Tes DNA
Sebuah mobil berhenti di lobby apartemen. Achiel dan
Pak Akbar keluar dari dalam mobil itu. Tak lama kemudian
mobil itu melaju. Di lobby apartemen itu tampak berbaris
dua puluh lelaki yang mengenakan setelan jas. Mereka
menyambut kedatangan Pak Akbar dan Achiel. Pak Akbar
tampak tersenyum pada mereka lalu mengajak Achiel
untuk memasuki lobby.
Achiel tidak tahu apakah apartemen itu adalah
apartemen milik Pak Brata atau memang di apartemen itu
sengaja digunakan markas oleh Pak Akbar? Dia pun tidak
mau memusingkan itu. Dia terus saja mengikuti langkah
Pak Akbar menuju lift lalu membawanya ke lantai 50. Di
lantai 50 itu, tepat di depan pintu apartemennya, dua lelaki
yang mengenakan setelan jas berdiri di depan pintu. Dia
menyambut kedatangan mereka dengan penuh hormat lalu membukakan pintu untuk mereka.
"Mari masuk," ajak Pak Akbar.
Achiel mengangguk lalu kembali mengikuti langkah
Pak Akbar ke dalam sana. Achiel tercengang melihat
kemewahan di dalam apartemen itu. Ruangannya begitu
luas dan terdiri dari dua lantai. Semua yang ada di dalam
apartemen itu mengingatkannya pada film yang pernah
ditontonnya. Mungin lebih tepatnya ruangan yang kini
ditempatinya itu lebih pantas disebut penthouse.
"Silakan duduk," pinta Pak Akbar saat mereka tiba di
sebuah ruangan yang di hadapan sana menghamparkan
pemandangan gedung-gedung kota Jakarta melalui
dinding kaca yang di pinggirannya terdapat tabir mewah
nan elegan.
Achiel pun duduk dengan canggung. Pak Akbar pun
duduk di hadapannya. Tak lama kemudian datang seorang
pelayan menghidangkan minuman untuk mereka berdua.
Sebotol wine dan dua gelas kosong. Saat pelayan itu
hendak menuangkan wine itu ke gelas yang berada di
hadapan Achiel, lelaki itu langsung menatap pelayannya.
"Maaf, saya tidak minum alkohol," ucap Achiel bernada sopan.
"Bagaimana kalau jus?" tawar Pak Akbar.
"Boleh," jawab Achiel.
Pak Akbar pun menatap pelayannya dengan ramah. " Buatkan jus untuk tamu kita."
"Baik, Pak." Pelayan itu langsung pergi meninggalkan
mereka.
Pak Akbar pun berdiri sembari menatap Achiel dengan
lekat. "Tunggu sebentar."
Achiel mengangguk. Pak Akbar pergi ke ruangan lain.
Achiel pun menunggu sambil menatap ruangan itu dengan
takjub. Selama hidupnya, baru ini dia berada di tempat
semewah itu.
Sementara itu, Pak Akbar yang sudah tiba di ruangan
lain langsung meraih handphone-nya dan menelepon
seserorang di seberang sana.
"Halo, Pak. Anaknya sudah ada bersama saya, Pak,"
ucap Akbar pada Pak Brata.
"Sekarang urus tes DNA-nya," pinta Pak Brata. "Nanti
kalau memang dia terbukti anak kandung saya, baru
pertemukan dia dengan saya dan istri saya."
"Baik, Pak."
Akbar pun menyimpan handphonenya lalu kembali
menemui Achiel di ruangan yang tadi. Saat dia sudah tiba
di ruangan Achiel menunggunya, Pak Akbar duduk di
hadapannya sambil tersenyum ramah. Dia melihat segelas
jus untuknya sudah tersaji di hadapannya.
"Silakan diminum," tawar Pak Akbar sambil
mengangkat gelasnya yang sudah berisi wine.
Achiel mengangguk lalu meminum sedikit jusnya.
Setelah Achiel meletakkan kembali gelas jusnya, Akbar
berkata padanya. "Saya sudah menghubungi Pak Brata.
Beliau belum mau bertemu denganmu selama tes DNA itu
belum dilakukan. Nanti setelah tes DNA-nya selesai
dilakukan dan sudah ada hasil yang akurat, beliau baru
mau bertemu denganmu."
"Kenapa Bapak begitu yakin kalau saya anak kandung
Pak Brata? Sementara selama ini lbu saya tidak pernah
cerita kalau saya adalah anak angkatnya?"
"Apa beliau pernah mengatakan kalau kamu anak
kandungnya?" tanya balik Pak Akbar.
"Saya rasa itu tak perlu ditanyakan," jawab Achiel.
Pak Akbar tersenyum. "Jika dahulu saat ibu yang
merawat kamu itu masih hidup dan kamu menanyakan hal itu, mungkin dia akan menjawabnya dan atau dia sedang menunggu waktu yang tepat untuk menceritakannya, namun sayang Tuhan berkehendak lain."
"Terus kenapa Bapak bisa mencurigai saya anak
kandung Pak Brata?"
"Lebih tepatnya bukan mencurigai, tapi mendapatkan
bukti yang lebih akurat lagi."
"Jelaskan pada saya agar saya tidak menganggap ini
sebagai lelucon! Karena jika benar memang saya anak
kandung Pak Brata, ada pertanyaan yang sekarang juga
saya harus mendapat jawabannya," desak Achiel.
"Sabar," pinta Pak Akbar. "Pak Brata bukan orang
sembarang. Saya belum bisa menceritakan secara detail
kenapa saya yakin kamu anak kandung Pak Brata dan
bagaimana kisah hidup kamu bisa diasuh oleh perempuan
yang kamu panggil ibu itu sebelum hasil tes DNA keluar."
"Tolong ceritakan sekarang juga, Pak. Saya ingin tahu
segera dan tidak mau tidur tidak nyenyak karena ini. Jika
bapak tidak mau cerita, saya tidak mau dites DNA."
Pak Akbar pun tampak bingung. Akhirnya dia
menceritakan semuanya padanya.
"Ada kasus yang terkuak, tapi belum dilaporkan ke
polisi oleh Pak Brata. Kasunya diam-diam Pak Brata
mengetahui anak perempuannya yang sekarang bukan
anak kandungnya. Pak Brata yakin ada yang sengaja
menukarnya dengan bayi lain saat kamu dilahirkan. Dan
setelah didesak, ternyata yang melakukannya adalah orang kepercayaan Pak Brata. Namun dia tidak mau menjelaskan motif sesungguhnya apa. Saat ini Pak Brata mencurigai itu perbuatan adik kandungnya sendiri, paman kamu yang bernama Diharja. Menurut pengakuan orang
kepercayaannya itu dia menukar kamu dengan bayi anak
saudaranya dan kamu dibuang di perkampungan kumuh di tempat tinggalmu yang sekarang. Akhirnya Pak Brata
meminta saya untuk mencari kamu di sana. Setelah
menemukan sedikit bukti, akhirnya saya bawa kamu ke sini untuk di tes DNA," jawab Pak Akbar.
Achiel benar-benar terkejut mendengar itu.
"Lalu sekarang orang kepercayaan orang tua kandung
saya itu gimana nasibnya, Pak?"
"Setelah dia menjelaskan semuanya, tiba-tiba dia
ditemukan mati gantung diri, sepertinya ada yang sengaja
membunuhnya agar dalang dibalik itu semua tidak
diketahui oleh Pak Brata. Pak Brata sengaja menyimpan
masalah ini ke publik dan ke pamanmu sendiri. Dia ingin
menemukan kamu dulu, baru setelah itu dia akan
mengungkapnya ke pihak kepolisian dan menangkap siapa dalang di balik semua ini."
Achiel masih lemas tidak percaya mendengarnya.
"Kalau begitu lakukan tes DNA-nya sekarang biar saya
mendapatkan kejelasan."
Pak Akbar tersenyum. "Dokter pribadi dan perawat Pak
Brata sedang menuju kemari."
Achiel pun mengangguk. Dia juga ingin tahu
kebenarannya seperti apa. Tak lama kemudian dokter dan
perawat pribadi Pak Brata datang lalu mengajak Achiel ke
sebuah ruangan. Setelah yang dibutuhkan untuk tes DNA
itu itu didapatkan dari Achiel, mereka keluar dari ruangan
itu dan menemui Pak Akbar.
"Semua yang dibutuhkan untuk tes DNA sudah kami
dapatkan, Pak. Hasilnya kemungkinan akan keluar sekitar
seminggu atau dua minggu mendatang," ucap dokter itu
pada Pak Akbar.
"Baiklah,"jawab Pak Akbar.
Dokter dan perawat itu lalu pamit pergi.
Pak Akbar kembali menatap Achiel. "Mungkin
sebaiknya kamu tinggal di sini saja selama hasil tes
DNA-nya keluar, soal pakaian, saya bisa menyiapkannya
untuk kamu."
"Tidak!" jawab Achiel. "Saya harus pulang karena harus
kuliah."
"Kamu bisa kuliah dari sini."
"Saya pulang saja Pak," sahut Achiel. "Nanti setelah
hasil tes DNA-nya keluar, saya baru ke sini lagi."
"Baiklah! Ngomong-ngomong kamu kuliah di universitas mana?"
"Saya baru mendapatkan beasiswa di universitas Nusantara, Pak."
Pak Akbar terkejut mendengar itu.
"Wow!" ucap Pak Akbar tak percaya.
Universitas Nusantara adalah Universitas yang
dibangun oleh Pak Brata untuk menciptakan universitas
terbaik yang tidak kalah dengan universitas negeri di dalam maupun di luar negeri. Universitas yang diincar oleh
anak-anak orang kaya di Indonesia dan bahkan banyak juga mahasiswa dan mahasiswi yang datang dari luar negeri yang sengaja kuliah di sana karena tidak diragukan lagi kualitasnya.
Lulusan di sana banyak menciptakan pebisnis handal
dan sudah banyak yang menjadi direktur di
perusahaan-perusahaan baik di Indonesia mau pun di luar
negeri. Tidak sembarang orang bisa masuk ke sana. Selain harus memiliki nilai yang bagus, biayanya pun sangat mahal karena sebanding dengan apa yang didapatkan saat lulus nanti. Jika benar Achiel berhasil masuk ke universitas itu dengan jalur beasiswa, berarti kecerdasan Achiel di luar rata-rata, pikir Pak Akbar. Karena yang mendapatkan beasiswa setiap tahunnya hanya satu mahasiswa atau mahasiwi saja. Itu pun dipilih yang terbaik saja.
Mendengar itu pak Akbar semakin yakin jika Achiel
memang benar anak Pak Brata yang dicarinya selama ini.
Pak Brata adalah orang yang cerdas hingga dia mampu
mengembangkan perusahaannya dengan baik hingga
memiliki banyak anak cabang. Bukan hanya perusahaan,
tapi Pak Brata juga memiliki universitas yang dianggap
terbaik di Indonesia.
"Bagus! Kau bukan sembarang orang jika berhasil
mendapatkan beasiswa di sana," puji Pak Akbar.
Achiel pun tersenyum mendapatkan pujian itu. "Kalau
begitu, saya boleh pamit pulang?"
"Boleh," ucap Pak Akbar. "Tapi saya harus menyimpan
nomor handphone kamu dulu untuk mengabari hasilnya
nanti. Setelah itu saya suruh sopir saya untuk
mengantarkan kamu pulang."
"Tidak perlu diantar, Pak. Saya pulang sendiri saja,"
ucap Achiel. Dia tidak mau orang kampungnya heran
melihatnya diantar oleh supirnya.
Achiel pun memberitahukan nomor handphone-nya
pada Pak Akbar, setelah itu dia pamit pergi dengan sejuta
rasa penasaran akan hasil tes DNA-nya nanti.
Saat pulang menaiki ojek online, Achiel masih
memikirkan alasan Pak Akbar hingga akhirnya yakin kalau
dia adalah anak kandung orang terkaya nomor tiga se
Indonesia itu. Jika memang benar begitu, berarti
perempuan yang dipanggilnya Emak itu bukan ibu
kandungnya. Achiel semakin rindu dengan mendiang
ibunya itu, bagaimana pun dia sangat menyayangi Achiel
selama ini. Achiel pun berpikir betapa jahatnya keluarga
kandung Pak Brata hingga tega memisahkan anak
kandungnya dan menggantinya dengan anak orang lain.
Pak Brata dan istrinya pasti terpukul. Achiel pun akan
sangat terpukul jika nanti hasil tes DNA-nya ternyata akurat. Saat ini dia tidak ingin terlalu memikirkan itu karena semuanya belum mendapatkan bukti yang valid.
Saat Achiel sudah turun dari ojek online di depan gang
menuju rumahnya. Dia melihat Nita - perempuan yang
selama ini dicintainya sejak kecil itu turun dari mobil sedan setelah dibukakan pintu oleh lelaki yang seumuran
dengannya. Achiel tampak menahan rasa cemburunya.
Pakaian yang dikenakan lelaki itu terlihat seperti pakaian
branded. Achiel yakin lelaki itu orang kaya. Mungkin ayah
Nita yang terkenal sebagai bos preman di perkampungannya itu telah merestui lelaki itu untuk dekat
dengan anak gadisnya. Makanya Nita bisa bebas berjalan denganya. Pikir Achiel.
Saat mobil sedan yang menurunkan Nita sudah pergi,
langkah Nita terhenti ketika mendapati Achiel tengah
menatapnya. Achiel pun segera memalingkan wajah lalu
buru-buru berjalan memasuki gang menuju kontrakannya.
Nita mengikuti langkahnya dengan pelan karena jalan
menuju rumahnya harus melewati gang itu juga.
Tak lama kemudian langkah Achiel terhenti. Nita yang
berjalan di belakangnya ikut berhenti dengan heran.
"Tadi itu siapa? Cowok baru kamu? tanya Achiel tiba-tiba yang masih memunggunginya.
"Ngapain pengen tahu? Mau cowok aku atau bukan, itu
urusanku," tegas Nita yang tampak menyimpan benci
padanya.
Achiel pun berbalik badan lalu menatap wajah Nita
dengan lekat.
"Aku udah memperjuangkan kamu mati-matian, tapi
kamu malah lebih ngedengerin bapak kamu dibanding aku," ucap Achiel yang terlihat kecewa padanya.
"Kamu yang nggak mau memperjuangkan aku!" kesal
Nita. "Baru diancem Bapak dikit aku aja gara-gara kita
ketahuan pacaran pas SMA, kamu malah jauhin aku dan
mutusin aku."
"Aku nggak jauhin kamu dan mutusin kamu!" bela
Achiel. "Aku cuman pengen kita jauhan sementara sampai
waktunya tiba! Karena gimana pun kita masih sekolah!"
"Itu sama aja mutusin aku!"
Tak lama kemudian dua preman anak buah Ayahnya
Nita datang. Mereka heran melihat Achiel ada bersama
Nita.
"Heh! Ngapain lo?! Lo gangguin anak bos gue lagi?"
tanya preman itu kesal pada Achiel.
Achiel langsung meninggalkan mereka di sana tanpa
menjawab pertanyaan dua preman itu. Dua preman itu
tampak kesal lalu menendang Achiel dari belakang hingga
Achiel tersungkur kesakitan. Achiel pun berang lalu
menyerang dua preman itu dengan brutal hingga mereka
berdua babak belur dan memohon ampun.
"Berenti!" teriak Nita.
Achiel yang hendak memukul wajah preman-preman
itu langsung berhenti dan melepaskan mereka. Kemudian
dia mengelap darah di keningnya lalu meninggalkan
mereka menuju kontrakannya.