
Ringkasan
【Gus, manja, cengeng, bucin.×Wanita bercadar, istri, cantik+Perjodohan, cinta pernikahan+Cinta Manis,Komedi Romantis】Mencerita perjodohan seorang gus dan wanita bercadar, penuh dengan manisnya romantis, gula dan di jamin di bikin baper.
BAB 1.
"Bagaimana para saksi sah?"
"SAH."
"Alhamdulillah."
Mendengar ucapan itu, Raisa meneteskan air matanya, ia tak menyangka dirinya sudah menjadi istri diusianya yang masih 16 tahun.
"Sayang ayo turun." Raisa cepat-cepat menghapus air matanya mendengar suara bundanya, ia berbalik lalu berjalan mendekati bunda dan juga mertuanya yang berada diambang pintu.
"Bunda nggak nyangka banget kamu udah jadi istri sekarang." ujar Rina-bunda Raisa, ia menatap putri kesayangannya dengan tersenyum.
"Ais juga nggak nyangka Bun." balas Raisa.
Setelah itu mereka bertiga berjalan menuruni tangga dengan Raisa yang berada ditengah.
"Ma sya Allah anak ayah." gumam Dimas-ayah Raisa yang mampu didengar oleh arsaka, membuat laki-laki itu ikut melihat pandangan ayah mertuanya.
Menatap ke arah gadis yang sekarang sudah menjadi istrinya sepenuhnya,
"cantik" batin arsaka.
Seusai Raisa duduk disebelahnya, arsaka dan juga Raisa saling bertukar cincin memasangkan dijari secara bergantian.
"Sekarang, pihak perempuan mencium punggung tangan pihak lelaki, setelah itu pihak lelaki mencium puncak kening istrinya." pandu Dimas yang membuat Arsaka dan juga Raisa saling pandang dengan kikuk, dengan pelan tangan Raisa Mengambil tangan suaminya dengan gemetar karena ini hal pertama ia memegang laki-laki selain ayahnya.
***
"Kamu mandi dulu aja gus." ujar Raisa membuat arsaka mengangguk. Mereka sekarang berada di ndalem, karena rumah yang akan ditempati mereka berdua masih dibersihkan.
20 menit menunggu, akhirnya suaminya keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya, Raisa yang melihat itu sontak langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Astaghfirullah." gumamnya, sebelum akhirnya ia berlari memasuki kamar mandi dengan mengintip sedikit biar tidak nabrak.
Hal itu membuat Arsaka terkekeh sendiri, kepalanya ia geleng-gelengkan merasa heran dengan kelakuan istrinya yang menurutnya lucu.
Tidak lama dari itu Arsaka menoleh mendengar pintu kamar mandi terbuka, ia tersenyum pelan melihat istrinya yang keluar dengan gamis yang tak lupa hijab dan juga masih memakai cadar.
"Raisa." panggil Arsaka.
"Em, i- iya Gus ada apa?" Balas Raisa bertanya.
"Sudah wudhu?"
"Sudah Gus." Jawab Raisa.
"Yaudah pakai mukenanya, kita sholat bareng." ujar Arsaka yang membuat Raisa dengan cepat berjalan mengambil mukena yang masih berada di koper.
"Raisa apakah kamu mau sholat menggunakan cadar?" Tanya Arsaka merasa bingung melihat istrinya sudah ingin memakai mukenanya tetapi tidak melepaskan cadarnya.
"Eh maaf Ais lupa." balasnya dengan kikuk.
"Sini biar saya yang melepaskan." ucap Arsaka memposisikan dirinya dibelakang istrinya untuk melepaskan kain yang menghalangi wajah cantik gadis itu.
"Ma sya Allah." gumam arsaka dengan pelan, bahkan ia sampai termenung beberapa detik melihat wajah istrinya yang sekarang sudah tidak ada penghalang apapun, begitu sangat ma sya Allah cantiknya.
"Ayo Gus, katanya mau sholat?" Ujar Raisa, sedikit risih dipandangi seperti itu.
"E- eh, iya ayo."
Seusai melaksanakan kewajiban sholat, Arsaka membalikkan tubuhnya menghadap keistrinya. Tangan Raisa juga dengan cepat mengambil tangan suaminya untuk ia cium.
Hal itu membuat Arsaka tersenyum, ia juga menarik sedikit tubuh istrinya untuk sedikit lebih mendekat, tak lama dari itu bibir Arsaka sudah mendarat tepat dikening Raisa.
"Kita ngaji dulu ya." ucap Arsaka, yang dibalas anggukan dari Raisa.
1 jam lamanya mereka mengaji, sekarang sudah pukul 9 malam, Raisa berdiri untuk melepaskan mukenanya dibantu Arsaka.
tok tok tok!.
Mereka berdua sontak menoleh kearah pintu yang di ketuk dari luar. "Arsa, Ais kita makan dulu ayo." ujar seseorang itu.
"Iya umi sebentar, setelah ini kita nyusul." balas Arsaka sedikit berteriak.
"Kamu kalau mau keluar dulu ngga papa Gus, Ais mau pakai cadar dulu." ucap Raisa seusai melipat mukenanya.
"Sini." panggil Arsaka sambari menepuk sofa yang ada dikamar tersebut.
Raisa menurut ia mendekati suaminya sambil membawa cadar yang akan ia pakai. Seusai ia duduk, dengan cepat Arsaka mengambil alih cadar tersebut lalu memasangkan di wajah istrinya.
"pernikahan kita mungkin memang tidak didasari cinta Ais, tetapi pernikahan kita pernikahan yang pertama dan terakhir untuk kita." ucap Arsaka diiringi kecupan singkat di kening istrinya.
"Aamiin, Gus." balas Raisa.
"Yaudah yuk keluar." ajak Arsaka sembari tangan mengambil tangan istrinya untuk ia gandeng, keduanya berjalan beriringan keluar kamar.
"Sini nak." panggil umi.
"Duh, itu tangan harus digenggam terus ya ar." ucap Safira-kakak Arsaka, wanita itu belum menikah sampai sekarang karena katanya jodohnya belum datang.
"Harus dong, engga kayak anda yang dari tadi megang sendok Mulu." balas Arsaka meledek
Mendapat jawaban begitu dari sang Adik, Safira sontak langsung melototkan matanya kearah Arsaka, tidak terima.
"Awas aja kalau aku udah nikah ya! nanti aku pamerin keuwuan di hadapan kalian terus!" sarkas Safira.
"Ngomong doang nyatanya kapan?"
"Dih, nanti tungguin aja! bocah masih ingusan kek kamu aja udah berani nikahin orang." ucap Safira dengan kesal.
"Saya mah nggak pernah ingusan."
"Nggak pernah ingusan apanya, dikit-dikit nangis, ditinggal umi pergi sebentar dan nggak bilang aja Nang..." Safira terkekeh dan tidak melanjutkan ucapannya karena mendapati tatapan tajam dari sang adik.
"Udah-udah kalian itu ya ribut Mulu, sekarang makan." sahut umi menghentikan keributan.
"Kamu mau lauk yang mana is." tanya Arsaka.
"Dih sok banget, biasanya aja minta diambilin sama umi." ujar Safira.
"Sa, Raisa." panggil Safira membuat Raisa langsung mendongak, menatap kakak iparnya dengan alis yang bertautan.
"Na'am kak?"
"Nanti kalau udah tau sifat arsaka jangan terlalu kaget ya." ujar Safira sambari terkekeh.
"Dia pikirannya masih bocil." lanjutnya, yang membuat Arsaka menatapnya dengan melotot.
"Anda diem deh!" Tegas Arsaka dengan kesal, sedangkan umi dan Abi hanya menatap mereka dengan menggeleng-gelengkan kepalanya, sudah biasa terjadi
Begitu juga Raisa yang malah menatap keduanya dengan bingung, ia tidak memahami apa yang mereka pertengkarkan.
"Udah-udah sekarang makan, Raisa mau lauk apa nak biar umi yang ambilin."
"No umi!, biar Arsa yang ngambilin buat istri Arsa." ucapan Arsaka mampu membuat Safira menatapnya lebih kesal.
"Biar Ais ambil sendiri aja Gus" ujar Raisa.
"Biar saya yang ambilkan is, kamu ingin apa? ayam bakar sama sayur ya?" Raisa hanya mengangguk saja, ia merasa tidak nyaman sekarang, makan bersama orang lain yang masih asing adalah hal yang tak terduga menurut Raisa.
"Nak itu cadarnya nggak dilepas aja? kan ini sekeluarga saja, disini semuanya sudah menjadi mahram kamu, Abi ini sudah menjadi ayah kamu juga." ucapan kyai membuat Arsaka sontak menoleh ke arah istrinya.
"Gimana mau dilepas aja?" Tanya Arsaka dengan menautkan kedua alisnya. Raisa hanya membalasnya dengan menganggukkan kepalanya dengan kikuk, Perlahan tangan Arsaka bergerak membuka tali cadar yang dipakai istrinya.
"Ma sya Allah menantu umi emang cantik." puji umi, membuat Raisa menunduk malu.
"Iya umi ma sya Allah cantik banget ya." ujar Safira ikut-ikutan.
"Yaudah sekarang dimakan, setelah itu tidur udah malam."
"Iya Abi" balas mereka serempak.
Dan mereka pun kini langsung menyantap makanan mereka dengan khidmat tanpa adanya, percakapan lagi di antara mereka.
TO BE CONTINUE.
