Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 7: Kehidupan Terikat

Hillary terbaring di ranjang, tubuhnya terikat erat hingga tak mampu bergerak, dengan mulut terbungkam rapat. Tenaganya mulai terkuras oleh perlawanan yang sia-sia. Melihat tatapan penuh kesombongan Hillary, Mateo yang sebelumnya tak berniat melepaskannya kini tergoda untuk menarik kain yang menutupi mulutnya, membiarkannya akhirnya berbicara.

"Kau sudah gila?! Lepaskan aku!" bentak Hillary, tubuhnya terus menggeliat. "Tidakkah kau tahu betapa gerahnya berada di sini? Aku bahkan kesulitan bernapas!"

Mateo menatap tubuh yang terbungkus selimut itu dengan ekspresi datar. "Kau sebaiknya berhenti bergerak, itu hanya akan membuatmu semakin sulit bernapas. Cobalah untuk tetap tenang dalam kondisi terburukmu."

"Apa kau pikir ini waktu yang tepat untuk memberiku nasihat?" sahut Hillary dengan kesal.

Hillary tak berlebihan, dia benar-benar merasa kepanasan. Peluhnya mengalir deras, membuat dunianya semakin terasa pengap. Hingga akhirnya, dia terpaksa mengikuti saran Mateo dengan tak banyak bergerak.

Keheningan menyelimuti ruangan selama beberapa waktu, tapi ketidakpuasan masih menggelayuti benak Hillary. Usahanya untuk melarikan diri telah membawanya ke tepian ranjang, dengan kepala yang kehilangan tempat bersandar. Posisi ini sangat menyiksa lehernya.

Tak tahan lagi, Hillary berkata, "Setidaknya, pindahkan aku ke posisi yang lebih nyaman!"

Mateo yang duduk di tepi ranjang lainnya, menoleh ke belakang. Melihat posisi Hillary yang berubah, dia mendekat dan menggeser tubuh wanita itu ke tempat yang lebih baik.

Kini Hillary berbaring seperti orang normal, dengan bantal di bawah kepalanya. "Oh, ini jauh lebih baik. Kau seharusnya melakukan ini sejak tadi," ucapnya sambil meresapi kenyamanan yang tercipta.

Mateo menghela napas panjang. "Kau sendiri yang membuat posisi tak nyaman itu."

Hillary tak menanggapi lagi. Pikirannya sibuk mencari cara untuk melepaskan diri dari ikatan selimut, tapi sepertinya tak ada jalan keluar. Pinggangnya terikat erat, tak berubah meskipun dia sudah berusaha sekuat tenaga.

Keheningan sejenak pecah oleh suara perut yang keroncongan, menarik perhatian keduanya. Mereka saling berpandangan. Gemuruh itu akhirnya menembus selimut setelah berjam-jam lamanya Hillary menahan rasa lapar.

"Jangan berpikir untuk membawakan aku makanan!" seru Hillary cepat. "Aku tak mau disuapi oleh penjahat sepertimu!"

Hillary memang cerdas dalam situasi yang buruk. Dia tahu, jika Mateo memberinya makanan, ikatannya mungkin harus dilepas. Namun, yang menjadi kegelisahannya justru berasal dari keengganannya untuk disuapi oleh Mateo.

Meskipun cerdas, Hillary tak cukup bijak untuk merancang pelarian. Seharusnya dia bisa memanfaatkan momen saat diberi makanan sebagai kesempatan untuk melarikan diri, tapi tampaknya dia lebih memilih untuk tak menggunakan peluang yang mungkin menjadi satu-satunya itu.

Apakah otaknya terlalu diforsir oleh pekerjaan kemarin? Atau karena perutnya yang kosong sejak pagi? Dia tak mampu memikirkan cara lain untuk membebaskan diri dari gelungan selimut.

Hillary menggerakkan tubuhnya, mencoba tidur dalam posisi menyamping. Di tengah transisi itu, pikirannya berputar—dia takkan membiarkan hidupnya berakhir begitu saja. Banyak proyek yang menantinya, belum lagi kencan yang tertunda dengan Shohei. Lebih dari itu, bagaimana mungkin seorang Hillary Jhand lenyap begitu saja, meninggalkan kehidupan yang begitu gemilang? Seorang wanita muda dengan karier cemerlang dan kecantikan sempurna.

"Kalian menemukannya?" Sayup-sayup terdengar suara dari luar.

Itu adalah Serina! Penyelamat hidup Hillary saat ini!

"Seri—"

Hillary hendak berteriak, tapi suaranya terhenti saat mulutnya kembali ditutup. Dia melirik Mateo yang kini ada di belakangnya, mengisyaratkan agar dia tenang dan tak berteriak.

Namun, Hillary tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Dia menggigit tangan Mateo dengan sekuat tenaga, memaksa pria itu melepaskan cengkeramannya.

Di saat itulah Hillary berteriak keras, "Serina! Aku di sini! Hillary di sini! Tolong aku!"

Tak lama kemudian, gagang pintu bergerak, disertai suara gedoran. "Hillary, apa kau ada di dalam?!"

"Ya! Pria gila ini sudah bertindak kurang ajar padaku!" seru Hillary, menatap tajam pada Mateo yang kesakitan akibat gigitannya.

"Siapa yang kau sebut dengan pria gila? Oh, Hillary ... apa Tuan Mateo ada bersamamu?"

Tepat saat pertanyaan terakhir itu, pintu terbuka dengan mudah oleh Mateo yang berjalan ke pintu, membiarkan semua orang melihat apa yang dilakukannya pada Hillary.

"Hillary ...." Serina tampak begitu terkejut.

Tatapan tajam Serina tertuju pada Mateo, emosinya memuncak hingga matanya memerah. "Kenapa kau melakukan ini? Hillary tak bersalah. Ini urusan kita berdua, seperti yang telah kita sepakati. Kita hanya menggunakan vila ini untuk pertemuan."

"Kalian seharusnya tahu dengan siapa kalian berhadapan. Tragedi itu bukan sesuatu yang bisa dibongkar dengan mudah. Lebih baik kalian, para wartawan yang pekerjaannya hanya membongkar keburukan seseorang, berhenti sebelum terlambat. Hari ini hanyalah peringatan, Nona Serina. Bisa lebih buruk lagi jika melangkah lebih jauh dari ini."

Mateo meninggalkan kamar, digantikan oleh para pelayan vila yang berusaha melepaskan ikatan Hillary. Ternyata, itu lebih sulit dari yang dibayangkan, karena kain gorden yang digunakan sebagai tali pengikat begitu erat melilit tubuhnya.

"Ambilkan gunting untuk Nona Hillary!" perintah seorang pelayan, membuat yang lain bergegas keluar kamar.

***

Serina mengejar Mateo, pria yang telah membuat keributan di vila besar itu. Dia berdiri di hadapan Mateo dengan penuh keberanian, tatapannya menantang keputusan Mateo yang menolak kerja sama mereka.

"Pekerjaan kami bukan untuk membongkar keburukan seseorang."

"Ya atau tak, apa itu begitu berpengaruh?" jawab Mateo dengan dingin.

Mateo ingin menyingkirkan tangan yang menghalangi jalannya, tapi Serina kembali mencegahnya, memaksa Mateo menatapnya sekali lagi.

"Sangat berpengaruh! Bagaimana bisa percaya jika kau sendiri menolak keberadaan mereka?" Serina menurunkan tangannya yang sengaja direntangkan, lalu melanjutkan, "Aku mendengar, kau menolak semua wartawan yang datang. Perlu aku tegaskan, kami tak seperti yang kau bayangkan! Para wartawan bekerja keras, bahkan sampai meninggalkan keluarga mereka. Mereka menghadapi banyak rintangan di balik layar. Kau seharusnya tak memberikan penilaian buruk terhadap mereka."

"Kau masih seorang wartawan kecil dan baru!" balas Mateo dengan tajam.

Serina mengepalkan tangannya. "Apa maksudmu?"

"Sebelum kau memutuskan untuk mengungkap kasus lama, pastikan kau tak hanya bertumpu pada kasus itu sendiri. Tahukah kau, apa yang telah dilakukan oleh para wartawan yang tampaknya seperti pahlawan itu padaku?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel