Bab 02.
Bab 02.
Hi Shin memutar otaknya untuk beberapa saat, ia kemudian menatap sekelilingnya untuk menciptakan sebuah peluang dengan rencana di kepalanya.
Senyum seringai terhias di wajahnya setelah ia menemukan apa yang ia cari.
Hi Shin meraih jerami yang menjadi alas tidurnya, ia mencari batang jerami yang terlihat kokoh dan kuat.
Setelah mendapatkannya, segera ia gunakan batang jerami yang dibuat seperti jarum panjang itu hewan itu untuk mengakali gembok besar di luar sel yang menjadi kunci selnya.
“ Aku harus melarikan diri dari sini ... aku tidak akan bisa membalas dendam jika mati! “ Gumamnya pelan namun penuh tekad.
Dengan hati hati ia berusaha membuka gembok besar yang ada dengan batang jerami tersebut, dengan penuh perasaan ia berusaha mencari titik yang mengunci gembok sebesar telapak kakinya itu.
Klek
Suara kaitan yang terlepas membuat senyum di wajah Hi Shin mengembang, dengan perlahan ia melepaskan gembok tersebut lalu menaruhnya di lantai. Dengan sekuat tenaga ia memaksakan diri untuk berjalan keluar.
Beruntung baginya karena sel Klan Luo selalu tidak dijaga, para penjaga dan pelayan di dalam klan lebih berfokus pada pengamanan dan pelayanan di kediaman utama sehingga sel di dalam clan tidak pernah dijaga.
Itu terjadi karena sangat jarang sekali anggota klan yang ditahan, hanya Hi Shin saja lah yang rutin menghuni tempat tersebut.
Ia mengambil sebuah tongkat usang, dengan menggunakan sebuah tongkat kayu usang yang ada di lorong sel, Hi Shin menggunakannya untuk membantunya menopang tubuh agar ia bisa berjalan dengan cepat, meski tertatih ia berusaha dengan cepat untuk keluar dari sana mengingat kebiasaan yang ada di dalam klan.
Dalam hatinya Hi Shin bersyukur sedari kecil ia melakukan banyak pekerjaan sehingga ia tahu seluk beluk kediaman klan dan rutinitas orang-orangnya dimana hal itu kini membantu dirinya untuk bisa keluar dari penjara dan kediaman utama tanpa menemui banyak hambatan.
Dengan nafas berat dan langkah tertatih, Hi Shin memasuki gang sempit yang hanya ia yang tahu. Jalan itu adalah jalan yang diketahuinya dan jarang dilewati oleh banyak pelayan.
Menyelinap di antara celah sempit rumah tua dan tembok pembatas klan, detak jantungnya semakin kencang. Tiba-tiba, sebuah teriakan memecah kesunyian.
“Gawat, begundal itu melarikan diri, cepat cari!” Suara teriakan itu menggema seperti ledakan yang menyayat telinganya.
Hi Shin segera menekan tubuhnya lebih dalam ke dalam bayang-bayang, berharap bisa menghilang dari pandangan.
Desas-desus mulai terdengar, seakan setiap sudut klan tersebut kini hidup, bergerak cepat mencari keberadaan dirinya. Setiap detik terasa seperti sejam, ketakutan dan kecemasan memenuhi pikirannya.
“Aku harus bertahan hidup, aku tidak boleh ketahuan,” bisiknya dalam hati sambil berdoa agar bisa meloloskan diri dari pencarian ini.
Hi Shin menyembunyikan tubuhnya di celah sempit antara bangunan rumah dan tembok pembatas klan. Nafasnya tersengal, jantungnya berdebar-debar ketika suara langkah cepat dan teriakan tajam meresap melalui malam, menginstruksikan pencarian terhadapnya.
Seolah waktu berhenti berdetak, hanya diisi oleh kesunyian yang kemudian terpecahkan oleh suara jangkrik dan burung hantu yang menambah keseraman malam.
"Hampir, hampir aman," bisik Hi Shin kepada dirinya sendiri, wajahnya penuh dengan keringat dingin. Matahari mulai berwarna kekuningan saat dia mengintip dari balik celah, mengawasi dengan hati-hati.
Menemukan tembok yang tak terlalu tinggi, dia mengumpulkan keberaniannya, melirik sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mengawasi.
Dengan gerakan yang hampir tak terdengar, dia menginjakkan kaki pertamanya pada tembok, perlahan-lahan naik sambil menghitung dengan cermat, detak jantungnya semakin cepat, karena setiap detik adalah perebutan antara hidup dan mati.
Dengan jiwa yang tegang, ia berusaha secepat mungkin menaiki tembok, menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya.
Satu-satunya pikiran yang menguasainya adalah berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertangkap dan menghindari kematian yang mengenaskan.
Setelah berhasil menaiki tembok, Hi Shin menjatuhkan dirinya ke tanah untuk mempercepat gerakannya, karena ia mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.
Ia segera menutup mulutnya, menahan rasa sakit akibat jatuhannya, ia sampai menggigit telapak tangannya untuk menghindari teriakan akibat sakit yang menjalar di tubuhnya.
"Apa kau mendengar sesuatu?" tanya seseorang dari balik tembok kepada rekannya.
"Ya, sepertinya ada sesuatu yang jatuh di sekitar sini," jawab orang lain.
"Coba periksa, naik ke tembok itu dan lihat apa yang jatuh!" seru pria pertama.
"Ah, kau saja. Aku malas," sahut pria lainnya dengan enggan.
Suara riang terdengar dari seberang tembok. "Bagaimana jika itu adalah Hi Shin? Jika kita menemukannya, pastinya tuan muda akan memberi kita hadiah besar!" kata salah satu pria dengan semangat.
"Benar juga!" sahut pria lain, yang langsung bergerak lincah mendekati tembok.
Hi Shin, yang bersembunyi di balik daun yang menggunung merasa detak jantungnya meningkat. Dia bisa merasakan gelisah yang berlipat ganda saat melihat bayangan salah satu dari mereka mulai mendaki tembok.
Jika pria itu berhasil menaiki tembok dan menyinari area sekitarnya dengan obor, Hi Shin akan terjebak tanpa tempat untuk lari.
Dalam diam, Hi Shin berusaha menenangkan diri, meminimalisir setiap gerakan agar tidak mengundang perhatian. Walaupun begitu, setiap daun yang bergeser di bawahnya sepertinya berbunyi terlalu keras di telinganya.
Dbug.
Tiba-tiba, cahaya obor menerangi tepian tembok. "Sial, ternyata hanya buah yang jatuh!" dengar Hi Shin ketika pria di atas tembok itu melampiaskan kekecewaannya.
Hi Shin menahan napas, berharap mereka akan pergi. Mendadak, beberapa buah pir lagi jatuh ke tanah, menciptakan suara yang cukup untuk mengalihkan perhatian kedua pria itu lagi.
Hi Shin memanfaatkan kesempatan itu untuk merayap pelan-pelan, mencari tempat perlindungan yang lebih aman.
“Keberuntungan untukku!” Seru pria di balik tembok yang langsung berlari ke arah buah pir yang jatuh ketanah. Sontak hal itu membuat pria yang ada di atas tembok langsung melompat turun untuk mengambil pir lainnya.
Hi Shin menghela nafas dengan pelan setelah pria tersebut turun dari tembok, terdengar kini keduanya berebutan buah pir yang jatuh tersebut.
Tak berapa lama akhirnya keduanya pergi dari tempat tersebut dengan bekas buah pirnya dibuang keluar tembok dan jatuh tepat mengenai kepala Hi Shin.
Perutnya yang sudah sehari semalam tidak diisi makanan pun segera meronta, tanpa merasa jijik ia pun memakan sisa buah pir tersebut dengan lahap.
” Aku harus hidup... Aku harus hidup!” Ujarnya sambil mengunyah sisa buah pir tersebut
Setelah beberapa waktu, Hi Shin bangkit. Dengan cepat, ia mulai berjalan menyusuri jalan setapak di tengah kegelapan malam, mengandalkan ingatannya untuk menavigasi area tersebut.
Bulan sudah berada di timur, menandakan fajar akan segera menyingsing. Dari posisinya di atas bukit, ia memandang ke bawah ke kediaman Klan Luo.
Ia melihat cahaya obor yang dibawa oleh banyak orang masih bergerak di area klan, menandakan mereka masih mencari dirinya.
Tanpa berkata-kata, Hi Shin melanjutkan perjalanannya, menuruni bukit menuju tujuannya dengan tekad yang membara.
"Aku akan membalas mereka semua! Aku akan membalasnya berkali kali lipat,terutama pada Luo Wei! " batinnya.
Tidak memiliki tujuan dan tempat untuk pulang membuat Hi Shin berjalan tak tentu arah, dengan perut yang keroncongan akhirnya ia pun memutuskan untuk berjalan menuju sungai dan menjauhi kota.
Menjelang siang, ia tiba di tepian sungai. Gegas ia berjalan menuju tepi dan meraup air sungai yang jernih dengan tangannya.
Suara tegukan yang menghilangkan dahaga terdengar nyaring yang menandakan sang empunya tubuh meminum air dengan lahapnya.
Baru saja ia merasakan kesegaran air yang membasahi tenggorokannya, kini telinganya mendengar suara lirih meminta pertolongan.
Pandangannya terarah menuju tengah sungai, terlihat dua tangan timbul tenggelam di permukaan sungai.
Melihat itu, Hi Shin tahu jika sosok tersebut pastinya tidak bisa berenang. Namun, ia berpikir dua kali untuk menyelamatkannya mengingat kondisinya yang sama - sama terluka.
“Ah, dasar sial!” ujarnya dengan ketus.
Ia berdiri dari posisinya, meski tubuhnya terasa sakit ia memaksakan diri untuk berenang dan menolong sosok yang tenggelam tersebut.
Aliran sungai yang cukup deras tak menghentikan pergerakannya, ia kemudian menyelam untuk mengurangi dorongan air yang menghambat lajunya.
Tak membutuhkan waktu lama, Hi Shin dapat meraih satu tubuh yang telah tenggelam di dalam sungai.
Ia memeluknya sosok tersebut dari belakang dengan posisi satu tangannya melingkar di atas dada.
Keduanya kini kembali timbul ke permukaan, segera Hi Shin berenang dengan gaya punggung agar posisi orang yang ditolongnya bisa bernafas.
Ia bisa mencapai tepi sungai cepat, itu karena ia memanfaatkan derasnya aliran sungai untuk mendorong mereka ke daratan.
Uhuuk … uhukk….
Hi Shin memuntahkan air yang memasuki paru parunya, setelah semuanya keluar, ia pun menoleh pada sosok yang ditolongnya.
“ Ternyata seorang wanita!”
“Tunggu … ia tak bergerak, sepertinya paru - parunya kemasukan air!” batin Hi Shin.
Gegas ia mendekat pada gadis muda tersebut dan mulai memposisikan tubuh sang gadis dalam posisi berbaring.
“Sial, sepertinya air telah merendam semua paru parunya, itu berarti ia tenggelam cukup lama!” batinnya yakin.
Hi Shin mendekatkan telinganya ke arah dada sang wanita, belum tujuannya tercapai, sebuah suara lantang telah menghentikan gerakannya.
“Berhenti, jauhkan dirimu darinya!” suara tegas menggema dari arah hutan, tak lama dari sana, dua orang pemuda beserta seorang pria paruh baya datang mendekat dengan cepat.
Salah satu pemuda langsung memberikan sebuah tendangan ke arah Hi Shin, hal itu membuatnya terjengkang ke belakang dan masuk kembali ke tepi sungai.
“Dasar sampah bejat! Bisa-bisanya kau mengambil kesempatan dari kemalangan orang lain!” seru pemuda berpakaian hitam dengan penuh emosi.
Setelah berkata, ia kembali mendekat ke arah Hi Shin lalu menarik pakaiannya dengan kasar sehingga tubuhnya kini terangkat di udara.
Cengkramannya yang kuat membuat Hi Shin cukup kesulitan bernafas karenanya.
Sang pemuda bersiap untuk memberikan satu pukulan ke arah wajah Hi Shin.
“Hentikan!” seru sang pria paruh baya dengan nada tegas.
Pemuda tersebut mengurungkan niatnya, ia kemudian menoleh ke arah sang pria paruh baya untuk mempertanyakan alasannya.
“Lepaskan dia, dari situasinya saja sudah jelas jika ia yang menyelamatkan nona muda.”
“Lagipula, kita harus segera membawa Nona Muda kembali ke kediaman karena kondisinya tidak bagus!” jelas sang pria tua serius.
“Bagaimana mungkin orang kurus kering ini yang menolong Nona Muda? Aku yakin ia tidak menyelamatkannya, ia hanya kebetulan berada di sini!” seru pemuda tersebut dengan angkuh.
Selesai berkata, ia kemudian melepaskan genggamannya, hal itu membuat Hi Shin kembali jatuh ke tepian sungai dengan posisi terduduk dengan setengah badan terendam air sungai.
Hi Shin melihat pria paruh baya itu memeriksa nadinya, tampak jelas ada kekhawatiran di wajahnya.
“Denyut nadinya terasa sangat lemah bukan? Untuk memastikan kondisinya lebih tepat maka perlu dengarkan detak jantungnya!” ujar Hi Shin dengan keras.
“Siapa yang memintamu berbicara!” teriak pemuda pertama kembali sambil menatap Hi Shin dengan tajam.
“Diam!” Bentak sang pria paruh baya pada pemuda tersebut.
Hal itu langsung membuat pemuda tersebut terdiam seketika.
Sang pria paruh baya menatap Hi Shin untuk beberapa saat, setelahnya ia kemudian mengikuti apa yang disarankan pemuda kurus tersebut.
“Detak jantungnya begitu lambat dan aku mendengar suara gemuruh yang cukup kuat!” ujarnya pria paruh baya yakin.
“Itu berarti seluruh paru - parunya terendam air, harus cepat dikeluarkan jika tidak ia tak akan selamat!” ujar Hi Shin serius.
Sang pria paruh baya segera memiringkan tubuh sang gadis, ia lalu menekan area perut atas gadis tersebut dengan kuat.
Namun, hanya sedikit air yang keluar dari mulut dan hidungnya. Selain itu, kondisi gadis tersebut tidak ada perubahan sama sekali.
Pemuda kedua pun berkata. “Tuan, biar kubantu! Setahuku untuk situasi seperti ini haruslah diberikan nafas buatan!” ujarnya dengan yakin.
“Biar aku saja!” ucap pemuda pertama dengan terburu buru.
Keduanya saling menatap, tampak jelas tidak ada satu pun dari mereka yang mau mengalah.
“ Itu tidak berguna, ini karena gadis itu telah lama tenggelam, memberikan nafas buatan hanya akan memperburuk kondisinya, apalagi nafas kalian tidak murni karena telah meminum arak” ujar Hi Shin sambil berjalan mendekat ke arah pria paruh baya dan sang gadis.
Kedua pemuda tertegun, jelas dari raut wajah keduanya menunjukan kata - kata Hi Shin tepat sasaran.
Hi Shin tak menggubris kedua pemuda, ia menatap ke arah gadis muda tersebut dengan seksama, setelahnya ia pun berkata. “ Apa Tuan bisa menggunakan akupunktur? Jika iya Tuan bisa menggunakan teknik akupunktur Qing Zhi Fei Shui untuk mengeluarkan cairan dan membersihkan paru,” jelas Hi Shin tanpa ragu.
“Teknik apa itu? Kau jangan mengada-ngada, aku baru mendengar teknik tersebut!” ujar pemuda pertama dengan sinis.
Hi Shin mengernyitkan keningnya, ia cukup terkejut jika mereka tidak mengetahui teknik yang dikatakannya, padahal itu adalah teknik dasar yang digunakan para kultivator yang akan menempuh dao alkemis.
“Bukankah mereka seorang kultivator? Tapi kenapa aku merasa mereka berbeda?” batinnya.
Pikiran Hi Shin buyar tatkala pria paruh baya di sampingnya angkat bicara.” Aku tidak pernah mendengar teknik yang kau katakan. Namun, dengan diagnosa mu tadi cukup menjelaskan jika kau tahu apa yang kau lakukan. Tolong bantu Nona Muda ini!” pintanya tanpa ragu.
Hi Shin menganggukan kepalanya, tentu saja ia akan mengambil kesempatan ini dengan sebaiknya.
Dengan kondisinya saat ini yang tidak jelas dan kapanpun bisa dalam bahaya tentunya harus diantisipasi olehnya.
Dan dengan menyelamatkan Nona Muda di depannya tentu akan memberinya keuntungan buatnya.
“Apa Tuan membawa jarum akupunktur?” tanya Hi Shin cepat.
Pria paruh baya langsung menggelengkan kepalanya. Hi Shin tl bertanya pada kedua pemuda yang mendampingi pria paruh baya tersebut karena keduanya pasti tidak akan membawanya.
Dari sana ia menatap sang gadis kembali, Ia kemudian mengambil jarum kecil yang ada pada aksesoris yang dikenakan gadis tersebut.
Dengan cepat dan penuh perhitungan, Hi Shin memulai tindakannya,
Pertama, ia menekan titik Yintang. Titik ini terletak di antara kedua alis, yang fungsinya untuk membantu mengatur keseimbangan cairan tubuh.
Kedua, ia menekan titik Zanzhu, titik yang terletak di atas alis, titik ini dapat membantu mengurangi cairan berlebihan di paru-paru. Dari sana ia berpindah pada titik Feishu yang terletak di punggung, lalu menekan titik Shenzhong yang terletak di tengah dada.
Saat keempat titik itu ditekan dan dirangsang, langsung membuat sang gadis memuntahkan cairan dari mulut dan hidungnya. Tampak begitu banyak air yang keluar dari lubang tersebut.
Setelah semua cairan keluar, segera Hi Shin beralih menekan titik Zhongfu. Titik ini terletak di sisi lateral dada, biasa digunakan untuk membantu mengatur fungsi paru-paru.
Saat titik ini ditekan, terlihat gadis tersebut bisa bernafas dengan nyaman kembali.
Kulit di tubuhnya pun perlahan mulai berwarna dan tidak pucat seperti sebelumnya.
Melihat sang Nona Muda baik - baik saja, segera pria paruh baya itu memangkunya, dari sana ia menatap Hi Shin berbeda dari sebelumnya.
“Ikutlah denganku, tentunya Tuan besar pasti ingin berterima kasih pada penolong putrinya. “ ujar sang pria paruh baya dengan penuh wibawa.
Dengan cepat Hi Shin menjawab, “ Tentu Tuan, aku tak akan sungkan!” jawabnya tanpa malu.
