Bab 6 hama
Hama kehidupan adalah
Manusia yang sering mengganggu
Tanpa ada rasa bersalah
~andira~
----------
Andira mendesah panjang ketika memikirkan tentang kasus yang ia dapatkan tadi di sekolah dan kini di tambah lagi kini hidupnya sudah tidak aman karena adipra sudah mengetahui keberadaannya
Semua rencana yang sudah ia susun kurang lebih 5 bulan terakhir dan berharap akan berhasil ternyata kandas dan hilang begitu saja, bisakah andira hidup dengan tenang? Apakah ia hidup tenang nanti di akhirat kelak? Ini tidak adil!
Di tambah lagi kini dia sudah mendapatkan surat skors dari kepala sekolah sendiri, bisa bisa nanti beasiswanya di cabut dan andira harus bersusah payah mencari upah lagi untuk melanjutkan sekolahnya.
Dasar adipra hama kehidupan!
Dan apakah dia akan di benci satu sekolah? Karena sudah berani ingin membunuh seseorang? Oh astaga andira kehidupan mu ini sungguh begitu rumit.
Andira berdiri dari sofa menuju kamarnya, memilih belajar meski tidak masuk sekolah besok andira harus tetap belajar untung menggapai masa depan dan impiannya.
Andira masuk ke dalam kamarnya lalu berjalan menuju meja belajar untuk mengambil tas sekolah.
Tapi!
"tas gue kemana?" tanya andira kepada dirinya sendiri.
"nggak mungkin ketinggalan di sekolah!"
Andira berusaha berfikir keras, kembali mengingat tempat tempat yang ia kunjungi hari ini.
Sekolah
Kantin? Nggak mungkin, andira tidak suka keramaian!
Super market? Hari ini jadwalnya buat libur, syukur deh.
Panti asuhan? Belum, andira belum kesana dari kemarin.
Lalu dimana? Ayo andira berpikir
RUMAH ARKANA!
"shit! Goblok" umpat andira
Astaga, padahal andira sudah tidak mau lagi berurusan dengan manusia seperti itu lagi, tapi sekarang malah lebih ribet!
Ransel sialan!
Lalu gimana nih? Masa iya dia di rumah saja tanpa belajar, semua buku paketnya ada di dalam tas itu dan mungkin semua bukunya sudah basah kena hujan tadi!
Andira merutuki dirinya sendiri, bisakah dia tidak seceroboh ini?
Tok.... Tokk..
Atensi andira teralihkan ketika mendengar suara ketukan dari luar pintu, angin malam masuk melaui jendela, dingin dan merinding
"kok gue jadi parno-an?" tanya andira.
Ia berjalan mendekati pintu perlahan, berdoa semoga itu bukan malaikat pencabut nyawa atau suruhan malaikat pencabut nyawa, sumpah andira sedang parno!
Ceklek
Pintu perlahan sedikit terbuka, ia bisa melihat kaki manapaki tanah dengan balutan celana jins panjang, dia bukan setan melainkan...
Andira mendongak dan kini terlihatlah wajah yang andira klaim sebagai hama kehidupan yang ke dua.
Hama!
----------
Suara dentuman pintu depan rumah terdengar begitu nyaring dan kini terlihatlah seorang pemuda dengan wajah lesu dan hancur yang cukup terlihat dari tatanan rambut dan pakaiannya.
Ia berjalan menghiraukan keluarganya yang sedang menatap, ia lebih memilih menaiki tangga untuk menuju ke dalam kamarnya.
"bang" panggil seorang wanita berdaster biru muda dari arah meja makan ketika melihat anak lelakinya yang baru sampai di rumah dan mulai naik ke arah tangga.
Bahkan semua orang yang duduk di meja makan menatap lelaki remaja itu, dia cukup hancur hari ini! Pasti terjadi lagi!
Pria itu berbalik menatap semua orang dengan tatapan datar tanpa minat, lalu menaiki satu alisnya seperti mengatakan 'ada apa'
"baru pulang?"
"seperti yang terlihat" jawab pria itu tenang.
"seharusnya kamu nggak kayak gini bang"
"terus? Aku harus kayak gimana? Nurutin semua keinginan kalian? Lalu hancur secara perlahan? Atau mati secara perlahan?" tanya lelaki itu sadis.
Wanita itu menatap sendu sang putra, sejak kejadian itu anaknya sedikit demi sedikit mulai berubah!
"kamu kapan mau berubah bang?"
Lelaki itu tersenyum miring "berubah? Bahkan kehancuran ini kalian yang ciptakan, lalu? Untuk apa berubah jika kalian masih belum bisa memperbaiki kehancuran ini?"
"jaga omongan kamu!" bentak seorang pria paru baya dengan wajah yang memerah.
"jaga omongan? Bahkan kalian nggak bisa jaga sikap!" jawab lelaki itu dengan sedikit menaikkan nada suaranya.
"ADIPRA!" bentak lelaki paru baya itu lagi.
"kenapa? Ayah nggak suka?"
"bang, lo kok jadi kasar kayak gini?" tanya perempuan cantik berumur 16 tahun yang memang sedang menatap perdebatan mereka yang sering terjadi.
"kalo aja ayah nggak misahin aku dengan andira ini semua nggak akan terjadi!" gertak adipra.
"tapi lo nggak seharusnya kayak gini juga, pikir sebelum bertindak jangan asal main gas sama orang tua!"
"pikir sebelum bertindak?" ucap adipra dengan cengesan sambil memegang pelipis sudut kanannya.
"mereka aja dulu nggak mikir sebelum bertindak!" lanjut adipra.
"tapi bunda sama ayah nggak berusaha misahin kalian bang!"
"tapi tetap terjadi! Dan akhirnya seperti ini, bullshit" gertak adipra dan mulai melanjutkan lankahnya menaiki tangga rumahnya.
"ADIPRA, BELUM ADA YANG MENYURUH MU PERGI!" bentak pria paru baya itu lagi.
Namun...
TAK...
suara bantingan pintu dari arah kamar adipra yang cukup keras dan mengagetkan mereka semua.
"DASAR ANAK KURANG AJAR"
"hikss.. Hikss" suara tangisan kembali terdengar.
"bunda" panggil adik perempuan adipra a.k.a rebeca almira
"semua hancur" lirih wanita itu.
"nggak bunda, abang mungkin masih belum bisa menerima kenyataan, bunda nggak perlu nyalahin diri sendiri"
"seharusnya ini tidak terjadi, tapi harus seperti apalagi supaya kehancuran ini akan di perbaiki?"
Ritama prasetya---- ayah dari adipra itu kini memijit pangkal hidungnya, bingung harus berbuat apalagi.
Semua orang mengenalnya dengan sebutan panutan karena telah berhasil mendirikan bisnis yang cukup di minati semua orang, bahkan namanya pun telah di kenal dari berbagai khalayak ramai.
Bahkan sekolah swasta yang telah didirikan oleh ayahnya sendiri kini telah ia urus dan berkembang menjadi sekolah yang di minati.
Namun hidup yang mereka kira adalah hidup yang sangat bahagia ternyata salah besar bahkan hidup yang ia jalani ini sungguh menyakitkan.
Tapi ritama memang harus menjaga reputasinya!
Selalu saja reputasi, reputasi dan reputasi!
-----------
Andira menatap datar ke arah tamu yang tidak sama sekali ia undang untuk datang ke rumahnya.
Bahkan lelaki itu pun tetap menatap lurus ke depan tanpa membuka topik pembicaraan.
Hanya angin malam yang andira rasakan saat ini, suara jarum jam pun terdengar begitu nyaring saking heningnya.
Ini rumah atau kuburan?
Dia kesini cuma mau diam kayak patung? Ganteng ganteng kok kayak gini?
"lo mau ngapain? To the point aja, habis itu pergi!" ucap andira judes.
"cih, kalo bukan bunda yang nyuruh gue kesini, ogah gue" jawab arkana tidak kalah sengit.
Andira menatap wajah arkana "yaudah mau ngapain?" tanya andira yang berusaha cukup lembut tapi tidak bisa ketika melihat wajah songong arkana terpampang jelas.
"tas"
Singkat sekaleee? Tapi andira tau maksud manusia hama ini.
"mana?" tanya andira singkat.
"mobil"
"terus?"
"ya lo ambil lah, masa gue yang ambil, gue nggak mau baik baik sama orang lagi!" gas arkana.
"jangan ngegas juga kenapa sih? Sensi banget jadi cowok!"
Arkana menghiraukan amukan gadis itu, ia memilih menekan tombol buka di remot kecil yang bergantung dengan kunci mobilnya.
Tin... Tin
Andira berdiri lalu berjalan keluar untuk mengambil ransel miliknya.
Ia masuk ke dalam mobil cowok itu dan langsung di suguhkan dengan aroma mint khas cowok dan yang lebih membuat andira heran adalah mobil itu begitu nersih dan rapih.
Ternyata hama juga bisa bersih bersih?
Andira kembali masuk ke dalam rumah lalu duduk di sofa tempat di mana arkana duduk seperti patung.
"udah"
"hm"
"terus? Lo masih ngapain?" tanya andira bingung
Arkana menatap tajam ke arah andira.
"bilang makasih!" jawab arkana
"sama sama"
Arkana menggertakan giginya, gemas dengan jawaban spontan dari gadis itu, ternyata dia se ngeselin ini juga!
"goblok" umpat arkana
"lo ngatain gue?"
"terus? Salah emang?"
"lo nggak sadar kalo ternyata lo yang sebenarnya goblok di sini?"
"lo---" ucapan arkana terputus dengan ucapan andira.
"hei bapak arkana, lo tadi yang bilang kan mau bilang makasih ke gue? Jadi ya gue jawab sama sama, terus salahnya apa dong? Kenapa jadi gue yang lo katain goblok padahal pertanyaan lo yang nggak tau menuju kemana!" lanjut andira, mengeluarkan unek uneknya.
Arkana terdiam, ternyata gadis datar ini begitu cerewet jika sedang membela diri.
"kalo nggak ada niat bilang makasih ke gue, tinggal bilang! jangan banyak bacot terus masalah malah makin panjang" ucap arkana tidak mau mengalah.
Andira merasakan gejolak emosi yang sedang berkumpul dan mulai bersarang dan jangan sampai sarang ini lepas seketika.
"terima kasih" ucap andira akhirnya mengalah, takut akan terjadi pertumpahan darah nanti di rumahnya ini.
"kalo nggak ikhlas jangan ngucapin!" ucap arkana lalu beranjak dan pergi keluar rumah lalu menutup pintu rumah andura
Andira menatap tajam punggung pria yang telah menghilang di baluk pintu itu, lalu mengambil bola kasti yang berada di atas meja dan melemparkan bola itu ke arah pintu untuk melampiaskan amarahnya
Buggh
Arkana tersenyum miring ketika mendengar dentuman itu.
"mainan baru"
