Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Naga 7

Pak Diharja sedang menandatangani surat-surat di

meja kerjanya, seketika handphone-nya berbunyi. Dia

langsung meraih handphone-nya lalu menggunakannya.

"Gimana? Udah dapet petunjuk soal anak kandung

mendiang kakak saya?" tanya Diharja pada seseorang di

seberang sana.

"Maaf, Pak. Sementara ini kami masih menduga anak

itu adalah pemuda yang tinggal di perkampungan kumuh di kawasan yang dikuasai oleh Pak Suripto itu," jawab anak buahnya di seberang sana.

Diharja terkejut mendengar itu. "Apa yang membuat

kalian yakin kalau anak kandung mendiang kakak saya itu

adalah dia?"

"Pak Suripto ternyata diam-diam sudah menculik anak

itu, tapi saat anak buahnya berusaha menembaknya,

rupanya anak itu memiliki ilmu kebal..."

Diharja mengernyit mendengarnya. "lImu kebal"

"lya, Pak. Akhirnya anak itu kabur. Tiba-tiba ada paket

khusus yang dikirim ke rumah Pak Suripto, paket itu berisi

video rekaman penyiksaan anak itu dan bagaimana dia

bisa lolos dari anak buahnya itu. Di dalam video terdapat

bukti bahwa Pak Suripto lah yang menyuruh mereka

menculik anak itu. Ketika kami periksa, ternyata bukan

anak itu yang memberikan ancaman pada Pak Suripto

dengan rekaman itu..."

Diharja kian terkejut. "Memangnya siapa?"

"Kita masih menyelidikinya, Pak. Sepertinya di

belakang anak itu ada yang diam-diam melindunginya...

dan setelah kami periksa, mulai hari ini... anak itu sudah

terdaftar untuk mendapatkan perlindungan eksklusif dari

kelompok Naga 7... mereka akan berada di sekitar anak itu secara diam-diam dan tanpa diketahui oleh anak itu.

Mereka akan dengan sigap menyelamatkannya jika terjadi

sesuatu yang buruk padanya..."

Diharja ian terbelalak mendengar itu. "Naga 7? Siapa

anak itu sampai dia bisa mendapatkan perlindungan dari

musuh utamaku itu?!!!" geram Diharja.

"Inilah yang membuat kami yakin bahwa anak itu

adalah anak yang sedang Bapak cari-cari selama ini.

Mungkin mendiang Pak Brata yang sudah mengetahui

keberadaannya dan orang-orang di belakangnya sengaja

melindunginya dengan membayar mahal kelompok Naga 7, Pak."

Diharja menyingkirkan segala benda di atas meja

dengan penuh amarah hingga benda-benda itu terjatuh ke

atas lantai dan sebagiannya ada yang pecah mengotori

lantai.

"Hari ini juga, kirim para bodyguard terbaik untuk

menyerang anak itu," pinta Diharja. "Tapi jangan di

lingkungan kampus tempat anak itu kuliah.. tunggu saat

dia keluar dari kampus saja... Itu untuk memancing

kelompok Naga 7... kalian harus kalahkan kelompok Naga 7 lalu tangkap satu anggotanya dan bawa ke hadapanku..

aku ingin tahu apa benar dugaanmu itu! Aku ingin bernyata banyak hal pada mereka tentang alasan Naga 7 melindungi anak itu!"

"Ba... baik, Pak!"

Diharja pun langsung menyimpan handphone-nya

dengan kesal.

"Jika benar kau anak kandung kakakku... sekarang ini

kau sedang berada di kandangku.. tunggu sampai aku

mendapatkan bukti yang akurat.. jika benar terbukti.. aku

akan meleyapkanmu..."

***

Pagi itu Achiel melangkah di atas trotoar khusus

pejalan kaki yang menghubungkan gerbang kampus

dengan gedung fakultasnya. Saat dia sudah tiba di lorong

menuju kelasnya, tiba-tiba mahasiswi-mahasiswi yang

berpapasan dengannya tampak tercengang melihat

penampilan Achiel berbeda dari biasanya. Hari itu

rambutnya tampak rapih. Dia mengenakan kemeja dan

celana jeans mahal serta menggunakan sepatu bermerk.

Wajahnya juga sudah tampak bersih dan tidak kelihatan

seperti anak kampung lagi.

Achiel pun heran melihat teman-teman kuliahnya

melihatnya dengan tatapan aneh. Dia mencoba tidak peduli dan terus saja melangkah menuju kelasnya sambil

menenteng tas barunya.

"Itu beneran Achiel?" bisik salah satu Mahasiswi pada

teman di sebelahnya.

"Iya, itu Achiel."

"Kok gantengan, ya?"

"Aslinya sih emang ganteng. Kemaren-kemaren karena

kucel aja gantengnya jadi ilang."

"Kok dia mendadak berubah, ya?"

"Mungkin udah jengah kali dihina terus sama

anak-anak kampus di sini."

Dua mahasiswi itu pun tertawa. Achiel yang

mendengar itu hanya menghela napas. Sekarang dia tahu

kenapa teman-teman kuliahnya tadi menatapnya dengan

tatap aneh. Dan sekarang dia baru tahu bahwa apa yang

dikatakan Boni dan Casandra benar. Meski dia risih dan

tidak nyaman dengan perubahannya itu, tapi menurutnya

apa yang dikatakan Casandra bahwa dia harus bisa

berpenampilan menarik ada untungnya juga untuk

impiannya menjadi pebisnis handal suatu saat nanti. Tentu orang-orang akan lebih yakin dan percaya padanya jika dia terlihat menarik hingga mudah dipercayai oleh calon-calon klien-nya kelak.

Dan Saat Achiel memasuki kelasnya. Casandra yang

sudah berada di dalam kelas tampak tercengang melihat

perubahan Achiel, begitu pun dengan mahasiswi-mahasiswi di kelasnya. Mereka tidak percaya

Achiel akan terlihat semenarik itu setelah dia merubah

penampilannya dan mulai merawat dirinya.

Achiel menjadi canggung lalu duduk di bangkunya

dengan kaku. Casandra menoleh pada Achiel sambil

tersenyum senang. Saat Achiel menyadari Casandra

menatapnya, Casandra langsung menunjukkan jempol

senangnya. Achiel berpura-pura tidak melihat lalu

mengeluarkan buku di dalam tasnya. Casandra manyun

lalu ikut mengeluarkan buku-bukunya juga karena dosen

yang akan mengajarkan mata kuliahnya di hari itu sudah

masuk.

Dan pada saat jam pulang kuliah, Achiel bergegas

mengemasi buku-bukunya ke dalam tas lalu melangkah

keluar. Tangan Casandra yang sedang memegang tas

menghadangnya. Achiel mengernyit lalu menoleh pada

Casandra dengan heran.

"Minggir," pinta Achiel.

"Bawain tas gue ke mobil," pinta Casandra.

Achiel mengernyit. Beberapa mahasiswa dan

mahasiswi yang baru mau keluar kelas tampak heran

melihatnya.

Achiel menoleh ke Casandra dengan kesal. "Lo kira

gue pembantu lo? Suruh aja bodyguard lo!"

"Bodyguard gue udah nggak dibolehin pihak kampus

dibawa ke kempus," jawab Casandra dengan kesal.

"Ya kalo gitu bawa aja sendiri!" Achiel langsung

berjalan meninggalkan Casandra.

Casandra kesal melihat sikap Achiel yang dianggapnya

tidak tahu terima kasih itu. Casandra pun bergegas

mengejar Achiel keluar dengan emosi.

"Heh, bocah Tengil! Tunggu!!"

Achiel tidak peduli mendengar panggilan Casandra itu.

Ternyata kini Casandra mengejarnya di belakang.

"Bocah Tengil! Tungguuu!"

Dipanggil dengan panggilan bocah Tengil itu Achiel

kesal lalu berhenti melangkah dan menatap Casandra yang berjalan kesusahan dengan sepatu hak tingginya.

"Gue udah bilang kan, kalo di kampus, lo itu bukan

siapa-siapa gue! Gue emang kerja sama lo, tapi bukan

berarti lo bisa seenaknya nyuruh-nyuruh gue di luar kerjaan!" tegas Achiel.

"Gue bukan nyuruh lo! Tapi gue minta tolong lo buat

bawain tas gue karena gue mau ngajak lo makan siang

bareng!" kesal Casandra.

Achiel kian mengernyit.

"Makan siang bareng?!!!"

"Jangan buruk sangka dulu! Gue mau ngajakin makan

siang bareng karena mau ngomongin soal cafe... gue punya rencana buka cabang di wilayah Bogor..."

"Oke! Kalo itu gue ada waktu..." jawab Achiel. Tapi

tolong jangan panggil gue dengan panggilan bocah tengil!

Gue punya nama!"

"Emang lo tengil?"

"Gue Achiel, bukan tengil!"

"Menurut KKBI, tengil itu artinya nyebelin! Suka bikin

kesel orang karena sikap dan prilakunya! Dan elo itu pantes

dipanggil tengil ya karena elo nyebelin dan keras kepala!"

Achiel menghela napas. "Yaudah, sekarang gue sibuk...

kalo mau bahas soal cafe, tunggu pas gue masuk kerja!"

Kesal Achiel.

Casandra mengernyit kesal.

"Heh? Utang lo itu 25 jutaan! Mau nggak utang lo lunas

kalo cabang cafe yang bakal gue buat di Bogor juga sukses kayak cafe yang lo urus sekarang?!!"

Langkah Achiel terhenti mendengar itu. Dia pun

berbalik dan kembali berjalan mendekati Casandra.

"Jadi udah diakui sukses nih?" tanya Achiel.

"Belum! Kan baru sebulanan? Niliai sukses atau nggak

itu setelah satu tahun!" jawab Casandra.

"Kalo gitu kenapa mau bikin cabang lagi?"

"Yaudah kalo nggak mau bantuin!" kesal Casandra.

"Beneran utang gue bakal lunas kalo gue juga bisa

bikin sukses cabang cafe lo selanjutnya?"

"Ya, lihat dulu! Siapa tahu cabangnya nanti gagal? Bisa

aja kan? Dan cafe pertama belum bisa dinilai sukses juga

kok."

Achiel menghela napas.

"Gue ngutang juga karena dikelabui elo! Kalo elo nggak

ngelabui gue, mana mau gue ngutang sebanyak itu?"

Casandra kian kesal. "Ngelabui elo? Yang ada gue

bantu elo! Itu biar lo bisa berpenampilan kayak sekarang!

Kalo nggak mau yaudah! Gue urus sendiri aja cafe gue!"

Casandra pun berjalan menuju parkiran tempat moblnya

diparkir.

Achiel pun akhirnya mengejarnya. "Yaudah gue bantuin"

"Bawain dulu tas gue!"

"Ogah!"

"Kalo ogah yaudah nggak usah!"

Achiel pun langsung merebut kunci mobil di tangan

Casandra lalu berjalan cepat menuju parkiran mobil.

Casandara terkejut.

"Lo mau bawa kabur mobil gue?"

"Mau nyetirin lo untuk makan siang dan ngomongin

soal Cafe!" jawab Achiel. "Gue laki, biar gue yang nyetir!

Ogah que disetirin sama elo!"

"Emang lo bisa nyetir!"

"Bisalah! Gue ini pernah jadi supir mobil bak yang

nganterin bahan-bahan pokok ke toko-toko pelanggannya

bos gue!"

Casandra pun melepas sepatu hak tingginya lalu

berlari mengejar Achiel dengan kesal.

***

Saat Achiel sudah menyetir mobil Casandra dan sudah

memasuki jalanan padat kota Jakarta, Achiel menoleh

pada Casandra yang tampak cemberut di sebelahnya.

"Emangnya mau makan siang di mana?" tanya Achiel

heran yang sedari tadi Casandra belum memberitahukan

tujuan mereka ke mana?

"Masuk tol dulu!" jawab Casandra.

Achiel terbelalak. "Masuk tol? Emang mau ke mana?"

"Makan siangnya di wilayah Bogor aja! Sekalian liatin

tempat cafe barunya nanti," jawab Casandra.

"Oke!"

Mobil itu pun memasuki jalanan tol Jagorawi. Selama

melewati jalanan tol, Casandra malah tertidur di sebelah

Achiel. Matanya yang tampak sedikit menghitam

sepertinya semalaman dia habis begadang karena

shooting. Achiel pun tampak kasihan padanya. Dia tahu

selama ini Casandra sangat bekerja keras untuk bisa

sampai di titik itu. Achiel pun sebenarnya salut padanya

yang sudah memiliki popularitas tinggi tapi masih peduli

pada pendidikannya.

Mungkin Achiel sebal atas sikap angkuh dan

sombongnya, namun setelah dia dekat dengannya karena

terlibat untuk mengembangkan cafe-nya, Achiel jadi tahu

bagaimana Casandra aslinya. Gadis itu sangat baik hati di

matanya. Kalau tidak, mana mungkin dia peduli akan

kesehatannya, biasanya di luar sana, kebanyakan pimpinan tidak peduli apapun soal karyawannya mau sakit atau apa yang penting harus kerja.

Saat mobil itu keluar dari jalan tol dan sudah

memasuki wilayah Bogor, tiba-tiba tiga mobil sedan hitam

keluar dari jalanan kecil lalu mengikuti mereka dari

belakang. Tak lama kemudian berdatangan sepuluh motor

yang seperti mengikutinya juga. Achiel pun membangunkan Casandra.

"Kita udah di Bogor," jawab Achiel.

Casandra pun memasang GPS lalu menempelkannya

di dasbooard mobilnya. "Lo ikutin aja maps nya," pinta

Casandra lalu kembali memejamkan mata. Daerah yang

akan mereka kunjungi adalah daerah Batu Tulis.

Achiel pun masih memperhatikan tiga mobil sedan

dan sepuluh motor yang mengikutinya itu. Padahal Achiel

telah menggunakan jalanan lain yang berbeda dengan

maps untuk memastikan apakah benar mereka

mengikutinya? Ternyata mereka mengikuti mobilnya

kemana pun dia menuju. Achiel pun mulai khawatir bahwa

mereka adalah komplotan Pak Suripto yang tidak terima

karena anak buahnya sudah berhasil dia patahkan kakinya.

Achiel pun ngebut hingga membuat Casandra terbangun.

"Jangan ngebut-ngebut!" teriak Casandra panik.

"Di belakang ada yang ngikutin kita," jawab Achiel. "

Gue harus kelabui mereka biar mereka kehilangan jejak!"

Casandra panik. "Mereka siapa?" Casandra pun

menoleh ke belakang. Dia terbelalak melihat tiga mobil

sedan mengikutinya dari belakang, juga sepuluh pemotor

yang mengenakan jaket hitam yang sama dan warna

sepatu yang sama pula. Casandra kian panik. "Mereka

siapa, Chiel?"

"Gue nggak tahu! Lo pasang erat-erat sabuk pengaman

lo karena gue mau nambah kecepatannya lagi!"

Casandra terbelalak. "Jangan! Kita bisa kecelakaan

dan perawatan mobil gue mahal!"

Seketika terdengar suara tembakan di belakang sana.

"Nunduk!" teriak Achiel pada Casandra.

Casandra pun menunduk dengan paniknya. Achiel pun

kian ngebut. Dua pemotor kini sudah mengapit mobilnya

dan menatap ke Achiel.

"Berenti lo!" teriak Salah satu pemotor.

Achiel pun kian ngebut bersamaan dengan teriakan

panik Casandra. Casandra kian berteriak saat Achiel

berhasil melewati satu persatu kendaraan di hadapannya.

"AAAAAAGH!" teriak Casandra saat Achiel hampir saja

bertabrakan dengan mobil yang berlawanan arah mendekat dari hadapan karena Achiel mengambil jalur salah. Untung saja Achiel segera berbelok hingga kini berada di jalur yang seharusnya. Kalau tidak, mereka akan tabrakan dahsyat dengan kendaraan tadi.

"Tenang Casandra! Lo jangan khawatir!" pinta Achiel.

Casandra menangis panik. "Gimana gue nggak

khawatir kalo kita dikejer-kejer kayak gini?! Belum lagi

mereka bawa senjata! Gue bisa mati, Achiel!"

"Lo nggak bakal mati selama lo bisa tenang," pinta Achiel.

Seketika terdengar lagi suara tembakan di belakang

sana. Casandra kian panik dan semakin terisak.

"Cari jalan lain, Chiel. Jangan sampai kita terkena

tembakannya!"

Achiel pun berbelok ke jalanan agak kecil yang akan

menuju perkampungan di wilayah Bogor. Ternyata di

belakang mereka tiga mobil sedan dan para pemotor itu

sudah mendekat.

"Mereka udah deket, Chiel! Buruan kabur!" teriak Casandra.

Tiba-tiba dari arah hadapan datang sebuah mobil

sedan bersama dua puluh pemotor yang mengenakan jaketbhitam juga. Untungnya mereka tidak menghalangi jalan Achiel. Tak lama kemudian terdengar suara tembakan bertubi-tubi di belakang mereka. Ternyata saat Achiel melihat ke kaca sepion, mobil dan dua puluh pemotor tadi sedang menembaki tiga mobil dan sepuluh motor yang mengejarnya tadi. Achiel terbelalak heran siapa mereka?Kenapa mereka membantunya.

"Buruan Chiel! Buruan!!!" teriak Casandra.

Achiel pun meninggalkan dua kelompok yang sedang

adu senjata api di belakang sana. Kini mobilnya sudah kian menjauh dari mereka dan sudah memasuki pedesaan yang kian menanjak di kaki Gunung Salak.

"Berenti, Chiel! Gue mau muntah!" teriak Casandra.

Achiel melihat ada sebuah rumah di sebelah kiri dan

itu satu-satunya rumah yang terlihat, sementara di sisi kiri

dan kanan jalan adalah hutan. Achiel pun berbelok ke

halaman rumah itu lalu menghentikan mobilnya di sana.

Casandra bergegas keluar lalu muntah di selokan depan

rumah sederhana itu. Achiel bergegas berlari menuju

Casandra. Sesaat Casandra berdiri lalu menatap Achiel

dengan kesal.

"Siapa mereka? Kenapa mereka ngejer-ngejer kita?!"

teriak Casandra dengan heran bercampur kesal.

"Gue nggak tahu," jawab Achiel.

"Lo nggak tahu apa nggak mau ngasih tahu? Pantesan

aja lo bonyok-bonyok kemaren itu, lo preman ya?

Jangan-jangan lo anggota pembunuh bayaran lagi?" kesal

Casandra.

"Gue nggak seperti yang lo omongin," jawab Achiel.

"Kalo gitu jelasin ke gue siapa elo sebenarnya! Gue

nggak punya musuh! Nggak ada yang ngejer-ngejer gue

kayak tadi selama ini, apalagi sampai gunain senjata! Lo

udah hampir bikin gue mati!!" teriak Casandra dengan

isaknya.

Achiel terdiam bingung. Dia tidak mungkin

menjelaskan semua masalahnya sama dia.

"Gue bener-bener nggak tahu. Sekarang kita balik," ajak

Achiel. "Di sini kita nggak aman."

"Gue nggak mau balik! Gue mau minta manager gue

buat nyewa helikopter untuk jemput gue di sini! Dan lo

jangan tinggalin gue sampai helikopter dateng jemput gue!

Sementara kita numpang dulu sama orang rumah itu!"

tegas Casandra. Dia pun semakin kesal saat melihat kaca

belakang mobilnya tampak retak terkena peluru, juga

bagian lain di belakang mobilnya tampak penyok. "Aduh!"

"Nanti gue ganti!" ucap Achiel.

"Lo nggak akan mungkin bisa ganti! Gue punya

asuransi!" kesal Casandra lalu berjalan menuju rumah

pedasaan itu.

Achiel menghela napas lalu menyusulnya ke sana.

"Nggak perlu pake nyewa helikopter segala, Casandra!"

teriak Achiel. "Kita pulang aja sekarang! Gue jamin bakal

aman!"

"Gue nggak berani kita lewatin jalanan yang tadi! Kalo

mereka nunggu kita gimana?!" langkah Casandara terhenti

lalu berbalik badan dengan panik saat melihat mobilnya

terlihat dari jalan kecil di depan sana. "Lo bungkusin mobil

gue! Ambil di bagasi biar kalo mereka masih nyari kita,

mereka nggak tahu kita sembunyi di sini! Sekalian turunin

koper gue dan bawa ke sini!"

Achiel pun menarik napas berat lalu terpaksa kembali

berjalan menuju mobil untuk menuruti semua perintahnya.

Dia pun membuka bagasi lalu menurunkan koper milik

Casandra yang selalu berada di dalam mobilnya untuk

kebutuhan shooting, kemudian membungkus mobilnya

dengan pelan. Achiel melihat Casandra sedang bicara

dengan nenek-nenek penghuni rumah itu. Tak lama

kemudian Casandra mengajak Achiel masuk ke dalam

sana karena dia sudah berhasil meminta tolong dengan

nenek-nenek itu. Achiel pun membawa kopernya menuju

rumah itu.

***

Diharja yang masih duduk di ruangannya itu terkejut

mendengar handphone-nya kembali berbunyi. Dia pun

bergegas menggunakannya.

"Bagiamana?" tanya Diharja pada anak buahnya di

seberang sana.

"Anggota kita yan

g mengejar anak itu semuanya mati,

Pak! Kelompok Naga 7 udah berhasil membunuh mereka

semua!" jawab anak buahnya di seberang sana.

Diharja geram mendengarnya. "Kalian memang tidak

berguna! Menangkap satu saja anggota Naga 7 tidak becus!!!"

Diharja langsung memutuskan sambungan teleponnya

dengan geram. "Kenapa Kelompok Naga 7 sampai repot

turun tangan untuk melindungi anak itu? Siapa anak itu

sebenarnya? Kalau memang anak buah Bang Brata yang

meminta Kelompok Naga 7 itu, rasanya tidak mungkin

karena selama ini musuh besar Bang Brata justru kelompok Naga 7 itu... dan kalau Kelompok Naga sudah tahu kalau anak itu anak kandung Bang Brata, mereka tidak akan mungkin melindunginya, justru akan membunuhnya juga..."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel