Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kebenaran Yang Belum Bisa Dibuktikan

"Achiel, hasil tes DNA-nya sudah keluar," ucap Pak Akbar di seberang sana yang terdengar panik dan napasnya seperti orang kelelahan.

"Hasilnya gimana, Pak?" tanya Achiel penasaran.

"Hasilnya.. hasilnya akurat kamu anak kandungnya Pak Brata... "

Achiel terbelalak tak percaya mendengar itu. "Yang bener, Pak? Sekarang Bapak di mana? Saya mau ketemu Bapak!" tanya Achiel.

"Jangan sekarang.."

"Kenapa, Pak?"

Tiba-tiba terdengar suara orang yang sedang memukul Pak Akbar. Achiel pun mendengar suara rintihan Pak Akbar di seberang sana.

"Pak! Bapak! Pak!"

Sambungan teleponnya pun mati. Achiel bingung. Dia pun mencari alamat perusahaan Pak Brata di internet, saat menemukannya, Achiel langsung keluar dari dalam kontrakannnya. Beruntung Nita sudah tidak ada di sana. Kalau sampai dia masih di sana, itu akan sangat menghambatnya. Achiel pun leluasa untuk keluar dari gang itu dan mencari ojek di sana. Saat menemukan ojek yang suka mangkal di depan gang sana, Achiel langsung minta diantarkan ke alamat kantor perusahaan Pak Brata yang ditemukannya di internet itu. Tiba-tiba sebuah mobil

yang sedang terparkir di dekat gang itu langsung ngegas mengejar Achiel yang sudah diboncengan tukang ojek itu.

Ojek itu pun melaju membawa Achiel menembus jalanan kota Jakarta menuju kantor Pak Brata.

"Emang ada urusan apa Chiel, mau ke kantornya Pak Brata?" tanya tukang ojek yang sering mengantar Achiel ke mana-mana itu. Dia memang suka mangkal di depan gang dan menjadi langganannya orang-orang yang tinggal di perkampungannya.

"Ada urusan aja, Pak," jawab Achiel sekenanya.

"Mau nyari kerjaan? Di sana harus kuliah, Chiel! Kalo cuman lulus SMA kayaknya kagak bakal diterima!"

Achiel tampak malas menaanggapinya karena banyak pikiran di kepalanya. Achiel pun tak sengaja melihat di kaca spion motor ada mobil sedan tengah mengikutinya. Matanya terbelalak saat menyadari di dalamnya adalah mahasiswa senior yang sewaktu di kampus tadi dibuatnya babak belur. Dia adalah Lukas yang sengaja mengikutinya

sejak tadi.

"Cepet, Pak!" teriak Achiel pada tukang ojeknya.

"Emang kenapa mau cepet-cepet? Bahaya, Chiel!" protes tukang ojek itu.

"Di belakang ada mobil yang ngikutin gue, Pak," jawab Achiel. "Dia musuh gue di kampus! Tadi gue udah bikin dia babak belur! Gue lagi nggak mau ngurusin dia, Pak. Gue lagi ada urusan penting lainnya! Buruan, Pak!"

Mendengar itu tukang ojek langsung ngebut. Mobil yang dikendarai Lukas di belakangnya semakin mempercepat lajunya untuk mengejar Achiel di hadapannya.

"Cari jalan pintas, Pak!" teriak Achiel.

"lya, sabar!" jawab supir ojek. "Pokoknya tenang aja! Dia nggak bakal bisa ngejar kita! Gini-gini mamang mantan pembalap liar!"

Achiel mengernyit mendengar itu. Benar saja, setelah tukang ojek mengatakan itu, dia langsung ngebut mendahului kendaraan demi kendaraan di hadapannya hingga Lukas kehilangan jejak di belakangnya.

Saat mobil Lukas kembali mendekat ke mereka,

tukang ojek langsung berbelok ke gang sempit lalu

melajukan motornya di gang sempit itu sembari

menurunkan kecepatan motornya. Tukang ojek tampak

tertawa senang saat melihat mobil Lukas tidak bisa

mengejarnya lagi.

"Mantan pembalap dilawan!" teriak tukang ojek girang.

Saat mereka sudah bebas dari kejaran Lukas dan

sudah kembali melewati jalanan besar. Di boncengan ojek

itu Achiel masih tak percaya atas kabar dari Pak Akbar

yang mengatakan hasil tes DNA-nya akurat. Achiel pun

heran kenapa terdengar suara seperti Pak Akbar sedang

dipukuli oleh seseorang.

"Apa benar saya anak kandung Pak Brata?" tanya Achiel dalam hatinya yang masih tidak percaya. "Jika benar, kenapa Pak Diharja jahat sekali memisahkan saya dengan orang tua kandung saya?"

Dan saat Achiel tiba di kantor perusahaan Pak Brata, di lobby dia di hadang satpam.

"Mau kemana, Dek?" tanya Satpam itu heran.

"Saya mau ketemu Pak Akbar, Pak" jawab Achiel.

"Pak Akbar?"

"lya, Pak. Dia orang kepercayaan Pak Brata. Ini penting, Pak. Tadi beliau sudah menghubungi saya tapi tiba-tiba mati..."

"Kalau belum janjian, nggak boleh sembarangan ketemu siapapun di sini, Dek," ucap Satpam itu.

"Tapi ini penting, Pak!"

"Maaf, Dek. Saya juga nggak tahu siapa Pak Akbar. Kalo adek mau ketemu dia, coba telepon dulu, nanti kalau Pak Akbar yang mau ditemui itu memang kerja di kantor ini dan mau ketemu kamu, nanti saya anter kamu ke resepsionis."

Achiel pun akhirnya mengalah. Dia pun duduk di pelataran dekat lobby itu sembari mencoba menghubungi nomor Pak Akbar lagi, namun kali ini nomor handphone-nya sudah tidak aktif lagi. Achiel pun tetap ingin menunggu di sana hingga jam kantor pulang sampai Pak Akbar keluar dari dalam kantor itu. Ternyata hingga jam 12 malam, Pak Akbar tidak keluar juga dari dalam kantor itu.

Achiel pun kembali mengintip ke dalam sana dari kaca pintu masuk lobby. Di dalam sana sudah tampak sepi. Tiba-tiba matanya terbelalak ketika melihat layar televisi besar di dalam lobby sana menampilkan berita kecelakaan maut yang telah menewaskan Pak Brata dan lstrinya. Achiel terkejut melihat berita itu. Dia pun mencoba mencari tahu kabar lebih lengkapnya di internet, ternyata

berita itu sudah memenuhi tajuk utaman di laman internetnya. Dia tidak tahu sekarang harus bagaimana? Dia pun tidak merasakan kesedihan ketika mengetahui kabar meninggalnya pengusaha besar bersama istrinya itu. Bagaimana pun Achiel hanya mendapatkan kabar melalui suara telepon saja. Dia belum bisa percaya sebelum melihat langsung hasil tesnya. Namun sekarang dia bingung, Pak Akbar benar-benar tidak bisa dihubungi.

Nomornya masih tidak aktif. Sementara Pak Brata sudah

dinyatakan meninggal bersama istrinya. Achiel akhirnya

memilih pulang dan meninggalkan kantor itu.

***

Hari sudah pagi. Achiel masih menyandar di ruang

depan kontrakannya di dekat tumpukan buku-bukunya

dengan pintu masih terbuka. Sejak pulang dari kantor Pak

Brata itu dia tidak bisa tidur. Di pikirannya masih dipenuhi

banyak pertanyaan. Sementara satu-satunya orang yang

bisa memberinya petunjuk hingga pagi itu masih tidak

dapat dihubungi.

Tiba-tiba Boni yang hendak berangkat kerja itu menghentikan langkah saat mendapati Achiel terlihat

lemas.

"Chiel?"

Achiel menoleh padanya.

"Lo nggak kuliah?" tanya Boni heran.

Achiel hanya menggeleng.

Boni heran. "Lo sakit?" Boni langsung masuk lalu duduk di hadapannya.

"Kagak! Gue kagak sakit!" jawab Achiel.

"Tapi muka lo kok pucet banget?!"

"Gue abis begadang nonton bola," bohongnya.

"Bola?! Perasaan kagak ada acara bola di tivi?"

"Lo aja yang kagak tahu! Sono lo kerja! Gue mau tidur!"

Boni pun menghela napas lalu keluar. Saat Boni sudah

pergi, Achiel menutup pintunya lalu berbaring di dekat

tumpukan bukunya. Dia menyalakan televisi untuk melihat

berita lebih lanjut mengenai Pak Brata.

"Hingga kini masih belum diketahui apa penyebab kecelakaan itu. Namun kini semua perusahaan milik Pak Brata telah dialihkan kepada Pak Diharja adik kandungnya. Pak Diharja mengatakan kepada seluruh investor yang bergabung di perusahaan Pak Brata untuk jangan khawatir. Karena dia berjanji akan menjaga perusahaan milik almarhum Pak Brata dengan baik.."

Achiel pun mematikan televisi. Dia benar-benar buntu.

Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menemui Pak

Akbar. Dia juga tidak tahu bagaimana nasib Pak Akbar

sekarang. Dia juga masih bertanya-tanya, benarkah Achiel

anak kandung Pak Brata?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel