Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kedatangan Orang Tak Dikenal

Di sebuah toko kawasan Kota Tua Jakarta, Achiel

sedang mengangkut karung-karung beras dan beberapa

dus-dus besar berisi barang belanjaan ke dalam mobil bak

milik pelanggan Ko Ahong yang setiap sebulan sekali

berbelanja di sana dan akan dijualnya kembali di tokonya.

Masih ada tiga karung beras dan lima kardus besar lagi

yang belum dinaikkannya ke dalam mobil bak itu.

Saat Achiel hendak mengangkat sekarung beras,

tiba-tiba Ko Ahong datang dengan wajah kesalnya.

"Dari tadi belum kelar juga? Itu pelanggan saya yang

lain udah pada nunggu buat dimasukkan juga

barang-barang belanjaan mereka ke mobilnya! Kamu bisa

kerja cepat nggak sih?"

Achiel menahan sabarnya, dia pun berusaha sabar

akan teriakan Ko Ahong yang memekakkan telinganya itu

dan menjadi perhatian para pengunjung di tokonya itu.

Achiel pun mengangkat sekarung beras itu lalu

menaikkannya ke dalam mobil bak tanpa menggubris

teriakannya.

Ko Ahong kian kesal. "Heh! Kalau saya ngomong

dengerin dulu! Kamu pikir kamu siapa? Kamu masih mau

kerja di sini nggak? Kalo nggak mau pulang aja! Dasar tidak tahu diuntung! Sudah dikasih kerjaan malah nggak sopan!"

Akhirnya kesabaran Achiel menghilang. Achiel pun

membanting karung beras itu ke dalam mobil bak hingga

membuat mobilnya berguncang. Achiel berjalan mendekati Ko Ahong dengan geram lalu menarik kerah bajunya dengan wajah kesal.

"Saya ini bukan binatang, Ko! Saya manusia!" kesal

Achiel. "Koko pikir ngangkut barang-barang seberat ini bisa diangkut dengan mudah? Apalagi saya kerja sendiri!"

Ko Ahong pun semakin geram lalu berusaha

melepaskan tarikan tangan Achiel.

"Lepasin! Saya pecat kamu!"

"Pecat aja! Ko pikir saya nggak bisa kerja di tempat

lain? Hah?" teriak Achiel.

Achiel pun mengepalkan tangan kirinya seperti hendak

meninju wajah Ko Ahong yang menyebalkan itu.

Boni yang bekerja di toko sebelah langsung menarik

Achiel hingga tarikan tangannya pada kerah baju Ko Ahong terlepas.

"Udah, Chiel! Udah!"

Achiel pun melepas tarikan tangan Boni lalu berjalan

meninggalkan kawasan toko itu sambil menahan kesalnya.

"Lo saya pecat! Lo nggak boleh lagi kerja di sini!" teriak

Ko Ahong.

Achiel tidak memperdulikan teriakannya. Dia mencoba

mengatur napasnya dengan berat agar emosinya mereda.

Dia baru saja kehilangan ibunya karena terkena demam

berdarah. Hari-harinya sedang berat, untuk itulah kali ini dia tidak dapat menahan emosinya. Biasanya Achiel tidak peduli akan teriakan Ko Ahong yang setiap hari memekakkan telinganya itu, tapi kali ini dia sudah tidak dapat menahannya lagi. Kesabarannya sudah hilang. Dia tidak peduli sudah dipecat di toko itu.

Tiba-tiba Boni datang mengejarnya.

"Achiel!!"

Langkah Achiel terhenti lalu menoleh pada Boni. "Apaan?!"

"Lo balik lagi aja ke toko, Chiel. Lo minta maaf sama

Ko Ahong! Ko Ahong pasti nerima lo lagi! Lo kan tahu

gimana Ko Ahong selama ini! Dia itu mesti galak, tapi

orangnya baik! Dia nggak bener-bener serius mecat lo Chiel" pinta Boni sahabat karibnya yang tinggal sekampung dengannya sejak kecil itu.

"Kagak! Gue udah kagak mau kerja sama dia lagi! Titik!" tegas Achiel.

Achiel pun kembali berjalan menuju tempat tinggalnya

di kawasan kumuh kota Jakarta itu. Boni tampak tidak bisa berbuat apa-apa lagi, akhirnya dia kembali ke Tokonya. Ya, sudah lama Achiel bekerja di toko Ko Ahong, sejak dia masih SMP dulu. Setiap pulang sekolah Achiel selalu bekerja di sana demi untuk mendapatkan uang tambahan agar bisa membeli buku-buku yang diingankannya, karena Ibunya sebelum meninggal hanya berjualan nasi uduk di depan kontrakannya saja. Itu pun kadang tidak bisa untuk membayar uang sekolahnya. Achiel lah yang kadang membayar uang tunggakan sekolah dari bekerja serabutan di sana-sini hingga dia bisa lulus SMA seperti sekarang.

Achiel memang hobby membaca. Di kontrakannya

dipenuhi buku-buku yang dia beli dari toko buku bekas. Tak jarang dia sengaja membeli buku baru di toko buku.

Impiannya setelah lulus SMA itu dia ingin bisa memasuki

universitas Nusantara dan setelah lulus di sana bisa

menjadi pebisnis handal. Universitas Nusantara adalah

universiats terbaik saat itu yang menelurkan mahasiswa

dan mahasiswi menjadi pebisinis handal. Achiel pun sudah mengikuti tes masuk jalur beasiswa ke universitas itu. Sekarang dia tengah menunggu pengumumannya. Dia tidak tahu apakah bisa diterima atau tidak, karena untuk bisa masuk ke sana harus dengan nilai yang terbaik dan setiap tahunnya hanya menerima satu murid saja yang mendapat jalur beasiswa.

Achiel berpikir memang sudah waktunya berhenti

bekerja di toko Ko Ahong. Sekarang dia sudah lulus SMA,

dia bisa melamar bekerja di tempat yang layak dan baik

untuknya. Apalagi jika seandainya nanti dia lulus tes jalur

beasiswa, bagaimana pun dia harus bisa sembari bekerja

untuk menghidupi dirinya yang sudah hidup sebatang kara

itu. Ayahnya meninggal sejak dia dilahirkan dan ibunya

baru saja meninggal karena terkena demam berdarah.

Saat Achiel sudah tiba di depan pintu kontrakannya

yang kecil itu, tiba-tiba seorang ibu-ibu bernama Bu Minah

berlari ke arahnya sambil membawa sebuah amplop kecil.

"Achiel!"

Achiel menoleh pada Bu Minah dengan heran.

"Kenapa, Bu?"

"Ada surat dari pos buat kamu!" ucap Bu Minah yang

kini sudah berada di hadapannya. Bu Minah pun

menyerahkan suratnya itu pada Achiel. Achiel

menerimanya dengan heran.

"Terima kasih, Bu," ucap Achiel.

Bu Minah pun pergi. Achiel membuka pintu kontrakannya lalu masuk. Saat dia sudah duduk di ruang depan kontrakannya yang sederhana itu, dia pun terkejut melihat di permukaan amplop tertulis surat dari Universitas Ternama impiannya selama ini.

"Universitas Nusantara?"

Achiel memang iseng mengikuti tes beasiswa yang

diadakan oleh SMA tempat sekolahnya dulu. Dia tidak

berharap banyak akan itu karena yakin tidak akan bisa

diterima di Universitas yang hanya bisa dimasuki oleh

orang-orang kaya itu. Achiel gemetar membuka surat itu.

Saat berhasil membukanya, dia terbelalak ternyata

dinyatakan lulus tes memasuki universitas ternama itu di

jurusan manajemen bisnis dan akan mendapatkan

beasiswa penuh.

Achiel bergegas berlari menembus gang-gang sempit

untuk menuju pemakanan tempat ibunya yang baru saja

disemayamkan di sana. Saat dia sudah tiba di dekat batu

nisan ibunya itu, mata Aciel berair haru.

"Emak! Achiel dapet beasiswa, Mak! Ini semua berkat

doa-doa Emak di surga! Achiel janji akan jadi anak sukses

seperti yang Emak inginkan selama ini."

Achiel pun terisak di hadapan batu nisan mendiang

ibunya itu. Dia masih tidak percaya akan mendapatkan

keajaiban itu. Saat Achiel kembali pulang menuju

kontrakannya dan saat dia sudah memasuki gang sempit

menuju kontrakannya, dia melihat seorang lelaki kekar

berpakaian kaos hitam dan menggunakan celana jeans

yang tiba-tiba berjalan di belakangnya itu seperti tengah

mengikutinya.

Achiel pun mencoba berbelok untuk membuktikan

apakah lelaki kekar itu benar-benar sedang mengikutinya

atau tidak. Ternyata saat berkali-kali berbelok ke gang-gang perkampungan kumuh itu, lelaki kekar itu masih mengikutinya. Achiel curiga kalau mereka adalah orang suruhan Ko Ahong yang ingin memberinya pelajaran. Di saat seperti itu Achiel tidak ingin memiliki masalah. Dia harus fokus menyiapkan diri untuk kuliah di universitas impiannya itu. Dia tidak ingin menambah daftar musuh dalam hidupnya. Achiel pun bergegas berlari untuk menghindarinya. Ternyata lelaki kekar itu mengejarnya. Achiel pun berlari kian kencang agar berhasil kabur darinya.

Saat Achiel berhasil keluar gang dan tiba di jalanan

agak besar, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapannya. Empat lelaki kekar lain keluar dari dalam mobil itu. Achiel hendak berbalik, rupanya lelaki kekar yang mengikutinya tadi sudah menghadang di hadapannya. Kini Achiel terdesak. Achiel pun langsung ancang-ancang untuk mengeluarkan ilmu silatnya yang diajarkan salah satu warga di kampungnya itu.

"Mau apa kalian?" tanya Achiel heran. "Gue nggak ada masalah sama kalian!"

"Sabar!" ucap seseorang lelaki yang mengejarnya tadi.

Achiel yang masih menyangka mereka komplotan

preman yang disewa Ko Ahong untuk memberi pelajaran

padanya itu kian geram.

"Gue udah nggak ada urusan lagi sama Ko Ahong? Gue

udah dipecat di sana dan nggak akan kembali lagi kerja di

sana!" tegas Aciel yang masih bersiap melawan mereka.

"Kita nggak kenal siapa ko Ahong dan nggak ada

hubungan dengannya," jawab lelaki kekasr itu. "Kita ke sini

buat jemput kamu karena ada yang ingin ketemu kamu dan bicara serius sama kamu. Ini penting, masalah keluarga kamu."

Achiel mengernyit. "Keluarga gue udah nggak ada! Gue

hidup sendiri di kampung ini! Bokap dan nyokap gue udah

meninggal semuanya!"

"Masih ada dan kalo kamu pengen tahu yang

sebanarnya, ayo ikut kami," pinta lelaki itu.

Achiel pun tidak mudah percaya. Dia pun langsung

menyerang ketiga lelaki kekar itu dengan ilmu silat yang

dia miliki, tanpa butuh waktu lama, kelima lekaki kekar itu

kini tumbang, terkapar kesakitan di sekitar mereka.

"Pergi kalian dari sini sebelum kalian semua mati!!" tegas Achiel.

Tak lama kemudian keluar seorang lelaki berumur 40

tahunan dari dalam mobil. Dia mengenakan setelan jas

yang rapih dan menggunakan kaca mata hitam. Achiel pun bersiap untuk menyerangnya karena khawatir lelaki itu

akan membalas perlakuannya yang sudah membuat anak buahnya babak belur itu.

"Sabar," pinta lelaki itu. "Kita ingin menemui kamu dengan baik-baik."

"Siapa kalian? Ada urusan apa kalian sama gue?" tanya Achiel dengan heran.

"Saya tidak dapat menjelaskannya di sini. Jika ingin

tahu apa tujuan kami, ikut kami..." pinta lelaki berumur 40

tahun itu. "Yang jelas, tujuan kami ini tidak akan

mencelakai kamu."

"Gue nggak percaya! Pergi kalian dari sini!" tegas

Achiel.

Karena tidak ada pilihan lain, lelaki berumur 40 tahun

itu akhirnya memberitahukan maksud kedatangan mereka

padanya.

"Perkenalkan, saya Akbar. Saya orang kepercayaannya

Bapak Brata," ucap Akbar pada akhirnya. "Selama ini Bapak Brata telah kehilangan anak kandungnya. Mengenai bagaimana anak kandungnya itu hilang, saya belum bisa ceritakan semuanya ke kamu. Namun dugaannya sekarang, kamulah anak kandung Pak Brata yang hilang itu dan karena itulah saya mencari kamu di sini untuk menguatkan buktinya."

Achiel tertawa mendengar itu. "Bapak kandung saya udah ninggal, Om. lbu saya juga barusan udah ninggal. Bapak jangan ngarang! Mau dibuktiin dengan bukti apapun juga nggak bakal kebukti, Om!"

Akbar tersenyum mendengar itu. "Jadi gini, nanti akan saya ceritakan semuanya kenapa saya yakin itu kamu anak Pak Brata. Untuk membuktikannya kamu harus bersedia untuk tes DNA. Nanti kalo hasil tes DNA-nya akurat, berarti kamu anak kandung Pak Brata dan setelah itu akan saya ceritakan semuanya sama kamu bagaimana ini semua bisa terjadi."

Achiel pun tetap tidak percaya. "Memangnya Pak Brata

itu siapa?"

"Pak Brata itu adalah orang terkaya ketiga di Indonesia " jawab Akbar.

Achiel terbelalak mendengar itu. "Orang terkaya ketiga di Indonesia?"

Akbar mengangguk sambil tersenyum padanya. Achiel

masih tidak percaya mendengar itu. Dia pun memperhatikan Akbar dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu memperhatikan para bodyguard yang mengelilinginya yang kini sudah berdiri sambil menahan sakit akibat serangannya pada mereka. Melihat tampang mereka, tidak mungkin mereka suruhan Ko Ahong.

"Ikut kami jika ingin mendengar bagaimana semuanya

ini bisa terjadi," ucap Akbar sekali lagi.

Akhirnya karena percaya mereka bukan suruhan Ko

Ahong dan yakin mereka utusan dari Pak Brata karena

Achiel tidak memiliki masalah dengan siapapun kecuali

dengan Koko itu, dia pun penasaran dengan apa yang

dibicarakan Pak Akbar itu. Achiel akhirnya bersedia

mengikuti mereka dengan menaiki mobil yang sudah

terparkir di sana. Mobil itu akhirnya membawa Achiel pergi.

"Benar kah saya anak kandung orang terkaya ketiga di

Indonesia? Jika benar, siapa ibu yang merawat saya

selama ini dan kenapa saya bisa dibesarkan di

perkampungan kumuh ini?" tanya Achiel ebingungan

dalam hatinya di dalam mobil yang masih membawanya

menembus jalanan kota Jakarta itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel