Anak Malang
Sambil menunggu hujan reda, Achiel dan Pak Muchtar duduk di bangku teras rumah. Dua gelas kopi yang disuguhkan penjaga rumah itu sudah tersaji di atas meja.
"Hari itu, Emak lo datang ke gua, dia mau ngontrak di tempat lo yang sekarang ngontrak. Emak lo pun akhirnya bayar uang DP terus balik," ucap Pak Muchtar yang sedang bercerita tentang asal usul muridnya itu. "Esok malemnya dia dateng lagi bawa bayi yang lagi nangis, mau nempatin kontrakannya dan lunasin uang kontrakannya. Terus karena kasihan, akhirnya istri gue suruh Emak lo masuk karena bayi itu katanya kehabisan susu. Ternyata bayi yang dibawa Emak lo itu dia temukan di tempat sampah depan gang saat mau ke rumah gue."
Achiel terdiam mendengar itu.
Pak Muchtar pun kembali bercerita. "Emak lo mohon-mohon ke gue agar bisa ngasuh bayi itu sampai ada orang yang nyariin. Karena sebelum ngontrak ke kampung ini, dia ditinggal suaminya dan bayinya yang seumuran lo itu dibawa kabur suaminya entah ke mana. Dia ngerasa bayi yang ditemukannya di tempat sampah itu adalah hadiah dari Tuhan.."
Achiel mulai menteskan air mata mendengar itu.
Pak Muchtar kembali melanjutkan kata-katanya. "Akhirnya gue sama Pak RT sepakat buat ngebiarin bayi itu diasuh sama Emak elo sampai menunggu ada yang mencari bayi itu. Gue nggak tahu apa tindakan gue sama Pak RT salah. Tapi sampai lo sebesar ini, ternyata nggak ada yang nyari lo atau kita ngedenger ada yang kehilangan bayi. Kita percaya sama Emak elo karena setelah kita cek ke tempat asal Emak elo, emak lo emang ditinggal kabur sama suaminya dan bayi kandungnya emang dibawa kabur sama suaminya. Dan karena Emak lo baek dan sayang sama elo. Dia ngerawat elo dengan baek."
Pak Muchtar terdiam. Achiel pun mengelap air matanya.
"Rupanya pas Emak lo meninggal, baru ada yang heboh nyariin elo dan sekarang gue tahu semua masalahnya gimana." Pak Muchtar menatap Achiel dengan lekat. "Seperti yang gue minta, elo harus fokus kuliah... setelah lo lulus kuliah nanti dan udah sukses, kalo elo emang mau urusin itu semua warisan bapak elo, itu urusan elo, tapi untuk sekarang ini kalo bisa jangan dulu..."
Achiel mengangguk.
"lya, Pak Haji."
***
Pagi sekali Achiel masuk ke dalam kelasnya. Kampusnya memang berbeda dengan kampus lainnya. Jika kampus-kampus lain mahasiswa dan mahasiswinya harus bergonta ganti kelas untuk mengunjungi dosen-dosennya di kelas masing-masing, tapi di kampus Nusantara dosen lah yang memasuki kelas-kelas di tiap jurusannya.
Hanya beberapa mata kuliah saja mereka akan memasuki kelas yang berbeda. Semua itu dilakukan karena pihak kampus ingin agar dosen hanya fokus di beberapa kelas saja, agar pembelajaran berjalan lebih efektif jika satu dosen harus berkeliling ke tiap fakultas jika memiliki mata kuliah yang sama.
Achiel duduk di bangkunya. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi sebagian sudah duduk-duduk lebih dahulu di dalam sana. Achiel mengernyit saat menemukan sebuah surat yang di amplopnya tertulis nama Casandra. Dia pun bergegas membuka amplop itu dan membaca isinya.
SAYA TUNGGU DI CAFE NANTI PAS PULANG KULIAH. INI SOAL KONSEP DARI KAMU ITU.
Achiel pun deg-degan. Dia khawatir Casandra menolaknya, karena itulah satu-satunya kesempatan yang dimilikinya untuk menghasilkan uang sampingan di saat dia sibuk kuliah. Apalagi Casandra akan membiarkan dia bekerja di sana saat pulang kuliah hingga tutup cafe. Jika mencari pekerjaan di tempat lain, dia belum tentu akan bisa menyesuaikan waktu kuliahnya, pasti tempat bekerjanya itu akan memaksa Achiel untuk mengikuti aturan dari mereka.
Dan saat pulang kuliah itu, Achiel datang ke cafe-nya yang sepi itu. Di sana dia melihat Casandra sudah duduk menunggu di meja paling sudut. Manager dan dua pelayannya tampak berdiri di dekat pintu untuk menyambut kedatangan tamu.
Achiel pun duduk di hadapan Casandra. Casandra menyerahkan konsep yang dibuat oleh Achiel itu.
"Gue udah cek, dan ada beberapa yang terpaksa gue coret!'" ucap Casandra. "Sekarang lo periksa apa aja yang gue coret itu dan kalo lo bisa ngasih alasan dengan jelas kenapa nggak harus gue coret, gue bakal hapus coretan itu."
Achiel mengangguk curiga. Saat dia membuka lembar demi lembar konsepnya, ternyata semua halaman dicoretnya semua.
"Ini sih namanya nggak suka sama konsep gue," ucap Achiel pasrah.
"Lo nggak mau mempertahankan konsep lo?" tanya Casandra.
"Apa yang mau gue pertahanin kalo elo-nya aja udah nggak suka?" protes Achiel.
"Oke!" sahut Casandra. "Sekarang lo jelasin ke gue soal kenapa gue harus rombak desain cafe gue yang udah elegan dan cocok sama kelas atas ini ke desain yang kelihatan norak dan hanya cocok buat kelas menengah aja? Lo pikir nggak butuh biaya gede buat ganti desainnya?"
Achiel menatap Casandra dengan tatapan seriusnya. "Seperti yang gue bilang dulu, kalo mau bikin cafe di sini cocoknya buat kelas menengah ke bawah. Karena kalau membuat cafe yang cocok sama kelas menengah ke bawah, akan mudah dijangkau sama penduduk di sekitar sini. Lo liat aja, emang ada cafe sejenis ini di deket-deket sini? Nggak ada kan? Itu karena investor nggak berani bikin! Apalagi nggak jauh dari sini ada SMA dan kampus swasta yang banyak dimasuki oleh kelas menengah ke bawah. Mereka bisa jadi pelanggan setia lo! Dan kalo emang mau menjaring kelas menengah ke atas, ruangan paling dalam bisa di desain khusus, maksudnya dibedain dengan yang di depan, itu khusus untuk pelanggan-pelanggan kelas menengah ke atas yang mungkin kebetulan kejebak macet dan cari tempat tongkrongan."
Casandra pun tampak berpikir.
"Emangnya mentang-mentang penghuni di sekitar sini banyaknya orang-orang kelas menengah ke bawahnya, nggak ada gitu yang mau mampir?" tanya Casandra.
"Buktinya lihat sekarang? Gue tahu lo udah promosi gede-gedean, tapi mana ada yang mau dateng? Kalo ada pun yang terpaksa nemu cafe ini karena saking udah kelaperannya!"
Casandra terdiam mendengar itu.
"Terus?"
"Terus... itu karena semua pengikut lo anak-anak abg
yang kebanyakan dari kelas menengah ke bawah! Mereka
emang ngefans sama lo, tapi buat masuk ke cafe ini
mereka mikir panjang karena semua makanan dan
minuman yang dijual di sini mahal-mahal!"
Casandra tampak berpikir sesaat lalu kembali
menatap Achiel. "Oke! Bagian itu nggak jadi gue coret!"
Achiel mulai tersenyum mendengar itu.
"Nah, kalo urusan menu makanan dan minuman yang
gue jual, kenapa elo malah nyaranin makanan-makanan
yang biasa dan itu hampir ada di setiap cafe? Padahal
makanan dan minuman yang lagi viral sangat ngedukung
pemasukan?" tanya Casandra lagi.
"Makanan dan minuman yang viral itu nasibnya sama
kayak selebgram! Kalo lagi viral, umurnya nggak panjang!
Ada masanya!"
"Kan kalo nggak viral lagi bisa jual menu viral lainnya?" protes Casandra.
"lya kalo ada yang viral lagi? Kalo nggak?"
Casandra terdiam.
Achiel kembali melanjutkan kata-katanya. "Maksudnya,
bukan berarti nggak boleh jual menu-menu yang lagi hits
dan viral. Boleh, tapi jangan jadiin menu utama di cafe ini,
jadiin aja sebagai pelengkap. Kenapa saya saranin
menu-menu yang merakyat dan terbiasa di lidah orang
indonesia, karena menu-menu itu ibarat kaos oblong dan
celana jeans biasa! Meskipun ada baju dan celana yang
lagi viral dengan macem-macem bentuk itu, tapi kaos
oblong dan celana jeans biasa tak lekang oleh waktu... dari dulu sampai sekarang dia tetep eksis dan tetep digandrungi meski ada pakaian lain yang banyak digandrungi karena keviralannya."
Casandra kembali terdiam sesaat, lalu tak lama kemudian dia kembali berkata, "Oke! Untuk yang itu nggak jadi gue coret!"
Achiel kembali menahan senyum senangnya mendengar itu. "Ada lagi?"
"Soal acara musik! Emang harus ada? Apalagi karaoke gitu? Emangnya ini tempat karaoke? Ini cafe!" protes Casandra.
"ltu nggak wajib selalu ada tiap hari," jawab Achiel. "
Tapi kalo pas weekend diadain, itu ibarat promosi berjalan
karena kita mengundang band-band indie yang digandrungi anak muda. Pecinta band-band indie ini akan dateng ke sini karena band kesayangan mereka tampil, lalu mereka mencoba makanan di sini, dan kalo mereka suka, mereka pasti ke sini lagi meski band kesukaan mereka nggak tampil lagi! Sayartnya, meski menu sederhana, tapi menunya enak dan berkesan di lidah pelanggan.
Casandra pun menarik napas berat lalu
menghembuskannya. Achiel menunggu dengan gugup. Dia sangat berharap bisa membantu mengembangkan cafe itu karena itu adalah impiannya dari dulu.
"Oke! Semua konsep lo nggak jadi gue coret!" ucap
Casandra pada akhirnya.
Sekarang Achiel menunjukkan wajah senangnya pada
Casandra.
"Jangan seneng dulu," ujar Casandra. "Setelah ini lo
harus buktiin semua konsep lo! Seperti yang gue bilang
kemaren, kalo selama setahun ke depan konsep lo masih
bikin cafe gue sepi, lo harus ganti rugi semua biaya yang
udah gue keluarin buat ganti desain dan segala macamnya berikut gaji selama setahun itu yang gue bayarkan ke elo!"
"Oke!" jawab Achiel dengan senang.
"Kasih tahu nomor rekening elo ke gue sekarang!"
pinta Casandra.
Achiel mengernyit. "Kan gue belum ngapa-ngapain?"
"Gue mau transfer seluruh perkiraan dana kebutuhan
perombakan cafe ini yang lo tulis di konsep itu ke elo, biar
elo yang urus semua!" tegas Casandra.
Achiel terbelalak. "Gue juga yang ngurus semuanya?"
"lya! Emang siapa lagi? Kan elo yang punya konsep?
Jadi elo yang harus mengelola semuanya! Mulai sekarang
jabatan lo nomor dua setelah gue di cafe ini! Sisanya
bawahan elo semuanya!" jawab Casandra.
"Oke!" jawab Achiel meski dia ngeri harus memegang
uang sebanyak yang sudah dia perkirakan dalam
konsepnya itu. Achiel pun memberitahukan nomor
rekeningnya pada Casandra. Gadis itu langsung mencatat
di hapenya dan menyimpannya.
Setelah itu Casandra mengeluarkan kotak beriri handphone baru di dalam tas mahalnya lalu meletakkannya di hadapan Achiel. Achiel heran.
"Ini apa?"
"Lo nggak punya handphoe, kan?"
"Tapi gue kan belum mulai kerja?" protes Achiel.
"Emang gue mau ngasih gratis? Gue ngasih dan bakal
gue potong dari gaji pertama lo nanti!" tegas Casandra.
"Oke!" sahut Achiel lagi.
"Di dalam kotaknya udah ada kartu sim, elo harus pake
sim itu karena gue ngubungin elo melalui nomor itu! Dan
kalo gue udah nelepon, jangan sampai sebarin nomor gue
ke sembarang orang!"
Achiel pun mengangguk.
Casandra pun berdiri lalu kembali bicara pada Achiel, "
Mungkin besok udah gue transfer semuanya ke elo.
Setelah itu lo harus mulai kerjain semuanya. Terserah elo
mau liburin dulu karyawan gue yang udah ada sampai
semuanya selesai dan setelah itu lo mau nambah
karyawan lagi, gue bebasin! Atau lo mau pecat yang udah
ada, itu urusan elo!"
Seketika manager, Chef dan dua karyawan yang berdiri
di dekat mereka tampak terbelalak dan ngeri dipecat.
"Oke,"jawab Achiel.
Casandra pun langsung keluar dari sana lalu menuju
mobilnya yang sudah ditunggu oleh dua bodyguardnya.
Achiel menatap para karyawan Casandra yang melihatnya
ketakutan itu. Achiel tersenyum pada mereka.
"Tenang! Gue nggak bakal mecat kalian asal kalian
mau bekerja sama sama gue!" ujar Achiel.
Mereka pun senang mendengar itu dan siap untuk
bekerjasama dengannya.
***
Dan malamnya, Diharja berdiri di hadapan lelaki kurus
yang sedang berlutut di hadapannya. Kedua tangannya
sudah dikat. Di belakangnya sudah berdiri dua bodyguard
anak buahnya. Dan di samping Diharja, sudah berdiri Pak
Suripto.
"Sesuai yang gue janjiin ke elo! Kalo selama seminggu
ini lo nggak berhasil nemuin anak itu atau nemuin Pak
Akbar... lo bakal mati!"
Lelaki kurus itu gemetar ketakutan. "Ampun, Bos! Anak
saya masih kecil-kecil! Kasih saya waktu lagi, Bos! Saya
janji kali ini saya pasti menemukan mereka!"
Diharja menatap kedua bodyguard di belakang lelaki
kurus itu. Tiba-tiba satu bodyguardnya langsung
mengeluarkan pistolnya dan menembak kepala lelaki kurus itu hingga tubuhnya ambruk dan kepalanya dipenuhi darah.
"Karungi dia dan buang dia kelautan dengan cara
diikat ke sebuah besi lalu tenggelamkan tubuhnya bersama besi itu biar jadi santapan ikan-ikan di dasar lautan sana!" perintah Diharja.
"Siap, Bos!" jawab bodyguardnya.
Diharja pun menoleh pada Suripto yang gemetar melihat itu. Dia pun mengajak Suripto pergi dari sana lalu duduk teras depan rumahnya. Diharja menyalakan sebatang rokoknya lalu bicara ke Suripto.
"Jadi bener, nggak ada bukti akurat kalo anak itu
adalah bayi yang dulu dibuang di tempat sampah?" tanya
Diharja dengan santainya.
"Bener, Pak! Dia emang anak kandung dari warga situ,"
jawab Suripto.
Diharja menghisap rokoknya lalu menghembuskan
asapnya dengan santainya.
"Oke! Lo boleh balik!"
"Terima kasih, Pak!" Suripto pun bergegas pergi dari
sana. Saat dia sudah jauh melangkah menuju gerbang
rumah yang luas itu, Diharja kembali memanggilnya.
"Suripto!"
Langkah Suripto terhenti lalu menoleh pada Diharja."
lya, Pak!"
"Kalo suatu saat nanti kebukti ternyata anak itu adalah
anak yang saya cari! Kamu jangan salahin saya jika terjadi
sesuatu dengan anak gadis kamu!" ancam Diharja.
Suripto semakin gemetar mendengar itu. "Ba... baik, Pak!"
Diharja berdiri lalu masuk ke dalam rumahnya. Saat
mendengar ancaman itu, Suripto tiba-tiba berpikir.
"Gue harus cari tahu lagi soal anak itu!" gumam
Suripto yang ketakutan pada ancaman Diharja itu.
***
Setelah membutuhkan waktu yang cukup lama,
akhirnya cafe itu disulap Achiel menjadi cafe yang
penampakannya sangat bersahabat dengan calon
pelanggan kelas menengah ke bawah. Sementara di ruang
bagian dalam, Achiel mengonsepnya menjadi tempat
duduk ternyaman untuk pelanggan-pelanggan kelas
atasnya yang dilengkapi dengan dinding kaca yang kedap
suara. Tempat itu bukan untuk pelanggan kelas atas saja,
tapi untuk semua pengunjung di sana dengan memberi
syarat tertentu agar bisa duduk di dalamnya.
Dan pada pembukaan nuansa baru di cafe itu, Achiel
tak menyangka akan didatangi para pengunjung yang
berasal dari wilayah terdekat dari tempat itu dan dari jauh.
Kini Boni sudah ditariknya menjadi pelayan di cafe itu. Dia
tampak sibuk melayani para tamu bersama pelayan lama
dan baru.
Semua tempat duduk bagian depan, tengah dan
belakang tampak ramai. Sebuah band indie sedang beraksi menyanyikan lagu-lagu mereka untuk menghibur para tamu yang datang. Ternyata bukan di hari pembukaan saja cafe itu tampak ramai, tapi di hari-hari lainnya juga.
Casandra datang dengan mobilnya di malam yang lain.
Dia enggan turun karena khawatir tamu-tamu yang datang
itu akan berebut minta foto dengannya. Dia memandangi
cafe-nya dengan haru karena selama ini sangat sepi,
tiba-tiba saja sejak mengenal anak perkampungan itu,
cafenya menjadi ramai.
Achiel yang melihatnya di dalam sana heran melihat
Casandra tidak mau turun dari cafenya. Dia pun menelpon
Casandra.
"Sebaiknya lo turun, biar fans-fans lo yang dateng ke
cafe lo ini makin seneng dan nyaman buat nongkrong di
sini," pinta Achiel di telepon itu.
Akhirnya Casandra turun dan benar saja semua
pengunjung di sana rebutan minta foto dengannya.
Casandra pun menyuruh bodyguardnya untuk membiarkan
para tamunya berfoto dengannya hingga dua bodyguard itu kini sibuk membantu memfoto ratunya itu bersama
fans-fansnya.
Dan saat jam cafe sudah tutup, rupanya Casandra
masih berada di sana. Dia memanggil Achiel yang mau
pulang ke kontrakannya.
"Achiel!"
Achiel yang sudah mau keluar tiba-tiba menghentikan
langkahnya saat mendengar suara panggilan dari Casandra.
"lya," jawab Achiel.
"Ini baru satu bulan dan belum setahun! Lo jangan
puas dulu dan kita lihat sampai setahunan ini! tegas
Casandra.
"Oke!" jawab Achiel.
"Gue udah suruh bagian keuangan buat transfer gaji
semua karyawan, termasuk buat gaji lo! Dan gue nggak
motong dari harga handphone yang gue kasih ke elo!
Anggap itu sebuah bonus permulaan!"
"Terima kasih," ucap Achiel lalu pamit pergi. Dia pun
melangkah pergi dengan berjalan kaki menuju
kontrakannya yang tak jauh dari cafenya.
Saat Achiel melewati gang sempit kontrakannya.
Tiba-tiba dari belakangnya dua lelaki datang membawa
balok kayu lalu memukul kepalnya dengan kuat hingga
Achiel pingsan tak berdaya. Darah keluar banyak dari
kepalanya. Lalu kedua lelaki itu menarik tubuh Achiel dan
membawanya ke dalam mobil. Mobil itu melaju menembus jalanan sepi tengah malam itu, melewati mobil Casandra yang akan meninggalkan cafenya itu. Entah kemana mereka akan membawa anak malang itu.
