Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Di Balik Tirai Jubah Naga

Ketika Wen Yuerong memasuki Balai Studi pribadi Kaisar Wang, ketegangan politik dan intrik yang baru saja ia hadapi seolah lenyap. Udara di sini terasa hangat, diwarnai aroma sandalwood tua dan tinta kering.

Kaisar Wang, penguasa yang memegang nasib jutaan rakyat, berdiri di depan meja besar yang dipenuhi gulungan peta. Ia mengenakan jubah tidur sutra hitam, tanpa mahkota atau ornamen kekaisaran—hanya pakaian seorang pria yang lelah oleh takdir dan tanggung jawab.

“Yuerong,” panggil Kaisar, nadanya bukan perintah, melainkan kelegaan yang dalam.

Yuerong berlutut dengan anggun, tapi Kaisar segera memberi isyarat padanya untuk berdiri. Ia tidak suka Yuerong tunduk di dalam Balai Studi ini, tempat di mana mereka adalah pasangan, bukan penguasa dan abdi.

“Situasi Nyonya Mu sudah beres?” tanya Kaisar, sambil melipat salah satu gulungan peta.

“Sudah, Yang Mulia,” jawab Yuerong, mendekat. “Bubuk Datura di tehnya berasal dari persediaan Tabib Militer yang baru-baru ini dipasok oleh Klan Zhou. Nyonya Mu adalah pion yang lemah, dan serangan itu ditujukan kepada hamba, agar perhatian Yang Mulia teralih dari penyelidikan korupsi mereka di Utara.”

Kaisar Wang menatap tajam, matanya yang selama ini dikenal dingin kini dipenuhi kekaguman tak tersembunyi. “Aku bahkan tidak perlu memberitahumu. Kau sudah tahu langkah mereka sebelum mereka melakukannya.”

“Karena hamba sudah terlalu lama mempelajari cara kerja pikiran para pengecut, Yang Mulia,” bisik Yuerong, lalu ia tersenyum miring. “Mereka mengira kecantikan hamba adalah kelemahan, padahal itu hanya jubah luar dari pedang yang sesungguhnya.”

Kaisar Wang meraih tangan Yuerong, menariknya perlahan hingga tubuh mereka berdekatan. Keintiman di antara mereka bukanlah kehangatan yang lembut; itu adalah listrik yang kuat dan berbahaya, lahir dari kesamaan pikiran dan saling ketergantungan.

“Mereka menyebutmu ‘Selir Kesayangan’,” gumam Kaisar, matanya menjelajahi setiap inci wajah Yuerong. “Mereka tidak tahu bahwa kau adalah Ksatria Rahasia-ku. Kau adalah satu-satunya yang kulepas di tengah kegelapan tanpa rasa takut.”

Keintiman yang Menceritakan Rahasia

Kaisar Wang melepaskan jubah sutra yang dikenakan Yuerong, membiarkannya jatuh ke lantai seperti kelopak bunga layu. Di bawah cahaya rembulan yang masuk melalui jendela, kulit Yuerong tampak seputih giok yang dipahat.

Kaisar mengangkatnya ke pangkuannya, duduk di kursi besar berukir naga di depan meja studi. Di sekeliling mereka, gulungan peta dan buku-buku strategi militer berserakan, namun kini mereka menjadi latar belakang yang tidak penting.

Yuerong melingkarkan lengannya di leher Kaisar. Hanya di saat-saat seperti ini, Kaisar Wang membiarkan dirinya melepaskan beban yang ia pikul. Hanya di pelukan Yuerong ia bisa menjadi pria, bukan hanya penguasa.

“Aku lelah, Yuerong,” bisik Kaisar, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Yuerong yang wangi. Ia bukan mengeluh tentang perang, tapi tentang permainan politik yang tak berkesudahan di dalam Istana sendiri.

“Istirahatlah, Yang Mulia,” ujar Yuerong, mengusap punggung Kaisar dengan lembut. “Para Menteri sibuk merayakan keruntuhan Klan Zhou. Mereka tidak akan bergerak malam ini.”

“Klan Zhou,” desah Kaisar. “Jika kau tidak memberiku peta rute penyelundupan mereka bulan lalu, aku tidak akan pernah bisa mengumpulkan bukti yang cukup untuk menjatuhkan mereka secepat ini. Kau memberiku seluruh kekaisaran di telapak tanganmu.”

“Hamba tidak memberikan kekaisaran, Yang Mulia,” balas Yuerong, nada suaranya berubah serius, nyaris berbisik di telinga Kaisar. “Hamba hanya menunjukkan retakan di dindingnya.”

Kaisar Wang mendongak, matanya yang kelam bertemu dengan mata Yuerong. Ada kekaguman yang dalam, dan sedikit rasa takut.

“Siapa dirimu sebenarnya, Yuerong? Kau tahu lebih banyak tentang wilayah perbatasan Utara, strategi militer, dan intrik klan bangsawan, daripada Tabib atau Jenderal-ku. Kau datang dari tempat yang sederhana, namun memiliki mata seorang Phoenix yang melihat masa depan.”

Yuerong tersenyum. Senyum yang membuat hati Kaisar berdebar. Ia tahu, pertanyaan ini adalah ujian. Kaisar selalu mencurigai, tetapi juga sangat membutuhkan Yuerong.

“Hamba adalah milik Yang Mulia, itu yang utama,” jawabnya, mendekatkan bibirnya ke telinga Kaisar. “Sebelumnya, hamba adalah gadis yatim piatu yang dibesarkan di biara terpencil dekat perbatasan Utara. Di sana, para biarawati mengajarkan hamba untuk tidak hanya berdoa, tetapi untuk mengamati dan mendengar.”

Ia menarik diri sedikit, tatapan mereka kini intens.

“Hamba melihat bagaimana para Jenderal korup memanfaatkan rakyat. Hamba mendengar bagaimana Klan Zhou membeli kesetiaan dengan darah dan emas. Hamba datang ke Istana ini, bukan untuk menjadi Selir, melainkan untuk memberikan mata dan telinga hamba kepada satu-satunya orang yang berhak: Sang Kaisar.”

Kaisar memejamkan mata, merasakan kejujuran yang menenangkan dalam kata-kata Yuerong. Kejujuran yang ia temukan sangat jarang di Istana yang penuh kepalsuan.

“Aku percaya padamu,” bisik Kaisar Wang, membenamkan dirinya lebih dalam di kelembutan Yuerong. “Dan aku akan melindungimu. Selir Agung Qin, Selir Mu, dan semua klan yang berani menyentuhmu, akan merasakan murka Sang Naga.”

***

Keintiman mereka berlanjut, bukan hanya sekadar gairah, tetapi perpaduan kekuatan yang saling menguatkan. Di balik tirai jubah naga, di antara peta-peta wilayah yang diperebutkan, mereka berbagi lebih dari sekadar sentuhan; mereka berbagi kekuasaan dan rahasia yang bisa menggulingkan dinasti.

Saat suasana mulai mereda, Kaisar mencium dahi Yuerong dengan lembut.

“Hari Orang Tua,” Kaisar tiba-tiba bergumam. “Kau ingat hari itu, Yuerong?”

Yuerong mengangguk, sedikit terkejut. Hari Orang Tua adalah festival kekaisaran yang jarang Kaisar sebutkan.

“Di sanalah aku melihatmu pertama kali. Saat kau datang bersama rombongan dari perbatasan untuk memberikan persembahan. Kau tidak melihatku. Kau hanya melihat pilar batu di lapangan. Kau tampak… rapuh, tapi fokus.”

“Hamba tahu, Yang Mulia sedang mengawasi,” jawab Yuerong, tersenyum kecil. “Hamba tidak melihat pilar batu. Hamba sedang menghitung berapa banyak pasukan yang bisa disembunyikan di balik pilar-pilar itu jika ada serangan mendadak.”

Kaisar Wang tertawa. Tawa yang jarang sekali terdengar oleh siapa pun di Istana. “Itu sebabnya aku memilihmu. Kau adalah api yang membara di bawah lapisan es Istana ini.”

Kaisar Wang menyelimuti Yuerong dengan jubahnya yang besar. “Aku memiliki janji. Aku akan memberimu semua yang kau butuhkan. Bahkan jika itu berarti aku harus mengubah aturan Istana ini. Kau akan menjadi yang paling berharga.”

Yuerong menatap Kaisar dengan mata berkaca-kaca. Ia meraih salah satu tangan Kaisar yang besar dan kuat, lalu mencium punggung tangan itu dengan penuh hormat.

“Hamba tidak butuh perhiasan atau gelar, Yang Mulia,” bisiknya. “Hamba hanya butuh… kepercayaan. Dan hamba butuh, Yang Mulia, untuk selalu ingat bahwa di luar semua intrik Istana ini, ada rakyat yang Yang Mulia harus lindungi.”

Kaisar mengangguk, menyatukan kening mereka. Dalam keheningan malam itu, di Balai Studi yang penuh rahasia, Selir Kesayangan dan Kaisar Wang telah memperkuat sumpah mereka. Sumpah yang terbuat dari strategi, kekaguman, dan gairah, bukan hanya cinta yang buta.

Janji itu adalah mata uang paling berharga di Istana Kemegahan Abadi. Dan mereka berdua tahu, banyak yang akan mencoba mencuri atau menghancurkannya.

Apa sebenarnya yang dilihat dan didengar Yuerong di biara terpencil itu, yang membuatnya begitu berharga bagi Kaisar? Bagaimana cara Yuerong akan menggunakan kepercayaan Kaisar untuk menjatuhkan Selir Agung Qin yang jelas-jelas cemburu, dan apa peran festival 'Hari Orang Tua' yang disebut Kaisar dalam kisah cinta dan kekuasaan mereka?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel