SEKRETARIS SUAMIKU
"Mama!"
Baru saja menutupi pintu mobil dan beberapa langkah keluar area parkir. Putranya sudah memanggil dan melambai-lambaikan tangan dari kejauhan. Wanita itu tersenyum, lalu berjalan lebih cepat ke arah bocah lelaki berusia 7 tahun yang duduk di bangku sekolah dasar kelas dua tersebut.
"Bagaimana ulangannya?" tanya Dokter Megan sembari mengelus kepala putra angkatnya.
"Lumayan," jawab Brandon.
"Ayo, kita pulang! Papa bilang akan pulang terlambat hari ini," ajak Dokter Megan.
"Bukannya papa bilang masih punya libur dua hari?" protes bocah lelaki itu.
"Ya, tapi mendadak ada pekerjaan yang harus dikerjakan hari ini. Tidak apa-apa, kan?" jawab Dokter Megan dan ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Brandon.
Membimbing putranya menuju parkiran. Seorang wanita tiba-tiba mencegatnya.
"Dokter Megan, kan?" sapa wanita itu.
"Mmm?" Dokter Megan mencoba mengenali wanita di hadapannya dengan mengingat-ingat apakah keduanya saling kenal.
"Anda tidak mengenali ku?" tanya wanita itu.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Dokter Megan balik bertanya.
"Ya. Kita bertemu di pembukaan perusahaan. Aku Revi, Anda ingat?"
Begitu menyebutkan namanya, Dokter Megan langsung ingat dengannya. Ternyata wanita itu adalah karyawan di perusahaan yang dikelola oleh Baim dan yang lainnya.
Baim adalah seorang arsitek yang berani mendirikan perusahaan developer nya bersama ketiga rekan lainnya. Perusahaan itu masih terbilang baru, tapi kredibilitasnya sudah diakui oleh perusahaan besar lainnya dan beberapa kali memenangkan tender proyek besar baik di dalam maupun di luar kota.
"Oooh, iya. Rambutmu membuatmu sangat berbeda," kata Dokter Megan mengomentari model dan warna rambut blonde milik Revi.
"Ya, aku mengecatnya. Maklum, Dok. Ikutan trend," seloroh Revi agak tersipu.
"Ma, Tante ini mamanya Celine, teman sekelas ku," sela Brandon.
Dokter Megan langsung terlihat cengo. Pertama, warna rambut Revi juga seperti Tante Kamila, juga seperti sehelai rambut yang ia temukan di jaket suaminya. Kedua, bagaimana mungkin ia baru mengetahui bahwa keduanya menyekolahkan anak di tempat yang sama padahal ini adalah tahun kedua bagi Brandon dan Celine di sekolah tersebut.
Selama ini, diakui Dokter Megan ia memang tidak begitu aktif bahkan sangat jarang mengikuti kegiatan para wali murid. Arisan, kumpul-kumpul, atau apa pun itu yang biasa dilakukan oleh para sosialita wali murid, ia tidak ikut-ikutan. Jadi, mungkin itu sebabnya ia dan Revi baru kali ini bertemu di sekolah.
"Oiya? Kalian teman sekelas?" kejut Dokter Megan.
"Hu'um. Dia juara 1 terus," jawab Brandon agak kecewa. Mungkin itulah sebabnya ia selalu juara dua karena anak wanita bernama Revi ini ternyata sangat pintar.
"Ya ampun, jangan begitu Nak Brandon. Kata Celine kamu juga pinter, kok," sahut Revi.
Dokter Megan langsung mengalihkan pembicaraan. Bukan ia tidak ingin dikalahkan perihal prestasi anak, melainkan karena ia tidak ingin putranya jadi berkecil hati merasa tidak lebih pintar ketimbang anaknya Revi.
"Jadi, apa kamu masih bekerja di perusahaan itu?" tanya Dokter Megan.
"Ya. Apa Pak Baim tidak pernah bercerita? Aku sekretaris Pak Baim sejak setahun yang lalu," jawab Revi.
"Sekretaris?!" Dokter Megan tampak sangat terkejut.
Setelah terkejut karena ternyata anak mereka satu sekolah bahkan satu kelas. Kini, Dokter Megan kembali dikejutkan dengan pengakuan Revi yang ternyata sudah setahun menjadi sekretaris suaminya. Lucunya, suaminya itu bahkan tidak pernah sekalipun menyebut nama Revi, apalagi bercerita bahwa ibu satu anak tersebut adalah seorang sekretaris di perusahaan suaminya.
"Setelah perceraian, aku membesarkan putriku sendirian. Sebagai seorang sekretaris aku bekerja lebih lama ketimbang orang lain. Siang malam dan aku nyaris menyerah. Tapi suami Anda sangat pengertian. Pak Baim memberiku waktu kerja yang sangat fleksibel. Dia mengizinkan aku pulang kapan saja agar bisa menjemput putriku dan punya banyak waktu untuk putriku. Aku iri Anda memiliki suami sebaik Pak Baim," ujar Revi menceritakan tentang dirinya juga melontarkan banyak pujian untuk bos-nya yang tidak lain dan tidak bukan adalah suami wanita yang kini berdiri di hadapannya.
"Begitu, ya? Artinya, setelah ini kamu masih harus kembali ke kantor?" tanya Dokter Megan.
"Ya, begitulah. Meskipun diberikan waktu kerja yang fleksibel, aku juga tidak enak kalau meninggalkan kantor terlalu lama, Dok. Baiklah. Aku permisi, senang bertemu denganmu, Dokter Megan," pamit Revi.
Keduanya berjabat tangan sebagai tanda perpisahan. Dokter Megan masih agak bengong menatap Revi yang berjalan dengan high heels meninggalkan area parkir untuk menjemput Celine, putrinya.
Diakui oleh Dokter Megan bahwa wanita itu meskipun janda, tapi usia Revi lebih muda ketimbang dirinya. Cantik, muda, dan tentunya punya banyak waktu bersama dengan Baim. Ada rasa cemburu ditambah dengan warna rambut Revi berwarna blonde.
Malam harinya....
"Sekretarisnya diberikan waktu kerja yang fleksibel. Datang dan pulang suka-suka, tapi dia sendiri jam segini belum di rumah," gumam Dokter Megan mengeluhkan keterlambatan pulang suaminya padahal ia sudah selesai memasak untuk makan malam.
"Ma!"
Teriakkan Brandon membuyarkan lamunannya. Dokter Megan segera menyahut panggilan putranya itu.
"Mama di dapur!" sahut Dokter Megan dan tidak lama kemudian, bocah lelaki itu pun datang ke dapur.
"Bagaimana menurut Mama?" tanya Brandon menunjukkan kolese buatannya.
"Bagus," puji Dokter Megan.
"Yang bener?" Brandon tampak tidak yakin.
"Iya, itu sudah bagus. Simpan dan makanlah!" perintah Dokter Megan.
"Oke, Ma!"
Bocah lelaki itu kembali dari kamarnya setelah menyimpan kolese karyanya. Kemudian ia duduk manis di kursi menunggu makan malam disajikan.
Melihat putranya tampaknya sudah tidak sabar untuk makan karena lapar. Dokter Megan pun akhirnya memutuskan untuk memulai makan malam tanpa menunggu lagi suaminya. Akan tetapi, belum sampai keduanya makan, suaminya datang.
"Sayangku, kok cemberut?" tanya Baim.
"Kamu terlambat, Mas," jawab Dokter Megan.
Baim melirik ke arah jam dinding. Baru pukul 19.30 pikirnya dan itu masih belum terlalu malam untuk makan malam di rumah. Sayangnya, istrinya sepertinya kesal karena ia terlambat, atau kesal karena hal lain.
"Aku terlambat karena ini," ujar Baim memberikan sebuah paper bag untuk istrinya.
"Apa ini?" tanya Dokter Megan.
"Bukalah!"
Dokter Megan langsung semringah. Di dalam paper bag itu terdapat sandwich fruit kesukaannya.
"Terima kasih ya, Mas," ucap Dokter Megan sedikit berkurang rasa kesal terhadap suaminya.
"Aku mencintaimu sayangku," jawab Baim, lalu mengecup kening istrinya. Sementara Brandon langsung spontan menutup mata. Aksi bocah lelaki itu pun langsung membuat Dokter Megan dan Baim tergelak.
"Apa kalian sudah selesai makan malam?" tanya Baim padahal jika melihat ke meja, makanan di sana masih utuh.
"Kami menunggumu dari tadi," jawab Dokter Megan.
Baim langsung nyengir. Setelah putranya memimpin doa, barulah ketiganya makan dengan nikmat.
"Masakan mu seperti biasanya, Sayang. Enak dan luar biasa. Papa benar kan, Nak?" puji Baim pada istrinya yang jago masak.
"Masakan mama yang terbaik," sahut Brandon.
"Tuh, kan!" Baim setuju. "Bagaimana lehermu?" tanya Baim.
"Sudah nggak sakit," jawab Dokter Megan.
"Kalau harimu? Apakah ada sesuatu yang ingin kamu bagi pada suamimu ini? Aku siap mendengarkan," ujar Baim.
Jika suami pada umumnya cuek dengan cerita istri mereka. Tetapi tidak dengan Baim. Ia justru selalu menunggu istrinya bercerita tentang apa saja, mendengarkan dan menanggapi dengan baik. Pendeknya, Baim adalah teman bicara yang menyenangkan untuk sang istri.
"Hariku penuh dengan kejutan," jawab Dokter Megan.
"Oiya? Apa yang terjadi?" tanya Baim.
"Tadi aku menjemput Brandon. Dan aku bertemu dengan Revi," jawab Dokter Megan.
"Oh, iya memang. Anaknya juga sekolah di sana," ujar Baim. Dokter Megan mengira bahwa suaminya akan terkejut dengan ceritanya itu. Ternyata ia salah mengira. Baim bahkan terlihat tenang dan biasa saja.
"Dan mereka satu kelas," tambah Dokter Megan.
"Iya, aku tahu," jawab Baim yang lagi-lagi tidak terlihat terkejut.
"Tapi bukan itu saja," lanjut Dokter Megan.
"Ada lagi?" tanya Baim.
"Kenapa Mas nggak pernah cerita kalau Revi adalah sekretaris Mas selama setahun ini? Apa Revi pernah bepergian dengan Mas?" tanya Dokter Megan.
Kali ini, Dokter Megan yakin suaminya pasti akan sangat terkejut mendengar kalau dirinya sudah tahu ternyata Revi adalah sekretaris suaminya.
"Iya. Dia selalu bepergian denganku," jawab Baim. Untuk kesekian kalinya Dokter Megan dibuat kecele karena lagi-lagi Baim tidak terkejut sama sekali dan bahkan masih asyik mengunyah makanan.
Berbeda dengan suaminya yang biasa saja. Dokter Megan malah terpancing emosi.
"Kenapa?" tanya Dokter Megan.
"Apa yang kenapa? Lucu kamu, Sayang. Ya karena itu tugas dia sebagai sekretaris, kan? Apa masalahnya? Kami selalu bepergian bersama," jawab Baim.
Suaminya menjawab dengan jawaban umum bahwa antara Baim dengan Revi hanya sekedar bos dan sekretaris dan bepergian bersama murni untuk urusan bisnis. Jadi, ia tidak ingin memperlihatkan kecemburuannya begitu saja.
"Nggak ada masalah dengan ku. Hanya saja harga tiket pesawat dan hotelnya jadi mahal kalau berdua," selimur Dokter Megan.
"Apanya yang berdua? Kamu akan terkejut karena bukan 2 tiket yang harus dibeli, tapi beberapa," balas Baim.
"Beberapa?" tanya Dokter Megan.
"Ya, selain Revi aku juga harus pergi dengan tim. Perusahaan itu bukan tentang satu dua orang saja," jawab Baim.
"Oke, skip!"
Merasa sudah tidak punya celah lagi untuk menginterogasi suaminya. Dokter Megan pun mengakhiri obrolan keduanya. Ia bangkit dari duduknya, lalu meraih sebuah kotak Tupperware berisi asinan buatannya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Baim pada istrinya.
"Aku akan mengantar asinan mangga ke rumah Yuli. Kalian lanjutkan saja makan malamnya," jawab Dokter Megan yang pamit untuk pergi ke tetangga sebelah rumah mereka.
"Apa dia ngidam?" tanya Baim.
"Dia memintaku membuatkannya, ngidam atau nggak belum kutanyakan," jawab Dokter Megan.
Bersambung....