menjadi target yang mudah. Dengan anugerah Yang Mulia, hamba memiliki kekebalan untuk bergerak, mengamati, dan bertindak.”
Kaisar Wang meraih tangan Yuerong, matanya dipenuhi gairah dan rasa hormat. Hubungan mereka memang lebih dari sekadar cinta. Itu adalah kesepakatan strategis yang didasari oleh rasa percaya yang mutlak.
“Aku selalu tahu kau memiliki rahasia yang lebih besar dari Istana ini,” bisik Kaisar, mencium cincin giok yang ada di tangan Yuerong. “Dan aku akan menjamin keselamatanmu. Siapa pun yang mencoba menyentuh Selir Kesayanganku akan berhadapan dengan murka Naga.”
Kaisar Wang memerintahkan Kepala Kasimnya untuk menyiapkan kurir terpercaya secepat mungkin. Beban di bahunya terasa terangkat. Yuerong selalu menjadi solusi bagi masalah yang paling sulit.
Kehangatan yang Diperlukan
Setelah keputusan penting dibuat dan ancaman Utara diredakan sementara, suasana di Balai Studi kembali menjadi intim.
Kaisar Wang menarik Yuerong dari meja studi, memeluknya erat. “Aku butuh kau di sini. Jangan pergi, Yuerong.”
“Hamba tidak akan pergi, Yang Mulia,” jawab Yuerong, membiarkan dirinya menikmati kehangatan itu.
Kaisar menciumnya dalam-dalam, sebuah ciuman yang melepaskan semua ketegangan politik dan beban tugas. Di balik Tirai Jubah Naga, Yuerong melihat seorang pria yang merindukan kedamaian dan ketenangan.
Kaisar Wang menggendong Yuerong menuju pembaringannya, yang terbuat dari kayu cendana terbaik. Di tempat tidur sutra yang mewah, keintiman mereka adalah pelepasan. Bukan hanya gairah yang kuat, tapi juga pertukaran energi yang dibutuhkan oleh penguasa dan penasihatnya.
“Kau seperti air yang mendinginkan besi panas,” bisik Kaisar, menatap wajah Yuerong di bawah cahaya rembulan. “Kau membuatku jernih.”
“Dan Yang Mulia adalah bumi yang hamba pijak,” balas Yuerong. “Hamba tidak akan goyah selama Yang Mulia berdiri tegak.”
Mereka menghabiskan sisa malam dalam pelukan yang menenangkan. Di luar sana, konspirasi Istana mungkin sedang merencanakan kejatuhan mereka, dan di Utara, suku Xiongnu sedang menunggu. Tetapi di dalam Balai Studi, mereka berdua adalah satu kesatuan, tak terkalahkan.
Saat fajar menyingsing, Kaisar Wang bangun lebih dulu. Ia menatap Yuerong yang masih tertidur, lalu menyematkan jepit rambut emas berbentuk Phoenix kecil ke sanggulnya.
Itu adalah hadiah. Bukan hanya perhiasan, tapi simbol: Pengakuan bahwa ia adalah Setara, bukan Sekadar Selir.
***
Apa langkah balas dendam yang sedang disiapkan oleh Selir Agung Qin setelah penghinaan publiknya? Bagaimana pengiriman cincin giok itu akan memicu pertarungan baru di Istana? Dan apakah ada Selir lain yang mengetahui tentang identitas rahasia Yuerong sebagai anggota Klan Penjaga Langit?
