Bab 13 mulai beraksi
Suara teriakkan dan tangisan kembali menggema di seluruh penjuru rumah ketika melihat perlakuan putra mereka yang memang sudah lewat batas nalar manusia.
"ADIPRA! JANGAN JADI ANAK DURHAKA KAMU!"
"Hiks.. Hikss.. "
"BANG! JANGAN SALAHIN GUE KALO ANDIRA KENAPA NAPA SUATU HARI NANTI!"
Ya! Mungkin seperti itulah drama yang tengah terjadi ketika melihat adipra yang baru saja pulang jam 6 pagi dengan penampilan di luar dugaan mereka.
Di tambah lagi dia membawa seorang perempuan ke rumahnya yang notabennya adalah perempuan pemuas nafsu.
Itulah yang membuat seisi rumah berteriak dan menangis ketika melihat anaknya sudah terjerumus ke dalam dunia kelam bahkan hampir tenggelam.
Dengan sangat muak rebeca mengusir wanita itu dengan cara yang tidak manusiawi.
Dan berakhirlah di sini, adipra yang duduk entah kemana nyawanya dan mereka yang memandangi adipra dengan raut wajah kecewa.
"Sudah?" hanya satu kata itu yang keluar dari dalam mulut adipra ketika melihat keluarganya yang sudah heboh di pagi hari.
"DASAR ANA---"
"ANAK DURHAKA! YA! AKU HANYA ANAK DURHAKA! DURHAKA DAN DURHAKA!" adipra muak dengan omongan ayahnya yang selalu mengatakan dirinya adalah anak durhaka lah, anak tidak tau diri dan bla bla bla.
"Dan lo! Kalo sampe lo ngelakuin apa apa ke andira, bahkan nganggap lo sebagai saudara, gue udah nggak SUDI!" bentak adipra sambil menunjuk wajah rebeca.
Ritama----ayah adipra memijit pangkal hidungnya, entahlah ia sudah lelah meladeni kelakuan anaknya yang kini berubah drastis semenjak keputusannya memisahkan andira dengan adipra.
"MASUK KAMAR!" Bentak ritama dengan suara tegas.
Adipra menatap sinis ke arah ayahnya bahkan perasaan takut sedikitpun tidak pernah terhinggap di benaknya.
Yang ia tahu hanyalah ayahnya yang merenggut kebahagiaan dirinya.
"Kalo kalian udah bosan, adipra tunggu kata pengusiran dari kalian" ujar adipra dengan serius lalu matanya menatap sang ibunda, bersyukurlah adipra jika masih ada seseorang yang mau mengkhawatirkan dirinya.
"Nak.. " lirih ibunda adipra.
Adipra hanya menatap manik mata bundanya lalu kembali melihat ke arah rebeca dan ayahnya.
Meninggalkan ruangan ini adalah jalan terbaik, ia tidak mau munafik jika tidak tersentuh dengan tangisan dari wanita yang telah melahirkan dirinya.
------------
Dendra bersidekap dada tatapannya kini mengarah ke arah manusia yang seenak jidatnya tidur tanpa memikirkan orang lain.
Inilah salah satu alasan dendra tidak ingin jika arkana tidur bersama mereka!
Lihatlah sekarang model tidur dari bocah satu itu, ranjang yang bisa di bilang cukup luas mampu ia kuasai tanpa celah sedikitpun.
Ingin rasanya dendra menarik wajah yang tengah tertidur begitu pulas itu ke balkon lalu melemparnya ke arah jalan, masalah anak dia bisa bikin lagi, simple kan? Tapi disa yang akan membunuh dendra duluan!
Hari ini adalah hari minggu, jadi dendra tidak berangkat untuk bekerja.
"eummm" arkana mulai terjaga, ia menegakkan otot otot tangannya, lalu mulai membuka kelopak matanya.
"Good morning ayah" sapa arkana ramah dengan senyum yang begitu lembut.
Dendra meringis, gatal sekali telapak tangan miliknya ingin menghujam sedikit pukulan kepada arkana.
Ia sudah rugi dua kali gara gara bocah itu.
Pertama! Jatah miliknya semalam sia sia begitu saja
Kedua! Ia tidur dengan tidak nyamannya karena arkana selalu saja bergerak seperti orang kesurupan!
"Morning gundulmu? Bangun!" hardik dendra kepada sang anak.
"ih ayah ma masih pagi udah marah marah, sini yah tidur lagi, hari minggu loh hehe" canda arkana sambil tertawa hambar.
"Bangun!"
"iya iya" arkana memilih mengalah lalu duduk dengan kaki yang mengangkang, kaki kanan berada di sudut ranjang kanan dan kaki kiri juga berada di sudut ranjang kiri.
Betapa panjangnya kaki arkana sampai bisa mencapai sudut itu.
"Lihat cara tidur mu" perintah dendra sambil mengedikkan dagunya.
Dengan nyawa yang masih belum terkumpul arkana menatap cara tidurnya lalu tersenyum sambil menggaruk kepalanya.
"Ya maap, kan ar lagi tidur jadi nggak sadar" ucap arkana berusaha membela dirinya.
Dendra tentunya geram dan berakhirlah dengan perang bantal antara mereka berdua.
Dendra yang masih tersulut emosi langsung melempar bantal besar tepat di wajah arkana...
Bugh
Arkana meringis karena sekarang posisinya sangat mengenaskan yaitu terduduk di lantai kamar.
"HUAAA BUNDAA, AYAH JAHATT" teriak arkana.
"Ngadu terooos"
Ceklek
Pintu kamar terbuka dan kini terlihatlah disa dengan wajah bingungnya.
"Ada apa lagi sih?" geramnya
Arkana langsung memasang wajah melas, lumayan pagi pagi bisa melihat bundanya yang tengah memarahi sang ayah.
"Bundaa, masa iya arkana di dorong ayah sampe jatoh kayak gini!" rengek arkana.
Disa menatap ke arah arkana.
"Deen, kasihan jangan kayak gitu!" tegur disa
Arkana tersenyum bangga tentunya, lalu ia menatap sang ayah dengan tatapan meremehkan.
"Dan ar juga, tidur di kamar yang bukan kamarnya sendiri harus lebih tau diri, kasihan ayah semalam tersiksa tidurnya karena kamu nggak bisa diam"
Skakmat!
Kini dendra yang tengah menatap arkana dengan tatapan mengejek.
"Iya bunda, maaf" Ucap arkana merasa bersalah.
Drrt... Drtt
Ponsel dendra berbunyi tepat di samping disa karena di dekat pintu ada sebuah meja untuk menaruh ponsel.
Disa mengalihkan pandangannya menatap nama yang sedang tertera di layar ponsel lali kembali menatap arkana dan dendra.
"Ar kamu mandi dulu sana" ucap disa dan langsung di angguki oleh arkana.
Disa menatap punggung sang anak yang telah menghilang di balik pintu kamarnya lalu ia menutup pintu dan segera mengambil ponsel yang telah berdering sebanyak dua kali.
Ia memegang ponsel itu seraya meremas kecil lalu tatapannya menatap tajam sang suami.
"aku yang angkat?" entahlah itu pertanyaan atau pemaksaan tapi di telinga dendra seperti terdengar nada untuk memaksa.
"siapa yang nelpon?"
"calon bini baru mungkin" celetuk disa dengan tatapan yang mulai menajam.
Dendra bereaksi bingung, istrinya ini seperti membuka jalan untuk dendra menikah lagi.
"mana ada yang kayak gitu?" ucap dendra bingung.
"ada, kalo di hilangin pake virus kayaknya nggak bakal ada" ucap disa dan langsung menggeser layar untuk mengangkat telepon dari seseorang yang dia imingi imingin akan menjadi perusak rumah tangganya.
"selamat pagi dokter dendra, saya ingin menanyakan jadwal operasi untuk saya selama berada di sini, jika dokter dendra berkenan ingin memberikan jadwalnya kita bisa bertemu di suatu tempat"
Disa jijik dengan suara itu
"hai, selamat pagi calon pelakor, gimana kabarnya? Baek? Kamu mau nanya jadwal operasi kan? Kenapa nggak tanya sama asisten dokter dendra aja, kan dia yang lebih tau! Jangan banyak alasan ya buat ngambil suami orang"
"ohiya? Kamu mau ketemu? Ayo kita ketemu, bicara banyak hal kayaknya seru deh, entar di ajarin gimana caranya jadi wanita baek"
Tut...
Disa mematikan panggilan itu dengan wajah geram lalu melemparkan ponsel dendra ke arah ranjang.
Dendra terkejut bukan main, siapa sih yang bikin mood istrinya anjlok masih pagi.
"si--siapa bun?" tanya dendra gugup.
"fitri" ucap disa sambil bersidekap dada.
Tuh kan!
"yaudah nggak usah di ladenin"
"apa? Nggak usah di ladenin? Orang kayak gitu kalo nggak di ladenin bakal makin ngelunjak"
"iyaa"
"udahlah, masih pagi bikin mood hancur" disa keluar dengan wajah di tekuk.
"sayang" panggil dendra berusaha mengejar disa.
Awas lo fitri!
----------
Andira memegang sebuah kertas yang sedang terpampang kalimat 'kami sedang membutuhkan pegawai, jika berminat hubungi nomor ini' mungkin seperti itulah.
Namun yang andira cemaskan dari tadi bukan karena apa apa, tempat bekerjanya ini yang apa apa.
Coba di fikir andira bekerja di club malam? Sudah di luar dari fikiran kan?
Tapi kalo dia mati karena kehabisan makanan juga tidak lucu.
Oke andira mulailah berfikir, pekerjaannya juga cuma sebagai penyaji bukan pemuas.
Halal halal aja kan?
Semoga seperti itu!
Hufft
"mudahkanlah ya Allah" ucap andira sambil memegang erat selembaran itu.
"tapi.. Kalo pekerjaannya sudah tidak beres, lo harus berhenti andira! Lebih baik lo mati karena kehabisan makanan dari pada hidup dengan cara yang memalukan" andira mengucapkan prinsip bekerjanya, anggap saja itu adalah ikrar seorang andira.
Beberapa jam kemudian
Andira berdiri tepat di depan pintu club pada jam 10 malam, ya memang club ini buka dari jam 10 malam sampe jam 3 dini hari.
"masuk, enggak, masuk, enggak" andira di landa dilema sekarang, kalo nggak masuk kesempatan ini tidak akan terulang lagi, kalo mau masuk pasti banyak om om hidung belang.
"masuk an, lo wanita kuat mereka nggak bakal bisa ngelakuin apa apa ke lo" andira mulai berani ternyata.
Andira memberanikan kakinya masuk ke dalam tempat itu.
Dan kini indra penciumannya langsung menangkap bau alkohol yang begitu menyengat dan telinga yang menangkap bunyi musik bass yang begitu kencang.
Matanya kini sedang menatap di sudut club yang sedang terjadi perzinaan oleh kedua insan yang saling bermaksiat.
Andira mundur satu langkah, ia takut menjadi bagian dari semua yang berada di sini.
Coba dulu!
Ia berjalan ke depan mencari manager club ini, tidak terlalu ramai tapi andira merasakan nafasnya sesak berada di sini.
Tidak butuh waktu lama akhirnya andira menemukan manager itu, manager yang cukup tua itu kini sedang bermanja manja dengan kedua wanita yang berada di masing masing sisinya.
Namun ketika melihat andira berjalan menuju ke arahnya ia langsung mengusir ke dua wanita itu sembari memberikan mereka uang yang banyak.
Mudah sekali masuk neraka ternyata!
"ada apa?" tanyanya kepada andira seraya melihat andira dari atas sampai bawah.
Andira risih di tatap seperti itu, tanpa membuang waktu banyak ia langsung menyerahkan sebuah kertas yang bertuliskan lowongan kerja.
Manager itu membacanya lalu tersenyum menatap ke arah andira.
"kamu kayaknya masih muda, kenapa mau bekerja jadi pem--"
"BUKAN! Saya hanya ingin bekerja sebagai penyaji minuman dan makanan tidak lebih" ucap andira memotong ucapan menjijikkan yang akan terucap dari om om itu.
Manager itu mengangguk lalu tersenyum.
"baiklah"
Andira tersenyum lebar mendengar kalimat itu.
"apakah saya di terima bekerja di sini"
"yaa, seperti itu, kayaknya kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini"
"waah, terima kasih banyak pak"
"kamu bekerja mulai besok jam sepuluh, tidak boleh ngaret!"
"iya pak"
Andira bersyukur hari ini, semoga sampai kapanpun ia akan tetap bersyukur dengan apa yang telah ia punya.
Dan semoga pekerjaan ini tidak akan menimbulkan perkara bagi kehidupannya.
