Bab 03
Bab 03
Hi Shin bangun dari tidurnya, meski tubuhnya terasa ngilu dan sakit, ia berusaha menahannya.
Melalui ventilasi ruangan, sinar matahari yang terang masuk kedalam ruangan menandakan bahwa matahari telah lama terbit.
“Aku benar - benar kelelahan, sampai sampai aku tertidur hingga sesiang ini!” ujarnya pelan.
Dengan menahan rasa sakit, Hi Shin bangkit dan berjalan keluar kamar, situasi kediaman tersebut begitu sepi yang menandakan tidak adanya orang di sana.
Ia duduk di pelataran halaman kediaman tetua Wei Da, matanya menatap teduh pada bunga bunga yang tumbuh di pekarangan.
Kembali ia mengingat perbincangannya dengan sang pria paruh baya ketika dalam perjalanan menuju tempat tersebut.
Pria tersebut mengenalkan dirinya sebagai Tetua Ketiga dari Akademi Bunga Emas, Tetua Wei Da. Ia adalah seorang praktisi bela diri yang mendalami tenaga dalam.
Dari perbincangan tersebut, Hi Shin akhirnya tahu jika kini ia berada di belahan bumi timur, tepatnya berada di Benua Timur.
“Dari semua benua yang pernah kudatangi hanya Benua Timur lah tempat yang belum pernah kujamah. Benua Timur tidak kudatangi karena di wilayah ini tidak banyak tanaman spirit yang tersedia, “
“Selain itu, aku tidak mendatangi wilayah ini karena mayoritas orang - orangnya lebih memilih menjadi praktisi tenaga dalam dibandingkan menjadi seorang kultivator!” batinnya.
Hi Shin menghela nafas panjang, tentunya dengan situasi yang dihadapinya saat ini akan sangat sulit baginya untuk mencari tahu situasi benua lainnya terutama informasi tentang Wu Shi.
Lamunannya buyar saat ia melihat beberapa gadis pelayan datang memasuki kediaman, tampak mereka datang sambil membawa nampan yang ditutupi kain.
Gadis pelayan yang berjumlah tiga orang itu kemudian menghampirinya, tampak mereka menunjukan sikap penuh hormat padanya.
“Tuan Muda, kami datang ke sini atas perintah Nona Muda kami, ia memberikan ini untuk Tuan Muda,” ujar sang pelayan dengan sopan.
Mereka kemudian membuka kain yang menutupi nampan, tampak olehnya jika nampan tersebut berisikan berbagai macam makanan lezat.
Ketiganya meletakan nampan - nampan tersebut di depan Hi Shin, setelahnya, mereka pun langsung undur diri dari sana.
Hi Shin memperhatikan kepergian ketiga pelayan sampai hilang dari pandangan matanya, dari sana ia pun mulai membawa masuk nampan yang berisi makanan dan obat itu ke dalam rumah dan meletakkannya di atas meja.
Senyum yang tadinya menghiasi wajahnya menghilang saat ia telah berada di dalam rumah, dari sana ia kemudian menatap datar pada makanan lezat yang ada di hadapannya.
“Makanan - makanan ini telah dimasukan sesuatu di dalamnya, dari aromanya jelas makanan ini telah dimasukan ramuan sakit perut dan obat penenang!” ujarnya dengan datar.
Hi Shin tersenyum dingin, jelas sekali ada dua hal yang mungkin terjadi. Pertama, ada seseorang yang ingin menguji dirinya dan yang kedua tentunya ada sseorang yang ingin mengerjai dirinya.
“Dan instingku lebih berat ke dugaan ke dua, mengingat nampan yang berisi perban dan ramuan obat tidak berisikan bahan obat untuk kedua penyakit tersebut,” ujarnya dengan datar.
Hi Shin mengambil nampan berisikan perban dan bahan obat luar, ia pun segera menggunakan bahan obat tersebut untuk mengobati luka - luka dì tubuhnya.
Karena obat yang diberikan berupa serbuk yang dibuat dari herbal yang dikeringkan lalu ditumbuk sampai halus, ia harus mengolahnya untuk menjadi cairan kental. Tentunya hal itu menunjukan jika seseorang sedang tidak mempermudah hidupnya.
Meski begitu, Hi Shin tak mengeluh, ia segera mengolah serbuk serbuk ramuan tersebut dengan metodenya sendiri.
Belasan botol berisikan serbuk tanaman ia coba satu persatu, ia menghirup aroma serbuk tersebut untuk mengetahui asal tanamannya.
“ Ini serbuk ginseng (Rénshēn), ini bisa digunakan untuk mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan,”
“Sedangkan in serbuk jahe (Gānjiāng), digunakan untuk menghangatkan dan mengurangi nyeri,”
“ Serbuk kunyit (Yújin); Anti-inflamasi dan antibakteri. Serbuk daun sirih (Yèbǎi); ini berguna untuk mengobati luka dan mengurangi bengkak, ”
“ Dan ini Serbuk bunga chrysanthemum (Júhuā), untuk mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan!” ujar Hi Shin sambil mencium aroma serbuk yang ada.
Dari sana ia mulai menakar beberapa serbuk tanaman dengan seksama, karena tidak ada timbangan, akhirnya ia memutuskan menggunakan matanya sebagai ‘timbangan’.
Ya, ia menakar bahan bahan tersebut dengan timbang mata, itu berarti ia menimbangnya dengan perkiraan berdasarkan penglihatannya.
Meski begitu, pengalaman puluhan tahun membuat takaran dengan timbang mata itu tidak sedikit pun melesat dari hitungan berdasarkan timbangan.
Hi Shin fokus membuat ramuan obatnya, meski belum terlalu biasa dengan tubuh barunya, namun hasil pengalaman dan pelatihannya dulu tidak mengkhianati hasilnya
“ Campuran serbuk ginseng, jahe, dan kunyit untuk mengobati luka dan peradangan. Perbandingan 3:2:1, ini adalah Zhī Bái Sǎn,”
“Sedangkan campuran serbuk daun sirih, bunga chrysanthemum, dan ginseng dengan perbandingan 3:2:2 bisa digunakan untuk membuat Yù Huáng Sǎn, mengobati luka dan mengurangi bengkak.”
“Terakhir, aku membuat Qīng Hào Sǎn. Campuran serbuk kunyit, jahe, dan daun sirih ini sempurna untuk mengurangi peradangan!” ujarnya dengan wajah sumringah.
Tentu ia senang karena obat yang dibuatnya adalah ramuan yang terkenal kemanjurannya.
Hal itulah yang membuatnya kaya dan terkenal pada masanya.
Kini rasa senang dan rasa kecewa bercampur di hatinya, pembuatan obat yang dilakukannya benar-benar membawanya pada ingatannya di masa lalu.
“ Huh, tak ada gunanya meratapi nasib!” ujarnya datar.
Kembali ia melanjutkan pembuatan ramuan obatnya, kali ini ia membuat ramuan dari banyak bahan, tentunya bukan ramuan asal-asalan, semua dicampurkan dengan penuh perhitungan dan juga pengolahan yang cermat.
Tak lama waktu yang ia habiskan untuk membuat berbagai macam ramuan obat, tak hanya salep dan serbuk obat yang dibuat olehnya.
Bahkan ia membuat beberapa jenis pil berbeda warna dari serbuk obat tersebut.
Ia menggunakan salep obat pada luka terbuka dan lebam di tubuhnya, setelahnya ia pun menutup luka tersebut dengan perban dan lain bebat yang ada.
Setelah kegiatannya selesai, ia kemudian menatap penasaran pada salah satu ruangan di kediaman Tetua Wei Da.
Ruangan yang tidak berpintu tersebut tentunya menarik antusiasmenya, bagaimana tidak? Karena di ruangan tersebut terdapat banyak kitab yang tertata rapi pada sebuah rak.
Dengan santai ia memasuki ruangan tesebut, sesampainya di sana ia pun membaca kitab - kitab tersebut.
“Kitab bela diri dasar…,”
“Kitab dasar pembukaan akar tenaga dalam…,”
“Kitab teknik pukulan dan tendangan…,”
“Kitab sejarah Benua Timur…,”
Setiap kitab dibacanya dalam waktu singkat, meski begitu, semua isi kitab tersebut tidak hilang begitu dari ingatannya. Yang ada semuanya terpatri rapih di memori otaknya.
Tentunya mempelajari hal baru benar- benar menarik perhatiannya, apalagi pemahaman tentang tenaga dalam dan keanekaragaman hal Benua Timur telah merubah pandangannya.
Kitab terakhir yang ada di rak diraihnya, tampak kitab tersebut tidak memiliki judul dan terlihat lusuh tak terawat
