Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Achiel Dan Puluhan Preman

Saat Achiel tiba di depan kontrakannya, dia melihat

Boni duduk di depan pintu seperti tengah menunggunya.

Boni pun berdiri saat mendapati Achiel datang.

"Lo kemana aja, Chiel? Kata tukang sayur tadi dia

ngeliat lo dibawa orang naik mobil? Lo mau ngelamar jadi

bodyguardnya orang kaya?"

Achiel kaget mendengar itu. "Nggak," jawab Aciel lalu

bergegas memuka pintu.

Achiel pun masuk ke dalam dikuti Boni. Mereka duduk

di ruang depan kontrakan itu. Tumpukan buku yang sudah

selesai dibaca Achiel terlihat memenuhi ruangan kontrakan sempit itu. Achiel menyandar dengan bingung. Banyak hal terjadi di hari itu secara bersamaan. Dia pun belum ingin bercerita mengenai tes DNA itu karena kebenarannya belum terbukti. Achiel tidak mau kabar itu sudah tersebar dan membuat orang di perkampungan itu heboh sementara hasilnya nanti ternyata tidak akurat.

"Soal Ko Ahong..."

"Gue nggak bakal mau kerja sama dia lagi," sela Achiel.

"Gue bakal cari kerjaan di tempat lain aja."

Boni terdiam. Tak lama kemudian Achiel

mengeluarkan surat dari universitas di kantong celananya.

Boni heran melihatnya.

"Itu apaan?"

"Surat dari universitas," jawab Achiel.

Boni terbelalak. "Lo lulus beasiswa?"

Achiel mengangguk. Boni sangat senang mendengarnya.

"Akhirnya lo kuliah juga, Chiel!" senang Boni.

"Alhamdulillah, akhirnya gue masuk masuk ke sana

diterima di jurusan Manajemen Bisnis."

"Moga impian lo jadi pengusaha sukses tercapai ya,

Chiel," doa Boni. Ya, Boni tahu selama ini Achiel memiliki

pemikiran yang luar biasa soal bisnis. lde-ide bisnis yang

kerap dilontarkan Achiel padanya sangat bagus, namun

karena keterbatasan ekonomi, itu hanya menjadi topik

pembicaraan hangat saja meski pun Boni suka malas

mendengarnya. Menurutnya itu terlalu halu untuk dibahas

melihat kondisi hidup mereka yang pas-pasan.

"Aamiin."

"Udah lo kuliah aja, kagak usah kerja! Lo kan dapet

beasiswa?"

"Lo pikir dapet beasiswa bisa ngasih gue makan juga

sama bayarin kontrakan gue juga?" tanya Achiel. "Beasiswa itu cuman untuk biaya kuliah aja, Bon. Buat makan sama kontrakan gue tetep harus kerja."

"Kalo gitu balik aja ke tokonya Ko Ahong. Tadi dia

minta gue buat bujukin lo kerja di sana lagi," pinta Boni.

"Ngapain? Dia kan udah mecat gue?"

"Lo kan tahu gimana mulutnya Ko Ahong? Tadi itu dia

marah-marah sama lo karena lagi ada masalah pribadi. Dia bilang nyesel udah ngelampiasin ke elo."

"Kagak! Gue kagak bakal kerja di sono lagi" tegas Achiel.

Tak lama kemudian mereka sama-sama diam. Achiel teringat peristiwa tadi bersama Nita.

"Tadi gue ketemu Nita, dia abis jalan sama cowok,"

ucap Achiel tiba-tiba.

"Gue udah sering liat kok," jawab Boni.

Achiel mengernyit. "Lo sering liat kok nggak ngasih

tahu gue?"

"Ngapain gue ngasih tahu lo? Lo kan udah putus sama

dia? Udah lah! Bapak Suripto si bos preman itu kagak

pernah setuju lo pacaran sama anaknya! Lo bukan

siapa-siapa, Chiel. Kecuali kalo lo orang kaya! Pak Suripto

pasti bertekut lutut sama lo. Pasti dia ngebebasin lo buat

macarin anaknya."

Achiel terdiam mendengar itu. Mendengar itu tiba-tiba

dia berharap hasil tes DNA-nya akurat. Jika terbukti dia

anak kandungnya Pak Brata orang terkaya nomor tiga se

Indonesia itu, Pak Suripto pasti akan berbalik baik padanya. Tapi sejak dia melihat Nita diantar sama lelaki yang tidak kenalnya itu, kini dia semakin ingin melupakan gadis itu. Meski nanti terbukti dia anak kandung orang terkaya nomor tiga se Indonesia itu, Achiel tak akan berharap lagi untuk bisa kembali pada Nita.

Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu.

Achiel dan Boni heran. Achiel pun bangkit lalu bergegas

membuka pintu. Tiba-tiba sebuah tangan menariknya

keluar lalu tak lama kemudian puluhan preman langsung

mengeroyoknya dengan brutal. Achiel yang tidak tahu

kedatangan mereka itu tampak tidak bisa berkutik dan

tidak bisa melawan mereka karena mereka berjumlah

banyak.

Boni yang melihat itu langsung berusaha menolong

Achiel, namun dia pun ternyata bernasib sama seperti

Achiel. Puluhan preman itu kini memukul mereka berdua

dengan brutal.

"Berhentiiil"

Suara teriakan itu membuat puluhan preman itu

berhenti memukuli Achiel dan Boni. Mereka tampak takut

saat tahu yang meneriaki mereka adalah Pak Haji Muchtar.

Guru silat Achiel dan anak-anak di perkampungan itu yang

cukup disegani oleh Pak Suripto. Para preman itu langsung berlarian meninggalkan Achiel dan Boni.

Pak Haji Muchtar menatap Achiel dengan kesal.

"Lo ikut gue!" ucapnya pada Achiel. Pak Haji muchtar

pun menatap Boni. "Dan lo pulang sono ke rumah lo!"

"lya, Pak Haji." Boni pun langsung pergi meninggalkan

mereka sambil menahan sakit kaki dan di kepalanya.

Sementara Achiel berusaha bangkit sendiri lalu

mengikuti langkah Pak Muchtar menuju rumahnya. Saat

mereka sudah tiba di halaman rumah Pak Haji Muchtar

yang sering dijadikan tempat latihan silat itu, langkah Pak

Muchtar terhenti lalu berbalik badan sambil menatap

Achiel dengan kesal.

"Gue udah bilang, lo berenti berurusan sama

preman-preman itu! Lo kagak kapok waktu digebukin pas

ketahuan pacaran sama anak gadisnya dulu?" teriak Pak

Muchtar dengan amarah.

"Maaf, Pak Haji. Tadi itu tiba-tiba dua preman anak

buah Pak Suripto nendang saya dari belakang. Karena

mereka nendang saya duluan akhirnya saya lawan. Soalnya

saya nggak salah sama mereka," bela Achiel.

"ltu karena lo deketin Nita! Gue udah tahu lo tadi

ketemu Nita di depan gang kan?"

"Tadi itu nggak sengaja ketemu, Pak Haji," jawab

Achiel.

"Tapi lo ajakin dia ngomong kan?"

Achiel terdiam karena terdesak.

Pak Muchtar pun menarik napas lalu

menghembuskannya. "Sekarang terserah lo! Kalo masih

nggak nurut sama gua! Kalo lo masih mau deketin anaknya bos preman itu! Ada apa-apa gue nggak mau bantu lo lagi! Sekarang lo pulang dan urus bonyok-bonyok lo itu!"

"lya, Pak Haji," jawab Achiel.

Pak Haji Muchtar pun masuk ke dalam rumahnya.

Achiel pun kembali melangkah menuju rumahnya sambil

menyimpan dendam pada puluhan preman itu yang telah

membuat dirinya babak belur di hari itu.

***

Esoknya, Achiel memasuki gerbang kampus Nusantara

yang luas itu. Dia tidak melihat mahasiswa dan mahasiswi

lain yang berjalan dari gerbang menuju gedung-gedung

fakultasnya itu. Semua mahasiwa dan mahasiswi yang

datang tampak mengendari mobil masing-masing.

Sebagian ada yang diantar oleh supir pribadi. Achiel

berpikir cuman hanya dia yang menggunakan kendaraan

umum ke sana.

Dia kembali teringat bagaimana susahnya saat

mengikuti tes jalur beasiswa di kampus itu, Achiel harus

menyelesaikan lembar-lembar soal yang tebal, belum lagi

dia harus presentasi ide bisnis yang akan dia kembangkan

di masa mendatang pada para penguji di hadapannya.

Jurusan yang diambilnya mengharuskannya memiliki visi

dan misi yang jelas sebelum memasuki universitas itu.

Mahasiswa yang hendak masuk harus membawa sebuah

ide bisnis yang brilian yang bisa dikembangkan dan

diwujudkan saat lulus kuliah nanti.

Achiel mengajukan sebuah ide untuk membuat

aplikasi khusus yang di dalamnya memiliki segala macam

pengetahuan yang dibutuhkan dari berbagai bidang profesi yang dapat mendukung terwujudnya profesi itu bagi orang yang memiliki bakat terpendam dan tidak dapat mewujudkannya karena sebuah keterbatasan.

Saat mengklik bidang profesi yang mereka inginkan,

maka di sana ditemukan berbagai hal informasi baik

berupa artikel, buku-buku, video pengajaran dan lainnya

yang akurat dan terbaik dalam satu tempat, hingga dengan begitu mereka tak perlu lagi harus mencari-carinya di internet satu per satu.

Di dalam aplikasi itu juga terhubung dengan

perusahaan-perusahaan yang bisa menerima mereka

bekerja di sana atau menjadi tempat mereka untuk

mewujudkannya. Hingga orang-orang yang terjebak pada

profesi yang salah bisa menemukan kembali bakat

terpendamnya dan bisa menjadi titik balik untuk memulai

apa yang sebenarnya mereka inginkan selama ini. lde itu

rupanya diterima dan menjadi alasanya untuk

mendapatkan beasiswa di sana.

Tak lama kemudian dia melihat sebuah mobil sedan

yang kemarin mengantar Nita ke depan gang. Saat

memperhatikannya, Achiel terkejut melihat ada Nita di

dalamnya.

"Apa Nita kuliah di kampus ini juga?" tanya Achiel

heran. "Kalo dia kuliah di kampus ini, gimana caranya?

Yang dapet beasiswa kan cuman satu orang tiap tahunnya? Kalo dibiayain sama bapaknya, mana mungkin bapaknya mampu ngebiayainnya?" Achiel pun tak mau memusingkan itu. Dia pun terus berjalan menuju sebuah gedung pertemuan yang diagendakan hari itu akan ada pertemuan dengan pemilik kampus Nusantara untuk mahasiswa baru.

Saat dia sudah tiba di pintu masuk gedung pertemuan

yang dihadiri oleh mahasiswa dan mahasiwi baru saja itu,

dia melihat Nita melangkah masuk bersama lelaki yang

kemarin mengantarnya ke depan gang rumahnya itu. Achiel pun berusaha tidak peduli dan ingin tahu. Dia tidak ingin punya masalah dengan anak buah ayahnya lagi. Dia pun melangkah untuk memasuki gedung itu yang diawasi oleh panitia dari kakak-kakak seniornya.

"Tunggu!" panggil kakak seniornya.

Achiel berhenti melangkah. Kakak seniornya

memperhatikan pakaian yang dipakai Achiel.

"Lo beneran mahaiswa baru di sini?"

Achiel pun tidak menjawab pertanyaannya malah

menunjukkan bukti surat kelulusan mendapatkan beasiswa pada kakak senior yang menjadi panitia itu. Kakak seniornya itu malah tersenyum menjengkelkan.

"Pantesan! Anak beasiswa!" ucap kakak seniornya

pada temennya.

Achiel merasa terhina mendengar itu dan melihat

senyumnya seperti merendahkan itu.

"Pantesan kenapa?" tanya Achiel menunjukkan wajah

emosinya. "Emang kalo gue anak beasiswa kenapa?"

"Lo berani sama senior?" tantang kakak seniornya itu.

"Ngapain gue takut? Yang ngebiayain gue kuliah di sini

bukan elo kok!"

Kakak senior itu mendekati Achiel untuk

menamparnya. Tiba-tiba temannya mengingatkan bahwa di belakang sana pemilik universitas Nusantara sudah datang dan baru keluar dari dalam mobilnya. Mereka pun bersiap untuk menyambut kedatanganya. Achiel pun melihat ke arah mobil yang baru datang itu. Dua bodyguard membukakan pintu untuknya. Lelaki berumur 45 tahun tiba-tiba keluar dari dalam mobil ditemani seorang perempuan yang umurnya terlihat hampir sama.

"Pak Brata meski umurnya udah 45-an masih kelihatan

muda, ya?" celetuk kakak seniornya pada temannya.

"lya, namanya juga orang kaya! Orang terkaya nomor

tiga se Indonesia," sahut temannya.

Achiel terbelalak mendengar itu. "Pak Brata? Apa dia

yang dimaksud Pak Alex ayah kandung gue itu?"

Saat Achiel masih terngaga itu, Pak Brata dan istrinya

yang bernama Ningrat itu melewatinya sambil tersenyum

pada orang-orang yang menyambutnya ramah.

"Kayaknya nggak mungkin mereka orang tua kandung

gue," ucap Achiel dalam hatinya dengan tidak percaya.

Namun meski begitu, dia penasaran ingin segera tahu hasil tes DNA-nya nanti seperti apa.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel