Malam Pertama
Ibu-lbu berumur 40 tahunan bersama nenek-nenek
tampak sibuk menghidangkan menu makan siang di atas
bale-bale belakang rumah warga itu. Achiel dan Casandra
duduk di atas bale-bale sambil menghadap nasi yang
sudah tersaji di dalam bakul dengan menu ikan asin, ikan
teri goreng, tahu dan tempe goreng serta sayur asem
dengan sambal terasi di dalam ulekan. Dua gelas teh tawar hangat juga sudah tersaji di hadapan mereka. Di samping mereka terhampar pemandangan dua hektar sawah yang menghijau dan diujungnya terlihat perbukitan yang indah. Di halaman bekalang rumah itu juga terdapat pohon rambutan yang buahnya sudah memerah.
"Maaf," ucap ibu-ibu itu, "adanya cuman ini! Maklum di
desa! Silakan dimakan..."
"Makasih, Bu," ucap Achiel dan Casandra tampak tidak
enak hati melihat kebaikan mereka.
Ibu-lbu dan nenek-nenek itu kembali masuk ke dalam.
Mereka belum menyadari jika gadis itu adalah peran utama di serial yang kerap mereka tonton di televisi saban malam di rumahnya. Casandra melihat hidangan di hadapannya tampak tidak berselera. Sementara Achiel langsung menuangkan nasi ke dalam piringnya lalu meraih ikan asin dan meletakkan sambel terasi di atasnya. Dia pun mendekatkan semangkuk sayur asem ke hadapannya.
"Ayo, makan," ajak Achiel.
Casandra tampak tidak enak jika harus mengatakan
bahwa dia tidak berselera memakan menu yang ada di
hadapan mereka.
"Ini enak loh! Apalagi di dekat sawah gini, makannya pasti lahap!" ujar Achiel lagi.
Casandra masih tampak malas.
"Kenapa?" tanya Achiel heran. "Lo males ya makan menu begini? Nggak pernah ya? Doyannya steak doang ya?"
Casandra malah kesal mendengarnya.
"Heh! Gini-gini gue nggak sok ngartis meski udah jadi
artis! Lo pikir gue nggak pernah makan ginian? Gue sering
suruh pembantu gue bikin ginian di rumah!"
"Ya kalo sering makan ginian kenapa kayak jijik gitu?"
ujar Achiel.
"Siapa yang jijik! Nih gue makan nih ya?" ucap Casandra merasa tertantang.
Karena perutnya sudah lapar, sementara managernya
belum juga memberi kabar apakah bisa mendatangkan
helikopter untuk menjemputnya di sana atau tidak, akhirnya Casandra menuangkan nasi sedikit ke dalam piringnya lalu meraih tahu dan tempe gorengnya kemudian mendekatkan sayur asemnya. Tak lupa dia menambahkan sedikit sambel terasi dari ulekannya.
Casandra masih tampak ragu untuk memakannya.
Sementara Achiel tampak terlihat lahap di hadapannya.
"Katanya doyan?! Buruan, mumpung ada rezeki,"
celetuk Achiel. "Habisnya diajak nyari makanan di sekitar
sini nggak mau! Nanti kelaperan kalo nggak makan!"
"Siapa yang nggak doyan sih?" protes Casandra.
Casandra pun cemberut lalu terpaksa mencicipi
makanannya. Tak lama kemudian dia merasakan paduan
nasi, tahu goreng dan sedikit ikan teri dengan sambel
terasi itu terasa lezat di lidahnya. Apalagi saat dia
mencoba menyeruput kuah sayur asemnya.
"Kok, enak ya?" tanya Casandra tak percaya.
"Makanya! Pura-pura doyan padahal belum nyobain!"
celetuk Achiel.
"Diem! Nggak usah ngeledekin gue!" ancam Casandra
dengan mata melototnya.
Achiel pun terdiam. Tak lama kemudian Casandra
malah terlihat lebih lahap dari Achiel. Kini gorengan ikan
asin, teri, tahu dan tempe itu dikuasai oleh Casandra.
Bahkan sayur asem di mangkok Achiel di tuangkannya ke
mangkuk sayur asemnya yang sudah kosong itu. Achiel
terbelalak manyun.
"Sisain!" protes Achiel.
"Minta lagi sama ibunya sana!" ucap Casandra.
Achiel menghela napas. Sesaat kemudian dia
tersenyum melihat Casandra tampak lahap makan. Dia
senang akhirnya Casandra mau memakan masakah khas
pedesaan.
"Abis ini kita pulang pake mobil aja ya?" ajak Achiel
sekali lagi. "Lagian emang ada apa helikopter sewaan gitu? Perasaan cuman di film-film doang!"
Casandra melotot pada Achiel. "Nggak! Gue nggak
mau mati dikejer-kejer orang-orang itu lagi! Dan elo nggak
boleh kemana-mana sebelum manager berhasil nyewa
helikopter buat jemput gue di sini!" tegas Casandra. "Gue
pernah sekali dijemput helikopter waktu jalan-jalan ke Gili
Trawangan! Lo aja yang udik nggak tahu begituan!"
Achiel kembali menghela napas mendengar itu.
"Nanti mobil elo gimana?"
"Ya elo yang bawa ke Jakarta! Sekalian anterin ke
bengkel langganan gue!" jawab Casandra.
Achiel kembali menghela napas. Saat mereka sudah
selesai makan dan tampak kekenyangan, Achiel pun
bersiap untuk membantu membawa piring kotor dan
semuanya ke dalam sana, tiba-tiba ibu-ibu dan
nenek-nenek datang lagi.
"Nggak usah, biar kita aja!" ucap lbu-ibu itu. Mereka
berdua pun langsung membawa piring kotor dan semuanya ke dalam sana. Saat sudah bersih, nenek-nenek datang membawa sebakul rambutan merah lalu menyajikannya di hadapan mereka.
"Ini buat cuci mulut," ucap nenek-nenek itu.
"Terima kasih, Nek," ucap Achiel dan Casandra bersamaan.
Saat nenek-nenek itu pergi, Casandara pun meraih
satu buah rambutan lalu mengupasnya dan memakannya,
tak lupa mengeluarkan bijinya.
"Gila! Manis banget rambutannya!" puji Casandra.
Saat Achiel hendak meraih satu buah rambutan di
dalam bakul itu, Casandra malah menarik bakulnya lalu
menyembunyikannya di belakang tubuhnya.
"Lo nanti kalo gue udah kekeyangan aja!" celetuk Casandra.
Achiel menghela napas.
"Sekarang lo jelasin ke gue siapa mereka tadi?" tanya
Casandra sekali lagi.
"Gue nggak tahu mereka siapa," jawab Achiel.
"Nggak percaya! Lo pasti nyimpen sesuatu ke gue! Gue
yakin ini pasti ada hubungannya sama bonyok lo waktu itu!"
"Gue nggak tahu Casandra! Mereka tiba-tiba aja
ngikutin kita terus tiba-tiba aja ada mobil lain dan pemotor
lain nyerang mereka! Mungkin mereka pikir kita itu
komplotan yang bantuin kita itu!" jelas Achiel.
"Gue nanya gini karena elo kerja di tempat gue! Gue
nggak mau itu para preman tiba-tiba dateng ke cafe lalu
ngancurin cafe karena elo!" ucap Casandra.
Achiel terdiam mendengar itu. Dia pun khawatir jika itu
benar-benar terjadi. Dia yakin orang-orang yang
mengejarnya tadi adalah komplotan para preman yang
berhasil dipatahkan tulang kakinya itu.
"Lo tenang aja, itu nggak bakal terjadi," ucap Achiel
lalu turun dari bale-bale itu kemudian berjelan ke tepi
halaman belakang rumah itu, kemudian menatap
persawahan di hadapannya.
"Chiel! Ada berita heboh nih, Chiel!" teriak Casandra
kemudian.
Achiel penasaran lalu kembali duduk di bale-bale itu. "
Berita heboh apaan?"
"Katanya ada dugaan bahwa anak gadis mendiang Pak
Brata sekarang bukan anak kandungnya. Katanya anaknya sengaja ada yang menukar dan kecelakaan itu terjadi oleh oknum yang diduga terlibat dengan penukaran anaknya itu. Saat kecelakaan terjadi, katanya Pak Brata itu lagi mau nemuin anak kandungnya yang sudah terbukti dari hasil tes DNA, namun sampai sekarang media nggak tahu siapa anak kandungnya itu dan di mana anak kandungnya tinggal. Dugaannya sih anak kandungnya udah dibunuh!"
Achiel terkejut mendengar kabar itu. Dia heran siapa
yang menulis berita itu.
"Menurut lo, anak kandungnya masih hidup apa udah
meninggal ya, Chiel? Kasian banget dia dipisahin dari orang tua kandungnya," tanya Casandra.
"Gue nggak tahu! Lagian juga berita gini ngapain lo percaya sih?" protes Achiel.
"Biasanya yang ginian itu bener, Chiel! Siapa ya yang
jahat sama Pak Brata? Sayang banget! Pak Brata itu baik
loh, Chiel! Gue bisa masuk kampus itu karena dia!"
Achiel mengernyit. "Karena Pak Brata? Gimana
ceritanya?" Achiel pun mulai penasaran.
"Gue udah tiga tahun jadi brand ambasador
perusahaan kosmetiknya Pak Brata," jawab Achiel.
"Emang perusahaan Pak Brata ada bagian kosmetik
juga?"
"Ya, adalah! Lo sih nggak gaul! Dia itu banyak banget
usahahanya. Masa elo nggak pernah merhatiin di
jalan-jalan suka nongol wajah gue sama produk
kosmetiknya dia?"
"Nggak! Lagian juga gue nggak ngefans sama lo!
Makanya gue nggak tahu!"
Casandra manyun. "Emang nggak gaul lo!"
"Baiknya dia gimana?" tanya Achiel penasaran.
Casandra tampak mengingat kebaikan Pak Brata saat
dia menjadi brand ambasador produk kosmetiknya dahulu.
"Selama ini gue banyak nolak tawaran jadi brand
ambasador karena banyak pengusaha-pengusaha genit.
Gue kira Pak Brata bakal kayak gitu juga, tapi manager gue ngeyakinin kalo Pak Brata nggak kayak gitu orangnya.
Akhirnya gue terima dan dikontrak selama satu tahun dan
diperpanjang terus sampai tahun kemaren. Manager gue
bener, Pak Brata nggak kayak gitu, dia sayang banget sama istrinya, meskipun ada gosip kalo rahim istrinya terpaksa diangkat setelah melahirkan anak mereka satu-satunya itu," jawab Casandra.
Achiel terdiam mendengarkannya.
Casandra kembali melanjutkan kata-katanya, "Dia yang
nyuruh gue buka usaha dan investasi kalo dapet duit dari
shooting dan lain-lain, katanya profesi keartisan umurnya
nggak bakal panjang, ada masa laku dan ada masa dilupain sama penggemar. Makanya gue berani bikin cafe itu dan nanam saham ke perusahan yang gue percaya meski nggak banyak. Untuk suatu saat kalo gue udah nggak laku jadi artis lagi."
Achiel masih terdiam mendengarnya.
"Hingga akhirnya sekarang gue kuliah meskipun jadwal
shooting padet banget. Ini semua atas nasehatnya ke gue,
Chiel. Dia udah anggap gue kayak anaknya sendiri,
meskipun ada aja yang gosipin gue simpenannnya, tapi gue nggak peduli, karena emang Pak Brata anggap gue udah kayak anaknya sendiri."
Seketika Achiel melihat mata Casandra berkaca-kaca.
Achiel pun menarik napas berat lalu menghembuskannya
mendengar itu. Entah kenapa akhir-akhir ini dia mulai
mengagumi sosok Pak Brata itu. Bila sendiri dia kerap
melamun memikirkan betapa tragis nasib ayah kandungnya itu jika memang benar pak Brata sosok ayah kandungnya selama ini.
***
Hari sudah malam. Sementara manager Casandra
masih belum memberi kabar soal helikopter itu. Mereka
pun sudah dijamu makan malam. Achiel berkali-kali
mengajaknya pulang karena tidak enak harus menginap di
sana. Karena Casandra bersikeras mau menunggu
managernya dulu memberi kabar, akhirnya Achiel
mengalah hingga dia tertidur di bale-bale itu dengan bantal dan selimut sarung dipinjamkan oleh nenek-nenek pemilik rumah.
Sementara Casandra tidur di kamar tamu yang
disediakan oleh pemilik rumah. Dia tidak berani pulang
menggunakan mobil karena masih trauma mendengar
suara-suara tembakan. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu
kamar. Casandra heran. Dia pun turun dari ranjang lalu
membukanya. Casandra heran ketika melihat ibu-ibu itu
membawa selimut tebal lalu menyerahkan padanya.
"Kasih ke pacarnya," pinta lbu-lbu itu. "Kasian
kedinginan kalo pake sarung aja."
Casandra pun mengangguk. Dia malas menjelaskan
siapa Achiel sebenarnya. Akhirnya setelah ibu-ibu itu pergi,
Casandra pun keluar kamar lalu pergi ke belakang rumah
itu. Dia melihat Achiel sudah tertidur pulas dengan
sarungnya. Casandra pun menyelimutinya dengan kasihan. Dia masih pensaran bagaimana kisah hidup lelaki yang dipanggilnya dengan nama panggilan si Tengil itu. Dia pensaran kenapa wajahnya babak belur. Dia juga
penasaran siapa orang-orang yang mengejar mereka tadi.
Casandra yakin banyak hal pahit yang terjadi pada
lelaki itu. Dia pun tidak tahu kenapa bisa sepenasaran itu
dan tiba-tiba nyawan di dekatnya. Meskipun berawal dari
ketakjuban atas ide Achiel yang membantu cafe-nya maju.
Dia merasa di dekat lelaki itu dia menjadi manusia
sesungguhnya, tidak seperti orang-orang lain yang dekat
dengannya, yang hanya menghormati dan mengagumi
karena kerartisannya. Tapi Achiel berbeda dalam
pandangannya. Lelaki itu bersikap apa adanya seolah
Casandra bukan siapa-siapa. Akhirnya Casandra kembali
masuk ke dalam, menahan semua rasa penasarannya.
Tengah malam itu, Casandra terbangun. Dia bermimpi
dikejar-kejar tentara dengan senjata apinya. Mungkin
karena traumanya dikejar-kejar preman itu tadi siang
membuatnya terbawa mimpi. Seketika Casandra
mengamati isi kamar. Entah kenapa di tengah malam itu
suasana kamarnya sangat mirip dengan suasa kamar di
film-film horor yang sering ditontonnya. Karena merasa
ada hantu yang mengawasinya, ahirnya Casandra
membawa bantal dan selimut tebalnya keluar.
Casandra pun akhirnya pergi ke bale-bale tempat
Achiel tidur. Karena bale-bale cukup luas, dia berpikir akan
aman jika tidur di sana di dekat Achiel. Casandra pun
meletakkan bantalnya lalu berbaring dan menyelimuti
tubuhnya di atas karpet yang dipasang i bale-bale itu, lalu
entah kenapa, tidur di sana membuatnya cepat terlelap.
***
Paginya, Casandra membuka mata. Dia terkejut
melihat sebuah tangan tengah memeluknya dari belakang.
Tiba-tiba pundaknya merasakan hangatnya hembusan
napas. Casandra berbalik lalu terbelalak melihat Achiel
tengah memeluknya dari belakang sambil terlelap.
"Aaaaah!" teriak Casandra.
Achiel pun terbangun lalu ikut teriak saat melihat
Casandra tengah dipeluknya.
"Aaaaah!" teriak Achiel.
Achiel pun langsung bangkit dan turun dari bale-bale
lalu menatap Casandra dengan kesal.
"Ngapain lo tidur di sini?!!!" tanya Achiel.
"Lo juga ngapain meluk-meluk gue? Cari kesempatan
lo ya?" bela Casandra.
"Lo yang cari-cari kesempatan! Bukannya semalem lo
tidur di kamar dan gue di sini? Ngapain lo pagi-pagi
ujung-ujug ada di sini?" protes Achiel.
"Semalem itu gue mimpi buruk, gue ngeri tidur di
kamar, makanya gue pindah ke sini karena bale-balenya
luas! Lo yang curi-curi kesempatan pake meluk gue segala!" kesal Casandra.
Seketika Achiel teringat akan mimpinya semalam.
Semalam dia bermimpi digoda oleh perempuan hingga
kelepasan melakukan hal buruk itu pada perempuan yang
menggodanya. Achiel terbelalak mengingatnya.
"Jangan-jangan!" panik Achiel.
Casandra pun juga bermimpi yang sama, dia bermimpi
digoda seorang lelaki. Casandra pun berteriak mengingat
itu khawatir itu bukan mimpi dan beneran terjadi.
lbu-ibu keluar sambil membawa nampan berisi dua
gelas teh manis dan sepiring singkong rebus lengkap
dengan parutan kelapanya.
"Pagi-pagi udah ribut aja, cuci muka dan sarapan dulu
gih!" ucap lbu itu yang sejak semalam tertawa melihat
mereka berantem mulut terus.
Achiel dan Casandara pun berusaha terenyum pada
Ibu itu. Casandra pun langsung masuk ke dalam untuk ke
kamar mandi. Saat ibu-ibu tadi sudah menghidangkan
menu sarapan untuk mereka dan sudah masuk ke dalam
rumah, Achiel seketika teringat pesan Pak Muchtar malam
itu.
"Ingat, Chiel! Ada satu pantangan yang nggak boleh lo
lakuin setelah mendapatkan ilmu kebal dari gue..."
"Pantangannya apa, Pak Haji?"
"Lo nggak boleh zina! Kecuali udah suami istri.."
"Emang kalo Zina kenapa, Pak Haji?"
"lImu kebal lo bakal ilang!"
Mengingat itu Achiel kembali berteriak. Dia pun
mendekat ke pintu belakang. "Bu, lbu!" teriak Achiel.
Ibu-ibu datang dengan heran. "Kenapa, Nak?"
"Boleh pinjem pisau nggak, Bu?"
Ibu-ibu heran, "Buat apa?"
"Pinjem bentar, Bu!"
Ibu-ibu itu akhirnya masuk ke dalam. Tak lama
kemudian dia datang lagi sambil membawa pisau dapur
lalu menyerahkannya pada Achiel. Achiel pun buru-buru
berjalan menuju pohon-pohon pisang. Dia bersembunyi di
balik pohon pisang itu untuk menguji ilmu kebalnya. Achiel
menarik napas berat lalu menghembuskannya saat hendak menusukkan pisau itu ke telapak tangannya. Jika ilmu kebalnya masih ada, pisau itu tak akan mempan menusuk telapak tangannya, namun jika ilmu kebalnya sudah menghilang, maka tangannya hari itu akan terluka dan dia benar-benar sudah berbuat hal terlarang dengan Casandra.
"Bismillah..." Saat Achiel hendak menusukkan pisau ke
telapak tangannya, tiba-tiba Casandra berteriak
memanggilnya.
Achiel urung melakukan itu lalu keluar dari
persembunyiannya. Rupanya Casandra sudah berada di
belakang pohon pisang itu. Matanya melotot melihat pisau di tangan Achiel.
"Lo ngapain?" tanya Casandra.
"Nggak ngapa-ngapain?" jawab Achiel gugup dan malu.
Dia tidak berani menatap wajah Casandra.
"Lo tenang aja! Gue udah periksa kalo gue masih perawan!" ucap Casandra.
"Alhamdulillah!" ucap Achiel lega.
Casandra mengernyit. "Heh! Harusnya gue yang bersyukur! Karena gue korban dan lo pelaku!"
"Lo yang pelaku dan gue korban!" teriak Achiel.
Achiel pun meninggalkan Casandra di sana dengan
lega lalu bergas pergi ke kamar mandi.
***
Diharja sedang sarapan bersama istrinya dan Lukas. Di
atas meja makan sudah tersaji berbagai menu sarapan.
Lima pelayan tampak sibuk melayani mereka di ruang
makan yang luas itu. Lampu-lampu kristal masih menyala
terang di atas meja makan.
Diharja menatap Lukas dengan tatapan seriusnya.
Mahasiswa yang dulu itu masih suka gangguin kamu?"
"Nggak, Pah," jawab Lukas.
"Terus hubungan kamu sama Nita gimana? Beneran
kamu suka sama dia?" tanya Diharja penasaran.
"Lagi... lagi nggak baik, Pah..." jawab Lukas.
"Nggak baik gimana?" tanya Diharja penasaran.
"Dari kemaren dia menjauh," jawab Lukas. "Tiap kali
ditelepon nggak mau ngangkat."
Diharja malah tersenyum. "Anak muda! Anak muda!"
Istrinya yang bernama Ratuliu itu tampak menatap
Lukas dengan pandangan marah. "Lagian ngapain sih
macarin anak preman?" protes Ratuliu. "Kenapa kamu
nggak pacarin aja itu si Casandra! Dia kan pernah jadi
brand ambasadornya Om kamu... dia bisa kuliah di
Nusantara juga karena keluarga kita!"
"lya," tambah Diharja. "Kamu bakal lebih keliatan oke
kalo macarin Casandra!"
"Lukas udah ditolak sebelum nembak Nita, Pah, Mah!"
jawab Lukas polos.
Diharja semakin tertawa. "Kamu harus belajar gimana
perjuangan papa dapetin mamah kamu! Jangan menyerah! Kasih dia hadiah yang selama ini dia nggak punya! Papa kan udah kasih kamu kartu kredit unlimitied! Masa gitu aja harus belajar ke papah juga sih? Udah, lupain si Nita dan kejar itu Casandra!"
"Casandra udah punya pacar, Pah. Jonathan pemain
film itu!"
Ratuliu tertawa. " Mereka itu cuman settingan doang.
Lukas! Mama udah tahu gosipnya!"
Lukas seperti mendapatkan harapan. "Emang cuman
gosip doang, Mah?"
"lyalah!" jawab Ratuliu.
"Yaudah deh, mulai hari ini Lukas mau deketin lagi
Casandra! Lupain si Nita yang sok jual mahal itu!"
"Gitu dong!" senyum Diharja.
Tak lama kemudian anak buahnya datang sambil
membawa handphone-nya.
"Maaf, Bos!" ucap anak buahnya.
"Ada apa? Kamu nggak liat ini saya lagi sarapan?
Bukannya saya udah sering bilang, kalo saya lagi sama
keluarga saya, kalian nggak boleh ganggu!" kesal Diharja.
"Ini sangat penting, Bos!"
Diharja mengernyit. "Soal apa?"
Anak buahnya pun menunjukkan headline utama berita
yang mengabarkan tentang kematian Pak Brata yang
diduga dibunuh dan anak kandungnya selama ini ditukar itu melalui handphone-nya. Diharja terbelalak membaca itu. Dia pun langsung melempar handphone milik anak buahnya itu ke lantai hingga pecah. Lukas dan Ratuliu tampak terkejut dan tidak berani bertanya ke Diharja.
"Benar kata saya! Anak buahnya abang saya masih
berkeliaran di luar sana! Ini pasti ulah mereka!" ucap
Diharja dalam hatinya. Diharja pun berdiri lalu menarik anak buahnya keluar dari ruangan makan itu untuk
memerintahkan sesuatu padanya.
