Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Penyatuan

Kedatangan Farhan untuk tinggal di desa itu semata-mata untuk membangun kehidupannya yang baru dalam bidang pertanian dan agrobisnis sambil mengobati luka hatinya akibat perceraiannya. Dia sama sekali tak pernah berniat mengusik kehidupan pribadi keluarga Narto. Petualangan cintanya justru dipicu oleh Narto yang memohon agar Farhan menikahi Kirana, anak semata wayangnya.

Pribadi Farhan yang dinilainya baik serta keberhasilan Farhan mengelola kebun miliknya hingga menjadi jauh lebih maju membuat Narto sangat menyukai Farhan. Bukan hanya Narto, semua warga desa itu juga menyukai keberadaan Farhan yang mulai mengupayakan kemajuan di desa itu. Farhan kerap mengadakan penyuluhan kepada warga desa untuk bertani dan berkebun dengan cara yang lebih baik.

Seluruh warga desa menyambut gembira ketika Narto mengabarkan bahwa dia akan menikahkan Farhan dengan Kirana, putrinya. Mereka semua bergotong-royong mempersiapkan pesta perkawinan yang meriah bagi pasangan pengantin itu. Sebuah pesta meriah dari pagi sampai malam sesuai permintaan Farhan.

Malam pengantin Farhan dan Kirana merupakan awal petualangan cinta Farhan dalam keluarga Narto. Karena terikat persyaratan yang diminta Farhan. Narto dan Surti tanpa sadar terjebak dalam konsekuensi yang membuat keluarga Narto menjadi budak Farhan.

Sebelum masuk ke kamar pengantin mereka, Farhan menemui Narto yang kini jadi mertuanya. Dia meminta izin untuk mengajak Surti untuk menjadi saksi malam pertamanya bersama Kirana. Sesuai dengan syarat yang diajukannya, Surti harus jadi saksi bahwa Kirana masih perawan.

Sebenarnya Farhan merasa permintaannya berlebihan, tapi Narto tak menunjukkan keberatan sama sekali, demikian juga dengan Surti. Dia dengan sukarela memenuhi janji untuk jadi saksi pembuktian keperawanan putrinya. Dia ikut masuk ke kamar pengantin mengikuti Farhan dan Kirana.

Farhan mulai membuka pakaiannya yang dikenakannya tadi di pesta malam itu. Dia dibantu Kirana yang tampak masih malu-malu. Setelah tubuh Farhan telanjang bulat, dengan malu-malu dilucutinya pakaiannya sendiri satu per satu. Sementara itu, Surti mengambil posisi duduk di depan meja rias anaknya sambil memalingkan muka tak menatap ke arah ranjang pengantin.

Kirana membaringkan tubuhnya terlentang di ranjang di samping Farhan yang sudah lebih dulu terbaring di sana. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya dan hanya menunggu suaminya yang memulai permainan. Jantungnya berdegup kencang. Meski dia tahu bagaimana orang bersetubuh, tapi tubuhnya belum pernah disentuh lelaki. Dia hanya tahu dari apa yang dibacanya.

Farhan tampak canggung. Meskipun dia sudah sangat berpengalaman dalam urusan bercinta, tapi dia belum pernah menghadapi perempuan yang pasif seperti Kirana. Saat malam pertamanya bersama mantan istrinya dulu, mantan istrinya lebih agresif darinya.

"Dik, aku mulai ya," ujar Farhan kaku. Dia tampak canggung seperti seorang lelaki naif yang baru pertama bersetubuh dengan perempuan.

Kirana hanya mengangguk menatap suaminya. Degup jantungnya semakin kencang bak seorang pesakitan menghadapi eksekusi mati. Tubuhnya menegang.

Farhan mulai menjamah tubuh Kirana. Dipegangnya pipi kanan istrinya lalu bibirnya mengecup bibir indah itu. Kirana tak membalas kecupan itu. Bibirnya hanya diam menerima serangan.

Setelah mencoba melumat bibir istrinya berkali-kali tanpa ada balasan, Farhan mulai putus asa. Diarahkannya bibirnya ke leher istrinya lalu mengecupi leher jenjang itu sampai ke belakang telinga istrinya.

Kirana mendesah geli. Tubuhnya masih menegang.

Sambil terus mengecupi leher istrinya, Farhan mulai meremas-remas buah dada Kirana yang berukuran sedang. Buah dada itu begitu kencang dan menantang. Mendapat serangan di dadanya, tubuh Kirana menggelinjang geli. Mulutnya terbuka dan napasnya mulai berat.

Meski rangsangan Farhan mulai menyerang tubuhnya, Kirana belum bisa sepenuhnya menikmatinya. Dia hanya bertahan. Tubuhnya masih tegang. Dia tak tahu bagaimana cara merespons serangan suaminya.

Kecupan-kecupan Farhan perlahan turun ke buah dada istrinya. Dilumatnya buah dada kencang itu sambil tangannya meremas-remas buah dada yang satu lagi. Kirana semakin mendesah-desah kegelian mendapatkan serangan yang semakin gencar. Farhan gemas melihat keluguan istrinya dalam menerima serangannya.

Tangan Farhan mulai merambah ke selangkangan Kirana. Mendapatkan serangan tiba-tiba itu membuat tangan Kirana refleks menahan tangan Farhan. Naluri mempertahankan kewanitaannya membuatnya tak sadar bahwa yang menyerangnya adalah tangan suami yang sudah selayaknya menggauli istrinya.

Farhan bertambah gemas dan semakin gencar menyerang. Disingkirkannya tangan istrinya lalu jarinya menyentuh celah selangkangan istrinya. Kirana mengejang. Dia tak siap menerima rasa geli yang dirasakannya. Tubuhnya seakan belum ikhlas menerima persetubuhan.

Seiring usapan-usapan jari Farhan di wilayah sensitifnya, tubuh Kirana menggeliat-geliat. Tubuhnya tak kuasa menolak rangsangan. Selangkangannya perlahan mulai basah. Jari Farhan semakin lancar bermain di sana.

Farhan merentangkan kedua kaki Kirana. Dia menempatkan tubuhnya di antara kedua paha istrinya. Perlahan digesekkannya bagian tubuhnya yang menegang di sana. Tubuh Kirana menggelinjang geli. Mulutnya mendesah-desah. Farhan tambah terangsang.

Kirana menjerit saat Farhan mulai memasuki celah selangkangannya. Surti melihat sejenak putrinya sedang ditindih suaminya itu lalu dipalingkannya lagi mukanya ke arah semula.

"Saaa ... kiiiit ...," jeritnya ketika Farhan menerobos memasukinya perlahan.

Farhan tak tega memaksakan masuk lebih jauh. Baru seperempat jalan bagian tubuhnya memasuki istrinya. Didiamkannya sejenak otot-otot rongga itu berkontraksi.

Tubuh Kirana mengejang. Dia tak siap disumpal benda asing hingga terasa memenuhi sebagian rongganya. Napasnya berdengus cepat.

"Aaaahhh ... saaa ... kiiiit ...," jerit Kirana lagi ketika Farhan melanjutkan menembus memasukinya hingga mentok.

Air matanya menetes menahan perih di tengah tubuhnya. Ingin rasanya untuk protes, tetapi dia tak kuasa menolak perlakuan suaminya. Dia tak menyangka bahwa persetubuhan begitu menyakitkan.

Setelah mendiamkan beberapa saat dirinya di dalam rongga tubuh istrinya, Farhan mulai bergerak perlahan, memompa celah yang terasa sangat rapat itu. Kirana tak henti merintih-rintih kesakitan. Setelah beberapa kali genjotan, Farhan tak tega melanjutkan permainannya. Ditariknya tubuhnya dari istrinya.

Rintihan Kirana keluar dari mulutnya seiring gerakan Farhan yang bergerak menarik diri.

"Mbak ...." Farhan memanggil Surti yang masih duduk dalam posisinya.

Surti menoleh dan memandang tubuh telanjang Farhan yang berdiri di tepi ranjang. Meski dirinya malu, tapi pandangannya tak berpaling dari Farhan.

"Lihat, tak ada darah di sana," ujar Farhan menunjuk bagian tubuhnya yang mengacung tegang.

Surti menatapnya dari kejauhan lalu dia berdiri dan mendekat. Diamatinya bagian yang dimaksud Farhan. Sudah janjinya akan menjadi saksi bahwa putrinya masih perawan. Mau tak mau dia harus menjalankan tugasnya.

Bagian tubuh itu tegang mengkilap basah oleh cairan dari putrinya. Tak tampak noda darah di sana. Mata Surti masih memandanginya dengan teliti mencari noda darah di sana tapi tak ditemukannya.

Dengan putus asa dipegangnya benda itu sambil terus mengamatinya. Tanpa sadar darahnya berdesir berhadapan dengan benda yang tegang dan berukuran cukup besar itu. Naluri kewanitaannya bangkit dari tidurnya. Surti mulai terangsang.

"Mbak sudah janji untuk mengajari Kirana bagaimana menjadi istri yang baik. Lihatlah, dia belum bisa melaksanakan tugasnya memuaskan suaminya." Farhan mulai terangsang melihat tubuh sintal dengan tampang polos di hadapannya.

Nafsunya sudah kepalang naik. Dia berpikir keras bagaimana caranya bisa merasakan kenikmatan dari tubuh itu sebagai pelampiasan nafsunya. Dicarinya cara agar tubuh itu dengan sukarela melayani nafsunya.

Surti cemas. Putrinya telah gagal memenuhi dua persyaratan. Pertama, tak ada darah perawan yang tampak berarti dia tak bisa membuktikan bahwa putrinya masih perawan. Kedua, putrinya tak bisa melayani suaminya di ranjang.

Kecemasannya membuatnya berinisiatif untuk mengajukan tawaran. Dia harus menyelamatkan kebahagiaan putrinya.

"Mas, tolong pahami bahwa Kirana belum terbiasa." Surti mulai memohon kepada Farhan.

"Apa pembelaan Mbak atas hal ini? Dia tampaknya sudah tak perawan." Farhan sengaja menekan Surti.

Surti sulit melakukan pembelaan terhadap putrinya. Belum terbiasa bukan berarti milik putrinya tak berdarah ketika dimasuki milik suaminya.

"Mungkin bisa dicoba lagi, Mas." Surti mencoba menawar.

"Mbak lihat, dia sudah kesakitan," tekan Farhan.

"Mungkin bisa dicoba besok malam," jawab Surti.

"Jadi mau kuapakan ini?" tukas Farhan menunjuk bagian tubuhnya yang masih mengacung tegang. Dia sengaja memojokkan Surti.

"Ya mau gimana lagi, Mas?" ujar Surti putus asa.

"Mbak janji mau mengajari putri Mbak melayani suaminya kan?" tanya Farhan.

"Iya ...." Surti mengangguk.

"Sekarang Mbak harusnya gak keberatan menunjukkan padanya bagaimana caranya melayani seorang lelaki di ranjang."

Surti terjebak. Dia tak mampu berdalih. Tak mungkin baginya menghancurkan kebahagiaan putrinya jika Farhan meninggalkannya.

Surti memandang wajah putrinya yang terbaring lemas. Mereka berpandangan sejenak.

"Kamu gak keberatan, Nduk?" tanya Surti kepada putrinya.

Kirana tak punya pilihan selain mengangguk tanda setuju. Dia merasa telah gagal melayani suaminya di malam pertamanya. Dan yang lebih parah lagi adalah bahwa dia tak mampu membuktikan dirinya masih perawan dan, bagaimanapun, itu aib baginya. Dia terpaksa merelakan ibunya mengajari cara melayani suaminya di ranjang.

Surti telah bertekad bulat memenuhi janjinya. Kebahagiaan putrinya lebih penting dari segalanya. Dengan sukarela dibukanya kancing kebayanya lalu dijatuhkannya ke lantai. Nampaklah buah dada montoknya di hadapan mata Farhan. Buah dada itu nampak sangat menantang meski masih terbungkus BH.

Dengan mantap Surti melepas BH-nya hingga buah dada montoknya mencuat menantang. Buah dada itu begitu montok, tetapi sudah sedikit turun. Meskipun demikian, buah dada itu tampak sangat terawat dan menantang untuk dinikmati.

Surti lalu melepas kain yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Dilepaskannya juga celana dalamnya hingga tak sehelai benang pun menutupi tubuh sintalnya. Surti siap melayani lelaki yang ada di hadapannya. Itu dilakukannya demi kebahagiaan putrinya.

Kirana terdiam memandang tubuh telanjang ibunya. Dia pasrah atas apa yang akan dilihatnya kemudian.

Perlahan Surti melangkah mendekati Farhan. Dia siap melaksanakan tugasnya. Meski tekadnya sudah bulat, tak urung dirinya merasa tegang.

Farhan mencabut tusuk konde di sanggul Surti. Rambut panjang Surti jatuh tergerai. Wajah anggun Surti berubah saat sanggulnya terlepas. Farhan memandangi wajah manis yang masih terlihat menarik itu. Surti sebenarnya lebih muda 2 tahun darinya. Perempuan itu masih pantas jadi istrinya.

Disentuhnya muka Surti lalu dilumatnya bibir perempuan itu. Surti yang awalnya menanggapinya dengan kaku mulai balas melumat bibir Farhan. Mereka berpagutan dengan serunya. Tangan Farhan tak tinggal diam, diremas-remasnya buah dada montok itu.

Surti melenguh kenikmatan. Dia mulai bernafsu melayani menantunya.

Farhan lalu melepaskan ciuman dan remasannya.

"Jongkok," perintah Farhan pada Surti yang masih berdiri tegak di hadapannya.

Surti menuruti perintah Farhan. Setelah jongkok dia bingung apa yang harus dilakukannya pada benda keras yang mengacung di hadapannya.

"Jilati terus kulum itu," perintah Farhan lagi.

Surti kaget. Dia tak biasa melakukan itu. Dia belum pernah berbuat begitu pada suaminya. Selama ini dia hanya pasang badan dalam melayani suaminya.

Dengan canggung, Surti memegang milik Farhan. Dijulurkannya lidahnya lalu perlahan menjilati benda tegang milik menantunya itu.

Farhan melenguh merasakan kenikmatan di bagian sensitifnya.

"Kamu lihat bagaimana perempuan seharusnya melayani suaminya, Dik!" ujar Farhan pada Kirana yang sejak tadi menonton adegan suami dan ibunya.Kirana hanya diam dan terus memandang apa yang dilakukan ibunya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel