Menaklukan Tantangan
Achiel yang hendak beranjak dari cafe itu terkejut melihat Casandra kembali datang lalu berhenti di hadapannya sambil memegang handphone-nya.
"Mana nomor hape lo," pinta Casandra.
"Nggak ada," jawab Achiel.
Casandra mengernyit. "Mahasiswa Universitas Nusantara nggak punya hape? Heh! Zaman sekarang ini, semiskin-miskinnya orang, udah pada punya hape semua."
"Hape gue jatoh dan nggak bisa digunain lagi," jawab Achiel terpaksa berbohong padanya. "Gue bakal beli kalo konsep gue berhasil dan gue dapetin gaji dari usaha gue sendiri,"
"Gimana gue bisa nanyain konsep itu kalo lo nggak punya hape?" tanya Casandra.
"Kita kan satu jurusan," jawab Achiel. "Nanti kalo konsepnya udah selesai, gue bakal kasih konsepnya ke lo di kampus."
"Nanti kasiin aja ke bodyguard gue! Jangan langsung ke gue! Bodyguard gue bakal selalu ngikutin gue ke mana-mana! Nanti dapet gosip yang nggak-nggak lagi, kalo lo nyelonong langsung ketemu gue," pinta Casandra. "Ogah gue digosipin sama mahasiswa kayak elo."
Achiel pun menahan emosinya mendengar itu. "Oke,"
jawab Achiel.
Casandra pun kembali keluar menuju mobilnya. Setelah itu Achiel langsung membayar kopinya lalu pulang berjalan kaki menuju kontrakannya yang tak jauh dari sana. Dia makin semangat untuk menerima tantangannya.
***
Malam itu juga Achiel langsung mengerjakan konsep bisnis cafe itu di komputer lamanya. Komputer yang dibelinya dari toko barang-barang bekas lalu meminta temannya yang jago merakit komputer untuk membuatnya agar bisa digunakan dengan baik. Meski saat mengetik harus segera di save karena suka mendadak mati, tapi dari sana lah Achiel belajar banyak hal mengenai segala macam tentang ilmu komputerisasi.
Seketika pintu kontrakannya ada yang mengetuk. Achiel khawatir para preman anak buah Pak Suripto itu datang lagi untuk menganggunya. Dia pun bergegas ke depan sana lalu mengintip di balik tabir jendela untuk memastikan siapa yang datang itu. Ternyata Boni sahabatnya yang datang. Achiel langsung membuka pintu. Dia melihat Boni membawa sekantong plastik gorengan dan dua bungkus kopi lengkap dengan gelas plastiknya.
"Gue kira siapa," ucap Achiel. Dia pun mengajak Boni masuk.
Achiel kembali duduk di meja komputernya. Boni duduk di lantai sembari meletakkan gorengan dan kopi yang dibawanya itu lalu memperhatikan Achiel yang tampak sibuk mengetik.
"Tugas kuliah?" tanya Boni heran.
"Gue lagi bikin konsep bisnis terbaru," jawab Achiel.
Boni mengernyit. "Bisnis apaan lagi? Mending lo fokus sama tugas kuliah lo aja, Chil!"
"Gue dapet tantangan dari seseorang buat bikinin dia
konsep bisnis cafe," jawab Achiel. "Kalo konsep ini berhasil, gue bakal dapet pekerjaan part time di sela-sela kesibukan gue kuliah."
Boni tampak tertarik mendengarnya. "Tantangan dari siapa?"
"Casandra," jawab Achiel.
"Casandra siapa? Kayak nama artis?" tanya Boni heran.
"lya, Casandra bintang film terkenal itu," jawab Achiel.
"Hah?!!!" Boni sangat terkejut mendengar itu. "Yang bener lo?"
"Iya, lah! Kapan sih gue pernah boong sama lo!"
"Gimana bisa ketemunya dan gimana ceritanya dia bisa nantangin lo?" Boni kian penasaran.
Achiel pun langsung berhenti mengetik lalu menceritakan semuanya pada Boni. Boni terngaga mendengarnya.
"Pintain tandatangan dia buat gue dong, Chiel!" pinta Boni.
"Ogah! Ngapain lo mau minta tanda tangan si artis sombong kayak dia? Dia itu nggak pantes jadi publik figur Ini aja gue nerima tantangan dia karena mau buktiin kalo dia nggak bisa sembarang ngeremehin orang," celetuk Achiel.
Mendengar itu Boni menghela napas lalu menunggu Achiel selesai mengetik sembari menikmati gorengan dan kopi yang dibawanya tadi.
***
Diharja berdiri di hadapan danau buatan yang di
sekelilingnya ditumbuhi pohon-pohon besar. Bulan bersinar terang di atasnya hingga pancarannya terlihat seperti mengambang di permukaan danau. Dia menatap ikan-ikan yang sesekali muncul ke permukaan.
Tak lama kemudian, seorang lelaki tinggi kurus yang
mengenakan setelan jas hitam itu berlari ke arahnya lalu
berhenti tepat di belakangnya. Diharja masih memunggunginya dan tampak enggan untuk memutar
badannya.
"Gimana?" tanya Diharja yang masih memunggunginya.
Lelaki kurus itu tampak genmetar. "Kami belum menemukan identitasnya, Pak."
Diharja geram mendengarnya.
"Anak perempuan yang aku tukar dengan anak itu
sekarang aku kirim ke luar negeri untuk melanjutkan
pendidikiannya. Dan anak perempuan itu tidak dapat
menerima warisan utama semua tabungan Pak Brata yang ada di luar negeri dan di dalam negeri yang jumlahnya hampir kuadriliunan rupiah itu! Ini semua gara-gara Pak Akbar yang selalu setia padanya! Kita harus menemukan anak itu lalu membunuhnya sebelum Pak Akbar yang menghilang entah kemana itu mengurus semuanya dan menyerahkan semua uang itu kepada anak itu!" tegas Diharja.
Lelaki kurus itu semakin gemetar mendengarnya.
"Ba... baik, Pak!"
Pak Diharja kini berbalik badan lalu menampar keras wajah lelaki kurus itu.
"Kita tidak punya waktu lagi!" kesal Pak Diharja.
Sekarang warisan yang aku terima hanya
perusahaan-perusahaannya, universitas, rumah sakit,
minimarket dan semua itu harus aku kelola jika ingin
menguntungkan untukku! Aku tidak butuh benda-benda itu! Aku butuh tabungan utama yang jumlahnya kuadriliunan itu!!!"
"Ba... baik, Pak!" jawab lelaki kurus itu dengan gemetar.
"Jika tidak bisa menemukan anak itu, maka cari Pak
Akbar sampai ketemu! Jika tidak bisa membawanya
kehadapanku hidup-hidup, bawa mayatnya ke hadapanku!" tegas Pak Diharja.
"Si.. siap, Pak!"
"Aku beri waktu satu minggu lagi!" tegas Pak Diharja. "
Jika selama seminggu itu kalian tidak berhasil membawa
anak itu atau membawa Pak Akbar ke hadapanku, maka
kalian semua akan mati dan aku akan mencari orang-orang yang terbaik yang bisa melalukan semua perintahku dengan baik!"
"Ba... baik, Pak!"
"Dan bukan cuman kalian saja yang akan aku habisi!
Tapi juga keluarga kalian juga!"
Lelaki kurus itu terbelalak mendengarnya. Pak Diharja
langsung pergi meninggalkannya di sana menuju mobilnya yang sudah ditunggu dua bodyguardnya dan supir pribadinya.
***
Pagi sekali Achiel berjalan di lorong kampus sambil
menyandang tas kumalnya dan memegang konsep cafe
yang sudah diprint-nya itu hingga terlihat seperti makalah
tugas kuliah. Seketika dia melihat Casandra keluar dari
kelas seperti tengah mencari dua bodyguardnya yang
selalu menemaninya ke mana-mana.
"Casandra!" panggil Achiel.
Casandra pun terkejut mendengar Achiel memanggilnya. Dia pun melihat kiri kanan, khawatir ada mahasiswa atau mahasiswi lain yang melihat. Dia merasa malu jika harus mengobrol empat mata dengan lelaki miskin itu. Karena di sana terlihat banyak mahasiswa dan mahasiswi, Casandra pun berjalan cepat meninggalkan Achiel.
Achiel heran sendiri. "Casandra!" panggilnya lagi.
Mendengar itu Casandra menahan kesalnya lalu
berlari meninggalkan Achiel entah hendak kemana. Achiel
mengira gadis itu tidak mendengar suaranya, dia pun
mengejarnya. Hingga membuat mahasiswa dan mahasiswi melihatnya heran.
"Dasar kelakuan orang miskin, ngefans sama artis aja
sampe dikejer-kejer begitu," salah satu mahasiswi ke
teman di sebelahnya.
"lya," jawab temannya itu. "Norak banget!"
Achiel yang mendengar itu tidak memperdulikannya.
Dia pun mencari-cari Casandra yang kini menghilang entah kemana. Saat dia berdiri di depan pintu gudang itu sembari celingak-celinguk mencari bintang film itu, tiba-tiba pintu terbuka lalu sebuah tangan halus menariknya ke dalam. Achiel terkejut dan terpaksa tertarik ke dalam. Casandra pun bergegas menutup pintu dari dalam.
Achiel terbelalak ketika menyadari ternyata Casandra
yang menariknya ke dalam gudang itu. Kini mereka
terjebak i dekat tumpukan meja, bangku dan segala
macam benda yang tidak berguna lagi di kampusnya.
Hingga mereka terpaksa harus berdiri saling menghadap
dengan jarak sangat dekat. Achiel mencoba keluar karena
merasah risih berudaan saja di tempat pengap itu, namun
tangan halus Casandra menahannya.
"Jangan dulu keluar," pinta Casandra dengan berusara
agak berbisik.
Achiel heran. "Nagapain ngajakin saya sembunyi di
sini?"
"Jangan kegeeran! Dari tadi gue lari karena ngehindari
elo! Gue udah bilang kalo lo mau ngasih konsep itu, kasiin
ke bodyguard gue jangan ke gue langsung!" kesal Casandra.
"Tadi gue udah cari bodyguard lo, tapi nggak ketemu,
ketemunya malah elo," jawab Achiel menahan kesalnya.
"Bodyguard gue lagi gue suruh beli bubur ayam," jawab
Casandra.
Achiel pun langsung menyerahkan konsep cafe yang
sudah dia print itu ke Casandra. Dia tidak mau
berlama-lama terjebak di dalam gudang yang pengap dan
dipenuhi barang-barang tak berguna itu.
"Nih," ucap Achiel lalu kembali hendak keluar.
Tiba-tiba terdengar suara langkah dan candaan dari
mahasiswa dan mahasiswi yang lewat di depan sana.
Mendengar itu Casandra kembali menarik tangan Achiel
untuk mencegahnya keluar sebelum mereka menghilang.
Namun tarikan tangan Casandra itu membuat tubuhnya
tidak seimbang hingga dia terjatuh dan Achiel pun
bergegas menahan punggungnya agar kepala gadis itu
tidak mengenai barang-barang di belakangnya. Hal itu
membuat tubuh Casandra dan Achiel seperti orang
berpelukan dan tiba-tiba bibir mereka tak sengaja
bersentuhan karena tarikan tangan Achiel begitu kuat.
Casandra terbelalak kesal lalu segera mendorong
tubuh Achiel dengan geram. "Lo curi-curi kesempatan?"
Casandra bergegas mengelap bibirnya dengan tissue yang
dia ambil dalam tasnya.
"Enak aja," kesal Achiel. "Lo sendiri yang narik gue!"
Casandara dan Achiel pun tampak salah tingkah dan
tidak mau menunjukkannya di hadapan masing-masing.
Achiel pun kembali mengintip keluar sana, saat dia melihat tidak ada siapa pun di depan sana, Achiel langsung keluar meninggalkan Casandra di sana. Casandra pun bergegas menyusulnya keluar. Ternyata dari arah belakang Nita yang sedang memegang minuman dari kantin melihat. Nita tampak terbelalak melihat itu. Apalagi melihat Achiel dan Casandra keluar dari gudang yang sama dengan rambut di jatuhi sedikit sarang laba-laba.
"Achiel sama Casandra ngapain?" tanya Nita heran. Dan entah kenapa rasa cemburunya tiba-tiba keluar.
***
Achiel pun memasuki ruang kelasnya di saat
mahasiswa dan mahasiwi sudah duduk di bangku
masing-masing. Dia duduk di bangku paling belakang
dengan isi dada yang masih dag dig dug. Selama hidupnya baru itu dia menyentuh perempuan. Meski karena tidak sengaja, Achiel merasa ada yang aneh dengan dirinya. Achiel pun mengusir semua pikiran aneh itu lalu mengelap bibirnya dengan tangannya sendiri. Apalagi saat melihat Casandra masuk dengan wajah cemberutnya. Achiel menunduk dan tidak berani menatapnya.
"Dia yang narik, gue yang disalahin," celetuk Achiel
dengan kesalnya.
Tak lama kemudian Nita datang memasuki kelas itu
lalu berdiri di hadapan Achiel. Casandara dan penghuni
kelas itu tampak heran melihat kedatangan Nita.
"Ngapain ke sini?" tanya Achiel heran.
"Gue pengen ngomong bentar sama lo," jawab Nita.
"Bentar lagi gue ada jam kuliah. Nggak bisa!"' jawab
Achiel.
Nita pun menarik tangan Achiel paksa hingga dia
terpaksa ikut Nita keluar. Seisi kelas tampak heran. Apalagi Casandara. Namun Casandra mencoba tidak peduli lalu mulai membuka-buka konsep yang sudah dibuat Achiel untuknya itu.
Di taman kampus itu, Nita berhenti menarik tangan
Achiel lalu menatap wajah Achiel dengan lekat.
"Kenapa?" tanya Achiel heran.
"Tadi ngapain lo bedua sama bintang film itu keluar dari gudang bersamaan?"
Achiel terbelalak mendengar itu. Dia mengira tidak
ada yang melihatnya.
"Ngeliat di mana?" tanya Achiel yang mulai panik jika
Nita berpikir yang macam-macam, meskipun mereka
sudah tidak berhubungan lagi, bukan karena Achiel
khawatir perempuan itu cemburu, melainkan dia khawatir
takut perempuan di hadapannya akan menuduh Achiel
yang tidak-tidak, karena selama ini Achiel tidak pernah
berbuat macam-macam dengan Nita saat mereka
berpacaran dulu.
"Ya di depan gudang lah," ucap Nita.
"Yang jelas, apa yang lo liat tadi nggak seperti yang lo
duga!" ucap Achiel hendak meninggalkannya. Namun
tangan Nita menariknya. Achiel terpaksa berhenti lalu
menoleh padanya.
"Kenapa?"
"Jangan sampai lo jadi gigolo gara-gara lo sibuk kuliah
dan nggak bisa kerja lagi buat menghidupi diri lo sendiri,"
ucap Nita curiga.
Achiel melepas tangan Nita dari tangannya dengan
kesal.
"Enak aja! Tadi itu gue mau ngasih konsep cafe-nya
Casandra yang dia minta buatin ke gue. Tapi karena dia
nggak mau diliat orang-orang, dia narik ke gudang itu lalu
ngambil konsep itu di tangan gue. Lagian juga gue mau jadi apapun, itu udah bukan urusan lo lagi! Mending lo urusin aja noh si Lukas! Enak kan punya pacar anaknya yang punya kampus terkenal!" Achiel pun langsung pergi
meninggalkannya.
Nita tampak menahan rasa cemburunya lalu bergegas
pergi ke kelasnya.
Dan saat pulang dari kampus. Achiel melamun
diboncengan tukang ojek online. Saat mengingat Nita
menarik tangannya di kelas tadi, seketika itu juga dia
teringat kembali di hari itu. Hari di mana Achiel membawa
Nita jalan-jalan bersama teman-teman sekolah SMA-nya
yang lain untuk merayakan kelulusan. Saat Achiel
diam-diam mengantarkan Nita pulang tengah malam,
tiba-tiba lima orang preman menunggunya di depan rumah.
Lima preman itu berhasil membuat Ahciel babak belur
karena dia tidak melihat kehadiran preman itu sebelumnya. Saat dia membuka pintu, rupanya kelima preman itu keluar dari tempat persembunyian lalu memukul kepala Achiel bagian belakang dengan balok kayu. Achiel pun pingsan lalu tubuhnya diinjak-injak kelima preman itu hingga muntah. Dan saat sekarat seperti itu, dia pun di gotong lalu dilempar di hadapan Suripto yang menunggunya di markas mereka.
Achiel mengepalkan tangannya dengan geram melihat
Suripto berdiri di hadapannya itu. Dia berusaha bangkit
untuk meninju wajahnya namun sakit di sekujur tubuhnya
membuatnya hanya dapat merangkak sambil menatap
wajah lelaki tua ayah kandung Nita itu dengan geram.
"Sa... ya... jalan-jalan... nggak... ber...dua... aja.., tapi
sama... temen-temen... sekolah.. juga.." ucap Achiel
terbata karena menahan sakit di perutnya.
"Bukan karena jalan-jalan itu saya nyuruh anak buah
saya buat ngasih pelajaran ke kamu!" teriak Suripto dengan mata melototnya. "Tapi karena saya tidak suka kamu memacari anak saya!"
Achiel terkejut mendengar itu. Dia tidak percaya
akhirnya ayah Nita itu tahu hubungan diam-diam mereka.
Dan sekarang dia tahu apa yang terjadi saat bos preman itu mengetahuinya.
"Mulai sekarang kamu jauhi anak saya! Kalo kamu
dekati dia lag.. kamu liat aja... lebih perih dari yang kamu
alami sekarang ini!" ancam Suripto lalu mengajak
anak-anak buahnya itu pergi dari sana. Setelah itu tiba-tiba
hujan turun deras. Achiel merangkak untuk keluar dari
markas preman itu, namun karena darah terlalu banyak
keluar dari kepala bagian belakangnya, dia pun pingsan lalu tidak ingat apa-apa lagi. Beruntung saat itu Pak Muchtar menyelamatkannya dan membawanya ke puskesmas. Namun karena ancaman Pak Suripto yang sangat serius, akhirnya Achiel melarang Pak Muchtar melaporkan perbuatan Pak Suripto itu ke polisi. Itu dilakukannya demi keselamatannya dan Pak Muchtar sendiri.
Dan setelah itu Achiel memutuskan cintanya ke Nita
tanpa memberitahu alasannya. Achiel tidak mau Nita tahu
bahwa dia telah digebuki oleh anak buah ayahnya itu dan
ayahnya lah yang menyuruhnya untuk menjauhi anak
gadisnya itu. Karena itulah hingga kini Nita kesal
dengannya lalu dekat dengan Lukas.
Dan setelah Achiel sadar dari lamunannya, bersamaan
dengan ojek online-nya berhenti karena lampu merah
menyala. Achiel terkejut melihat sebuah mobil yang juga
menunggu lampu hijau menyala itu di dalamnya terlihat
sosok seperti Pak Akbar yang tengah menyetir mobil itu
sendirian.
"Pak Akbar?!!!" teriak Achiel.
Sosok lelaki yang mirip Pak Akbar itu menoleh ke
Achiel dengan terkejut. Lampu hijau menyala. Lelaki itu
bergegas melajukan mobilnya dengan kencang untuk
menghilangkan jejak dari Achiel. Namun Achiel malah
meminta tukang ojek online-nya untuk mengejar mobil Pak
Akbar itu.
"Kejar sampai dapet, Pak!" pinta Achiel.
"Aduh, Dek! Nanti kita bisa dikejar-kejar polisi kalo
ngebut?!" protes ojek online-nya itu.
"Pokoknya kejar sampai dapet! Saya bayar dua kali
lipat, Pak! Buruan, Pak!" teriak Achiel.
"lya, lya, Dek!"
Akhirnya tukang ojek online itu menambah kecepatan
laju motornya untuk mengejar mobil Pak Akbar yang sudah sangat jauh di depan sana. Motor itu akhirnya melewati celah-celah mobil lalu mendahului satu persatu kendaraan di hadapannya. Pak Akbar di depan sana kian ngebut. Achiel yakin itu Pak Akbar. Jika bukan, tidak mungkin dia menatap Achiel dengan terkejut begitu, pikir Achiel. Achiel pun heran kenapa Pak Akbar menghindarinya dan kini malah kabur dengan mobilnya tidak mau menemuinya. Tapi satu sisi dia lega ternyata Pak Akbar masih hidup. Saat terakhir kali mendapatkan teleponnya, Achiel mengira dia sudah mati karena mendengar suara rintihan kesakitannya, dengan begitu masih punya kesempatan untuk menemuinya dan menanyakan akan kebenaran tentang siapa dirinya sebenarnya.
"Cepet! Pak!"
"lya, lya! Sabar, Dek!"
Tukang ojek online itu pun kian ngebut. Sementara mobil Pak Akbar masih melaju kencang mendahului kendaraan-kendaraan di hadapannya.
