BAB 2.
Di kamar, Raisa sekarang lagi merasa gelisah, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tetapi ia masih belum tidur, biasanya saja pukul 9 malam ia sudah berada dialam mimpi.
"Ais, kenapa?" tanya arsaka bingung.
"Ais- e.." ucap Raisa terhenti.
"Kenapa hm? Ngomong aja mau apa?"
"i- itu Gus, Ais nggak bisa tidur kalau nggak tidur sama kucing Ais." ucapan Raisa membuat arsaka sontak menghela nafas, ia kira istrinya tadi kenapa.
"Terus gimana?" Tanya arsaka.
"Gus, boleh minta tolong nggak? Anterin Ais ngambil kucing Ais." pinta Raisa menatap suaminya dengan muka sendu, berharap suaminya ini mau mengantarnya.
"Ais ini udah malam, bunda sama ayah pasti udah tidur." tutur arsaka dengan lembut, takut menyakiti hati istrinya.
"Gus, Ais beneran nggak bisa tidur tanpa kucing, Ais mohon ayo anterin ngambil kucing Ais, Ais takut kucing Ais belum makan dari tadi." Arsaka menghela nafas pelan sebelum menganggukkan kepalanya, menyetujui permintaan istrinya.
"Yaudah ayo tapi pake jaket, ya, ini udah malam dingin." jawaban suaminya lantas membuat Raisa dengan cepat mengangguk antusias.
****
"Mau kemana nak?" tanya Abi melihat arsaka dan Raisa baru saja keluar dari pintu utama.
"Ini Abi, Arsa izin sebentar buat ke rumah Ais mau ngambil kucing Ais, soalnya dia nggak bisa tidur tanpa kucing." ucap arsaka meminta izin.
"Yaudah sana hati-hati." arsaka mengangguk, dirinya kembali menggandeng tangan istrinya. Tadinya ia sudah memaksa istrinya untuk naik motor atau mobil tetapi Raisa menolak dengan alasan dekat, walau menurut arsaka sedikit jauh.
"is, saya berjanji akan menetapkan kamu dihati saya sebagai satu-satunya." ucapan arsaka yang tiba-tiba membuat Raisa menoleh dengan terkejut.
"Bismillah, Ais juga janji Gus, akan menetapkan Gus dihati Ais sebagai satu-satunya." balas Raisa dengan kikuk.
Jika dilain tempat, pernikahan yang tidak didasari cinta dan diawali dengan perjodohan pasti membuat mereka tidak akur. Tetapi, berbeda dengan arsaka dan Raisa mereka malah langsung akrab satu sama lain layaknya sudah saling mengenal lama.
Raisa memencet bel rumah orang tuanya dengan tidak sabaran, lampu utama sudah dimatikan mungkin halnya kedua orang tuanya sudah tertidur.
"Udah tidur mungkin is." ujar arsaka. Tapi Raisa tak gentar ia masih memencet bel tersebut sampai suara teriakan dari dalam rumah menghentikan kegiatannya.
"Sebentar." itu suara bunda Raisa.
"Bunda, ini Ais Bun." teriak Raisa dari luar.
Tak lama dari itu pintu utama terbuka, menampilkan sosok bundanya yang sudah menggunakan baju tidur.
"Loh-loh main nyelonong masuk aja." ujar bunda Raisa menatap anaknya yang berlari memasuki rumahnya.
"Ais kenapa Ar? Ayo masuk dulu bicarakan didalam." Sambungnya kepada Arsa.
"Arsa disini saja Bun, itu Ais cuma pengen ngambil kucingnya, katanya dia nggak bisa tidur kalau nggak tidur sama kucing." ucap arsaka menjelaskan.
"Kebiasaan." Gumam sang bunda, "harap dimaklumi ya ar, Ais emang gitu dari dulu" lanjutnya, yang dibalas anggukan serta senyuman manis dari arsaka.
"Ada siapa sayang?, Loh Ar? Kenapa? Sama siapa ke sini? Ais bandel ya?" Tanya ayah Raisa kepasa menantunya itu.
"Itu mas, Arsaka kesini sama Ais, nganterin Ais ngambil kucing, dia kan nggak bisa kalau nggak tidur sama kucing."
"Bun, ini tadi Abby dikasih makan nggak." tanya Raisa sembari menenteng keranjang yang sudah ada kucing kecil miliknya.
"Nggak tau lah, orang dari tadi bunda belum lihat dia." jawab bundanya.
"Ih kasian banget, kamu nggak dikasih makan ya sayang, nanti kita makan dirumah baru kamu ya." ucap Raisa, yang membuat mereka menggelengkan kepalanya secara bersamaan.
"Bun, yah. Ais pamit ya! Maafin Ais jadi ganggu kalian malam-malam begini." ucap raisa sambari menyalami kedua tangan orang tuanya, disusul arsaka yang melakukan hal yang sama.
"Nggak ganggu kok is, kalian nggak mau tidur sini aja?" tanya sang ayah yang dijawab gelengen dari arsaka.
"Nanti kapan-kapan saja ya yah" balas arsaka dengan tersenyum.
"Yaudah kalian hati-hati ya, mau ayah antar?"
"Nggak usah, Yah, terimakasih. kami pamit ya, assalamu'alaikum." Salam Arsaka.
"Wa'alaikumsalam hati-hati ya ar, jaga Ais." arsaka menjawab dengan anggukan tanpa ragu dengan senyum khasnya yang tercipta diwajahnya.
Dan mereka pun langsung pergi dan kembali ke rumah, dengan istrinya yang membawa kucing kesayangannya itu.
****
Sesampainya di rumah, Raisa membawa kucingnya ke kamar suaminya, setelah itu baru ia memberikan makanan pada kucing kesayangannya yang bernama abby. Sedangkan arsaka ia tadi izin untuk menemani sang Abi yang masih duduk di depan ndalem.
******
"Assalamu'alaikum."
"wa'alaikumsalam." balas Raisa, menoleh kearah suaminya yang baru saja memasuki kamar.
"Ais, sini!" panggil arsaka, Raisa juga langsung beranjak mendekati suaminya.
"Gus" Raisa memanggil arsaka pelan.
"hm?"
"Sebelumnya Ais minta maaf sebesar-besarnya ya Gus, jangan marah sama Ais." ucap Raisa, sambil menundukkan kepalanya.
"Kenapa? Saya nggak akan marah jika kamu tidak melakukan kesalahan."
"Maaf ya Gus, jika Gus saka saka meminta hak Gus sebagai seorang suami sekarang, mohon maaf banget, Ais belum siap Gus. Ais masih sekolah, sekali lagi Ais minta maaf Gus" ucap Raisa sembari menunduk tidak berani melihat wajah suaminya.
Arsaka yang mendengar itu sontak langsung tertawa, tangannya bergerak meraih wajah istrinya dan dengan pelan mendongakkan wajah istrinya untuk menatapnya.
"Kok ketawa?" Tanya Raisa dengan bingung, aneh saja begitu.
"Sini peluk." bukannya membalas, arsaka malah merentangkan kedua tangannya, meminta istrinya untuk masuk kepelukannya.
"Ais, Saya tidak akan meminta hak saya sebelum kamu siap, dan juga sebelum ada rasa yang tumbuh diantara kira. Kalaupun saya melakukannya sekarang, itu berarti hanyalah hawa nafsu semata, dan saya tidak ingin itu terjadi pada kita. Saya hanya ingin nanti dengan rasa yang sama, kamu sudah mencintai saya dan begitupun saya yang sudah mencintai kamu." Jelas Arsaka.
"Kita sama-sama berdoa ya is, semoga kita secepatnya didatangkan rasa saling sayang. Walaupun sekarang rasa sayang itu belum datang kepada kita, aku berharap kita bisa sama-sama berjalan mengambil rasa sayang itu." Sambungnya kembali.
Raisa mengangguk pelan diiringi tetesan air mata yang mulai turun, ia terharu dengan setiap kata yang diucapkan suaminya.
Arsaka yang menyadari bajunya basah, dengan perlahan menjauhkan tubuh istrinya, dan benar saya istrinya menangis didalam pelukannya.
"Hei, kenapa nangis?" Tanyanya dengan khawatir.
"Nggak papa Gus, Ais kira menikah karna perjodohan itu bakal rumit karena mereka tidak saling menyayangi, seperti cerita-cerita di novel yang nantinya bakal saling dingin dan cuek, tetapi ternyata menikah karena perjodohan tidak serumit itu, malahan Ais bahagia sama Gus walau baru sehari kita menikah dan mengetahui satu sama lain, kita kayak udah saling tau sejauh itu." Ucap Raisa di sela-sela tangisannya.
Arsaka hanya menggelengkan kepalanya sembari terkekeh pelan, "Dasar korban fiksi." ledeknya menoel hidung Raisa.
"Ih fiksi itu sebagian hidup ais tau!" jawab Raisa kesal.
"Hahaha, udah-udah sekarang tidur ya udah pukul 12." Ucap Arsaka, dan Raisa pun langsung mengangguk ia berjalan menuju kasur diikuti arsaka dibelakangnya.
Beberapa menit mereka merebahkan tubuhnya, denguran halus sudah terdengar ditelinga arska membuat ia tersenyum tipis, kedua matanya menatap punggung istrinya, karena posisi Raisa yang tidur membelakanginya.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam tetapi arsaka masih senantiasa menatap punggung Raisa, ia tidak bisa tidur. Sesuatu yang ia benci sampai sekarang adalah seperti ini. Dengan perlahan ia menghela nafas lalu memposisikan dirinya untuk duduk, dirinya kesal sendiri.
Menemui uminya, itu yang arsaka butuhkan sekarang. Sebelum beranjak ia menoleh kembali keistrinya yang terlihat sangat nyenyak.
Setelah cukup, dengan hati-hati dirinya beranjak tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, agar istrinya tidak terganggu. Kakinya melangkah menuju kamar umi nya yang jaraknya tak jauh dari kamar miliknya.
Tok tok tok!.
Ketukan pintu itu berasal dari tangan nakal arsaka yang mengetuk tidak sopan pintu kamar uminya dengan waktu semalam ini.
"Assalamu'alaikum, umi ini Arsa." ujar Arsaka sedikit lirih, berharap hanya uminya yang mendengarnya.
"Wa'alaikumsalam, sebentar Arsa." balasan sang umi dari dalam kamar.
"Ada apa Arsa malam-malam begini?" Tanya sang umi setelah pintu terbuka.
"Umi Arsa nggak bisa tidur." adu Arsaka dengan muka memelas, umi zaitun hanya bisa menghela nafas mendengarnya.
"Kamu minta dong ke istri kamu, kamu kan udah punya istri." balas sang umi sedikit kesal.
"Ih, Ais tidurnya munggungi Arsa umi."
"Kamu itu sekarang udah punya istri, udah besar, minta ke istri kamu pasti dia nurutin apa kata suaminya, kamu itu udah milik istri kamu bukan milik umi. Udah sekarang ayo umi bantu bicarain ke istri kamu." ucap umi zaitun sembari menggandeng tangan anaknya.
"Assalamu'alaikum,nak." ujar sang umi dengan pelan sembari tangan mengetuk pintu kamar arsaka.
"Wa'alaikumsalam, sebentar umi." balas Raisa dari dalam, yang sudah mengetahui jika itu suara sang umi.
Raisa pum segera bergegas memakai hijabnya dengan cepat, ia sedikit bingung mengapa suaminya tidak ada didalam kamar jam segini.
"Afwan nak, umi ngeganggu malam-malam ya?" Ujar sang umi setelah melihat Raisa keluar dengan wajah bingung.
(Afwan : maaf/sama-sama tapi dalam artian ini maaf ya)
"Tidak kok umi, Raisa juga baru bangun, ini juga mau nyariin Gus saka kok tidak ada dikamar, ternyata sama umi." ucap Raisa sambil terkekeh.
"Nah ini nak, Arsa nggak bisa tidur katanya, terus dia nyamperin umi deh, buat peluk dia."
Arsaka yang mendengar ucapan frontal uminya langsung melotot sembari mengkode Raisa agar tidak percaya ucapan uminya.
"Hah a- apaan engga umi bohong" elak Raisa, sambari memalingkan wajah.
"Udah deh kamu diem! Jadi gini nak Ais, Arsa itu nggak bisa tidur kalau nggak sambil dipeluk, emang dia tuh umur doang yang dewasa tapi sifat kayak anak TK." Raisa yang mendengar ucapan umi zaitun malah melongo, menatap kearah umi dan bergantian ke arah arsaka dengan wajah cengo nya sambil mengedip-ngedipkan matanya.
"lucu, gemes banget." gumam arsaka yang melihat istrinya yang menurutnya menggemaskan.
"Ada apa nih umi kok rame-rame." pertanyaan itu membuat mereka menoleh dan ternyata dari mulut Safira.
"Biasa nak, adekmu itu loh." jawab sang umi yang membuat Safira terkekeh karna udah tau jawabannya.
"Udah biasa itu mah is, dia emang gitu umur doang yang tua sifatnya masih bocil."
mendengar ucapan dari sang kakak yang sama seperti ucapan uminya tadi membuat arsaka melotot.
"Udah-udah." lerai sang umi cepat karna ia melihat akan ada pertengkaran lagi antara keduanya.
"Nak Ais, umi minta tolong, biar arsaka bisa istirahat nanti tidurnya sambil dipeluk ya, kamu kan istrinya jadi lebih berhak, masa mau sama umi terus." ujar sang umi sambil terkekeh.
"Nah is peluk yang erat ya sampe dia sesek nafas juga ngga papa, udah halal juga." ucap Safira sambil tertawa dan langsung lari masuk kamarnya.
"Udah ya, sana tidur. umi juga mau tidur kasian Abi dikamar sendirian." titah sang umi setelah itu mengusap lembut kepala Raisa.
"Umi minta tolong ya is biar Arsa istirahat juga." Raisa hanya mengangguk sambil tersenyum.
Setelah kepergian sang umi, arsaka dengan wajah malunya langsung nyelonong masuk ke kamarnya, Raisa hanya menatap suaminya, bingung.
"Gus, Gus marah sama Ais? Afwan, ya kan Ais nggak tau kalau Gus ternyata nggak bisa tidur kalau nggak di pe..." ucapan Raisa terhenti ketika merasakan jari telunjuk suaminya menempel di bibirnya.
"Diem is saya sedang malu." ujar arsaka sambil merebahkan dirinya dan membelakangi istrinya.
Raisa yang melihat itu, malah tertawa melihat kelakuan suaminya itu, ada-ada aja, pikirnya.
"Gus udah jam 1 lebih 20 menit sholat tahajud dulu yuk setelah itu tidur, kalau tidur dulu nanti nggak kebangun." ajak Raisa yang langsung diangguki suaminya.
"Masih malu nggak Gus?" ledek Raisa.
"Hustt, ambil air wudhu sana." elak arsaka, lagi-lagi Raisa tertawa.
Setelah sholat tahajud mereka langsung merebahkan tubuhnya, dan dengan permintaan uminya tadi Raisa menurutinya, sekarang posisi mereka adalah Raisa yang memeluk tubuh suaminya sambil mengelus kepala suaminya dengan tersenyum.
Tak lama Raisa juga ikut terlelap, dengan posisi yang masih memeluk tubuh arsaka.
TO BE CONTINUE.
