Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sebuah Kabar

Achiel kini duduk bersama mahasiswa dan mahasiswi

baru yang berjumlah ratusan di auditorium itu. Di hadapan

mereka berdiri Pak Brata yang tengah memberi pidatonya

pada seluruh mahasiswa dan mahasiwinya.

"Saya membangun universitas ini bertujuan untuk menciptakan generasi-generasi baru yang memiliki visi misi untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang kurang beruntung di luar sana. Dengan banyaknya pebisnis unggul yang mampu membangun perusahaan-perusahaan besar, maka jumlah pengangguran di Indonesia akan berkurang dan mudah-mudahan Indonesia suatu saat nanti malah bisa menarik pekerja asing karena seluruh rakyatnya sudah makmur."

Tepuk tangan membahana. Achiel malah memperhatikan raut wajah Pak Brata di atas podium sana. Dia pun mengeluarkan handphone-nya lalu membuka album fotonya di sana. Achiel mencoba menyamakan wajahnya itu dengan wajah Pak Brata yang masih berpidato di hadapannya. Dia melihat ada kesamaan antara bentuk wajah, mata dan hidungnya.

"Mungkin memang kebetulan aja," pikir Achiel.

Dan saat acara di podium itu selesai, ratusan mahasiswa dan mahasiswi itu berebut untuk meminta foto bersama pemilik universitas itu. Para bodyguard pun mengelilinginya dan melarang mahasiswa dan mahasiswi itu untuk berfoto dengannya. Pak Brata dan istrinya pun dikawal para bodyguardnya untuk keluar dari dalam sana.

Setelah itu, kakak senior yang menjadi ketua panitia di acara itu pun mengumumkan agar mahasiswa dan mahasiswi berkumpul sesuai dengan jurusan masing-masing. Kakak senior itu memberi tahu tempat-tempat di mana mereka harus berkumpul.

Achiel pun bergabung bersama mahasiswa dan mahasiswi se fakultasnya di sebuah lapangan di depan sebuah gedung bertingkat. Saat dia berbaris bersama teman-teman se fakultasnya, tiba-tiba kakak senior yang hendak menamparnya tadi mendekatinya.

"Kamu ikut saya," pinta kakak senior itu.

Achiel pun memperhatikan nama yang tertempel di dada kakak senior itu. Sekarang Achiel tahu kakak senior yang hendak menamparnya tadi itu bernama lbran.

"Heh! Lo denger gue nggak?!" teriak lbran padanya yang menjadi perhatian mahasiswa dan mahasiswi baru lainnya.

"Ini mengenai urusan yang tadi atau urusan kampus?" tanya Achiel curiga yang tidak terlihat ciut dan takut sama sekali.

"Banyak nanya lo! Udah ikut gue aja! Apa mau gue laporin ke pihak kampus kalo lo nggak ada attitude dan ngelawan panitia biar lo di DO dan status beasiswa lo dicabut?" ancamnya yang menjadi pusat perhatian para mahasiswa lainnya. "Jangan bangga jadi anak beasiswa!"

Achiel pun akhirnya terpaksa mengikuti kakak seniornya itu. Achiel tidak tahu dia hendak dibawa kemana? Yang jelas dia dibawa berkeliling jauh melewati lorong-lorong kampus. Saat tiba di depan sebuah ruangan, Ibran membuka pintu ruangan itu lalu menatapnya dengan penuh kebencian.

"Masuk lo!"

"Ngapain?"

"Udah masuk aja!"

"Ini soal yang tadi?! Cemen lo!" Senyum Achiel terlihat sangat menyebalkan di mata lbran.

"Apa lo bilang?! LO mau masuk atau mau gue laporin ke pihak kampus.."

"Gue nggak takut! Karena gue nggak salah!" sela Achiel.

Ibran pun akhirnya mendorong tubuh Achiel ke dalam ruangan itu lalu menutup dan mengucinya dari luar hingga Achiel tak punya kesempatan untuk membalasnya. Achiel yang tersungkur tampak kesal. Dia pun mencoba bangkit lalu menggedor-gedor pintu ruangan itu dari dalam.

"Buka!" teriak Achiel. "Kalo berani nggak gini caranya Cemen lo!!" kesal Achiel.

Tiba-tiba Achiel mendengar suara benda jatuh di belakangnya. Achiel berbalik badan dan terkejut melihat

seorang mahasiswa yang dilihatnya kemarin sore bersama Nita itu sedang meraih korek api yang terjatuh di lantai. Mahasiswa itu adalah lelaki yang mengantar Nita dengan mobil mewahnya itu. Dia tidak menggunakan pengenal nama di dadanya hingga Achiel tidak tahu siapa namanya.

"Jadi elo yang sok preman sama kakak panitia itu?!" tanyanya sambil mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakannya dan menghembuskan asapnya ke arah wajah Achiel.

"Gue nggak sok preman! Tapi kakak panitia yang

songong itu udah ngehina gue mentang-mentang gue

mahasiswa anak beasiswa!" tegas Achiel.

"Di sini nggak boleh ada yang jadi premaaaan!!" bentak lelaki itu.

Achiel semakin tertantang mendengar teriakannya itu.

Namun dia mencoba bersabar karena lelaki itu tidak

melukai fisiknya. Achiel ingat pesan Pak Muchtar guru

silatnya, kalau hanya urusan kata-kata, cowok harusnya

tidak mudah tersinggung, tapi kalau urusan fisik, itu

berbeda.

"Gue penguasa di kampus ini!" lanjut lelaki itu lagi. " Kalo ada mahasiswa yang sok preman, dia harus berurusan sama gue!"

"Ngapain gue harus berurusan sama lo?"

"Lo nggak tahu siapa gue?"

"Nggak!"

Lelaki itu masih tampak menahan kesalnya. "Gue ini

anak Diharja! Adik kandungnya Pak Brata! Lo tahu pak

Brata?!!! Kalo lo macem-macem di kampus ini! Gue nggak

bakal segan buat ngeluarin lo dari sini! Apalagi lo cuman

anak beasiswa yang belum tentu bisa kuliah dengan biaya

sendiri di kampus lain! Kampus murah aja belum tentu bisa lo!"

Mendengar nama Diharja disebut Achiel terkejut. Dia

ingat nama yang disebut sebagai adik kandung Pak Brata

itu adalah orang yang dicuriagi Pak Akbar yang telah

memisahkan dirinya dengan orang tua kandungnya karena

ingin merebut harta kekayaan pemilik kampus itu. Namun

Achiel belum mau memikirkan itu karena Pak Akbar belum

menghubunginya untuk melaporkan hasil tes DNA. Dia pun masih meragukan kebenarannya. Dia masih belum yakin jika dirinya adalah anak kandung Pak Brata.

"Siapa pun lo! Gue nggak takut! Karena gue nggak salah!" tantang Achiel.

Seketika satu tamparan keras mendarat di pipi Achiel

hingga wajahnya memerah dan bibirnya sedikit berdarah.

Ibran yang masih menunggu di depan pintu ruangan itu

mendengar suara serangan pukulan keras tanpa ampun.

lbran tersenyum senang.

"Mampus lo! Abis lo sama dia!" ucap lbran yang

tampak puas karena tidak terima melihat Achiel melawan

dengannya tadi.

Tak lama kemudian pintu ruangan yang dikuncinya

dari luar itu didobrak dari dalam hingga terbuka secara

paksa. Ibran terbelalak ketika mengetahui yang mendobrak pintu itu ternyata Achiel yang tampak sedang membersihkan debu yang menempel di kemejanya. Achiel

pun melangkah penuh kemenangan melewati lbran. lbran

semakin terbelalak saat mendapati Lukas tampak terkapar dengan wajah babak belur dan bibirnya bonyok dipenuhi darah.

"Bos!!!"

Ibran bergegas menuju Lukas untuk membantunya berdiri.

"Kita harus laporin dia ke polisi!" ucap lbran sembari membantu Lukas berdiri.

"Nggak usah," jawab Lukas sambil mengelap darah di bibirnya dengan sapu tangannya.

"Tapi dia udah bikin bos babak belur?"

"Pokoknya jangan sampe ada yang tahu kalo anak itu

udah bikin gue kayak gini! Kalo sampe lo laporin ini ke

pihak kampus atau ke polisi hingga semua mahasiswa dan mahiswi di sini tahu, lo nggak bakal bisa kulaih di sini lagi!" ancam Lukas. Dia berkata seperti itu karena tidak mau ditertawakan teman-teman kuliahnya hanya karena dibuat babak belur oleh mahasiswa baru.

"Siap, Bos!"

Lukas pun pergi membawa dendam dan kekesalannya

pada Achiel.

***

Achiel melangkah melewati gang sempit menuju

kontrakannya sambil menyandang tas kumalnya.

Langkahnya terhenti saat melihat Nita tampak berdiri di

depan pintu kontrakannya. Dia heran kenapa Nita

menunggunya di sana. Achiel mengira pasti ada

hubungannnya dengan mahasiswa yang sudah dibuatnya

babak belur itu.

Saat Nita mendapati Achiel, dia langsung berjalan

dengan kesal menujunya lalu mendaratkan tangannya

hendak menamparnya, beruntung Achiel sigap menangkap tangan Nita hingga gadis itu tak berhasil menamparnya.

"Ngapain tiba-tiba mau nampar gue?" tanya Achiel

heran.

"Mau lo apa sih?!" teriak Nita. "Lo kesel karena cowok

itu nganter jemput gue? Kalo lo kesel nggak gini caranya,

Chiel! Ngapain lo bikin dia babak belur di kampus? Kalo lo

dikeluarin gimana? Kalo dia lapor polisi gimana?"

"Gue bikin dia babak belur bukan karena masalah lo

deket sama dia!" Achiel pun berlalu meninggalkan Nita di

sana lalu membuka pintu kontrakannya kemudian masuk

dan menguncinya di dalam.

Achiel duduk sambil menarik napas berat lalu

menghembuskannya perlahan. Sementara di luar sana Nita masih menggedor-gedor pintu kontrakannya dan

memanggil-manggil namanya. Achiel tidak peduli. Tak

lama kemudian handphone-nya berbunyi. Achiel bergegas

meraihnya dan kaget saat tahu Pak Akbar menghubunginya. Achiel yakin Pak Akbar ingin memberitahukan hasil tes DNA itu. Achiel pun bergegas menggunakannya.

"Halo, Pak!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel