Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

9. Rasa Yang Berbeda

Untuk kedua kalinya Vivian datang ke tempat Felix. Tidak ada yang spesial di sini selain ruang tamu dengan satu sofa dan ruang makan yang tergabung dengan dapur. Tidak ada kamar lain selain satu kamar milik Felix tentunya. Ini memang sebuah kos-kosan untuk beberapa karyawan kantor yang jarak rumahnya memang jauh. Tidak terlalu buruk, toh ini akan sangat nyaman untuk satu orang yang tinggal. Di sini juga tidak terlalu bising ketika malam.

“Boleh aku duduk?” tanya Vivian usai puas menyapu pandangan.

Felix mengangguk.

Ya, beberapa hari yang lalu, Vivian hanya ingat kondisi kamar meskipun tidak sepenuhnya. Dan sekarang, Vivian bisa melihat dengan bebas keseluruhan tempat tinggal Felix.

Felix meletakkan tasnya lalu berjalan menuju dapur. Sepulang dari kerja Felix memang tidak sempat pulang lebih dulu karena Vivian langsung mengajaknya ke bar.

“Sudah berapa banyak Wanita yang datang ke sini?” tanya Vivian.

Sambil menuang minuman, Felix tersenyum. Dia lalu membawa segelas air putih tersebut untuk Vivian. Wajah itu masih tersenyum bahkan ketika Felix sudah duduk tidak jauh di samping Vivian.

“Tidak banyak,” jawab Felix sambil menyodorkan minuman tersebut pada Vivian.

Vivian menyeringai penuh ketidak percayaan. Dia menenggak minuman itu, lalu kembali menatap Felix. “Wajahmu penuh dengan kebohongan.”

Bibir Felix terlihat bergerak dan matanya berkedip penuh arti. Dia sempat menyapu lidah, sebelum akhirnya bergeser lebih dekat dengan Vivian. Badan sudah mencondong, membuat Vivian terpaksa menarik badan ke belakang.

“Bagaimana kalau aku katakan, kamu yang paling terakhir.”

Suara it uke luar menyapu wajah Vivian. Ada aroma alkohol, akan tetapi tidak memuakkan. Seringaian itu Vivian balas dengan senyum miring, lalu tangannya perlahan mendorong dada Felix.

“Apa aku yang keseribu?”

Felix enggan untuk mundur, dan lebih betah mencondong sekalipun Vivian mencoba untuk mendorongnya lebih kuat. Tangan itu terlalu lemah dan juga sama sekali tidak bertenaga. Sekarang, tangan Felix sudah terangkat membelai wajah Vivian yang sayu.

“Aku tidak sebrengsek itu.”

“Oh ya? Bagaimana kalau aku tanya berapa Wanita yang sudah kamu tiduri?”

Felix membuang muka dan mendesah. Dia mundur dan kembali duduk lalu menyugar rambutnya. Vivian menaikkan kedua alisnya melihat reaksi Felix tersebut. Dia pikir Felix marah dengan pertanyaan itu, namun sebenarnya tidak.

Vivian menegakan posisi duduk dan melipat kedua kakinya. Dia memandangi Felix, menunggu pria itu kembali bicara.

“Apa kamu berpikir akus angat brengsek?”

Vivian angkat bahu. “Kamu sendiri yang mengatakannya, kan?”

Felix mendesah sekali lagi dan meraup kasar wajahnya, lalu tiba-tiba dia kembali membungkukkan badan di hadapan Vivian. Posisi ini bisa dikatakan Vivian sudah berada di bawah Felix. Vivian terlalu terkejut sampai tidak sempat menghindar selain menjatuhkan punggung pada tepi sofa.

“Jangan menghentikanku sekarang,” bisik Felix. Dia mengendus tengkuk Vivian sampai kedua matanya terpejam.

Ini sangat wangi. Bau alkohol mengalahkan betapa nikmatnya aroma badan Vivian yang begitu wangi. Entah apa parfum yang Vivian kenakan sampai wanginya begitu awet bertemu malam.

Vivian mengerutkan bagian mata dan menarik sedikit pundaknya mundur. Untuk menghindar, ini tidak bisa ia lakukan.

“Kamu sangat wangi, Vi ….”

Mata yang bertas berkerut itu, sekarang sudah terpejam menikmati nafas Felix yang menyapu lembut di sana. Bisikan dan ucapan, terdengar sangat pelan membuat bulu kuduk berdiri.

“Apakah seperti ini setiap kamu bersama Wanita?”

“Shit! Jangan membahas yang lain!”

Vivian tiba-tiba menjerit kecil tatkala Felix menggigit kecil bagian lehernya. Tidak sakit, hanya saja itu sangat mengejutkan.

“Felix!” hardiknya kemudian.

“Kamu membuatku gemas.”

Felix menarik kerah blus yang Vivian kenakan sampai turun di bawah pundak. Baju ini akan melebar dengan sendirinya jika tertarik di bagian leher karena memang didesain dengan kereta yang melingkar di sana. Dada yang bersih bisa Felix lihat dengan jelas sekarang. ada belahan yang menyimpan dua benda indah di sana.

Dia sangat sempurna. Bagaimana mungkin dia bersedia melakukan ini denganku? Ada apa dengannya?

Felix mengacaukan pikirannya dengan pertanyaan itu. selama ini Vivian Wanita yang sangat sulit ia dekati. Tidak ada yang tahu bagaimana dengan percintaanya selain banyak yang mengatakan kalau Vivian tidak pernah berkencan dengan siapapun hingga gossip mengatakan kalau dia akan segera menikah.

Vivian diam seribu Bahasa sejak tangan Felix mulai menjamahnya. Dia tidak tahu kenapa tubuhnya sama sekali tidak menolak. Semua teringat tentang bagaimana sang kekasih yang sudah bermain api di belakang.

“Kamu yakin, Vi?” tanya Felix. Dia bertanya, akan tetapi tangannya sudah bermain di tempat yang seharusnya tidak ia sentuh lebih dulu.

Vivian menggigit bibir sekarang. dia tidak akan bisa bersuara selagi tangan Felix bermain di sana. Mata yang terpejam, seharusnya bisa menjadi sebuah jawaban untuk Felix melakukan dengan bebas.

Felix tidak mau menahannya lagi sekarang. dia menggendong Vivian menuju ruangan yang lebih nyaman lagi untuk berbuat apa pun. Sebuah kamar yang sebelumnya pernah Vivian tiduri. Sekarang berbeda cerita tentunya. Ini tidak ada paksaan dan Vivian datang sesuka hatinya.

Felix membaringkan Vivian dengan sangat hati-hati. Dia membungkuk di atas, dengan bertumpu pada satu tangan. Tangan lain Felix gunakan untuk membelai wajah Vivian yang begitu cantik.

“Aku harap kamu tidak menyesalinya setelah ini,” ucap Felix sebelum memulai permainannya.

Vivian tidak menjawab dengan perkataan itu. dia terdiam entah seperti apa pikirannya. Matanya terbuka dan sesekali menggigit bibir supaya suaranya tidak terlepas ke luar. Dia tidak mau apa yang ia nikmati sekarang terlihat dan terdengar jelas oleh Felix.

Felix melakukannya di atas dengan sangat hati-hati dengan ritme yang sedang. Tubuh yang saling menempel, memperlihatkan bagaimana keringat mulai muncul dan membasahi seluruh tubuh.

Menit berlalu, jam juga sudah terlewatkan. Vivian berbaring dengan kepala berbantalan pada lengan Felix. Tubuhnya meringkuk sementara satu tangan masih mendarat di atas perut Felix yang kuat dan datar.

Sementara Felix sendiri, dia berbaring telentang berbantalan tangannya sendiri yang berada di bawah tengkuk. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan senyum tipis. Ini luar biasa. Beberapa Wanita tidak seperti ini. mereka lebih binal seperti tidak memberi kesempatan Felix untuk bermain. Namun dengan Vivian, sangat berbeda. Ini sekali, tapi Felix menyukainya.

Wajah acuh yang membiarkan Felix bermain sepuasnya, ini seperti memberi kesempatan ruang yang lebih luas. Beberapa Felix lebih sering dilayani, tapi ini tidak. sejujurnya Felix yang tengah melayani Wanita cantik yang berbaring meringkuk di sampingnya sekarang.

“Sepertinya teman ranjang tidaklah buruk,” ucap Vivian tiba-tiba.

Felix menunduk menatap Vivian yang mendongak. Dia tidak berkata karena bingung menyahuti kalimat itu. dia takut salah bicara.

“Aku lelah. Bolehkah aku tidur sekarang?”

Felix tersenyum lalu memiringkan badan. Dia tidak ikut tidur, melainkan beranjak turun dari ranjang. Selimut yang berada di ujung ranjang, ia melebarkan sampai menutupi tubuh Vivian.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel