Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. MISTERI KEMATIAN ORANG TUA KENZO

Ratu memeluk Ibu Kleo yang tidak kuasa melanjutkan ceritanya, air matanya ikut berderai begitu tubuh kurus yang berada dalam pelukannya berguncang menahan isak tangis. Hati Ibu mana yang tidak akan sedih tersayat hatinya jika anak yang dilahirkan dari rahimnya telah pergi untuk selama-lamanya.

Cila ikut menangis, air matanya telah tumpah membanjiri pipinya yang cabi. Masih teringat dengan jelas dalam ingatannya, ketika beberapa hari yang lalu, Kleo masih bermain bersama dengannya bahkan sempat rebutan makanan. Senyum dan tawa Kleo yang dilihatnya, ternyata itu senyum dan tawa terakhir untuknya.

"Aku turut berduka Bu," bisik Ratu memeluk Ibu Kleo.

"Iya Nak Ratu terima kasih. Ini memang cobaan yang harus Ibu hadapi."

"Aku juga turut berduka cita Bu," Cila ikut memeluk Ibu Kleo.

Tangis ketiganya pun pecah, Ibu yang sangat kehilangan putrinya dan dua orang teman dekat yang kemarin masih bermain bersama, sekarang tumpah ruah menangis dalam satu pelukan di depan jasad yang terbujur kaku tertutup kain.

Sementara itu jauh dari tempat Ratu dan Cila yang berada di rumah duka Kleo, di dalam sebuah rumah yang besar dan mewah, Kenzo terlihat sedang berbincang dengan beberapa anak buahnya yang berpostur tubuh besar dan wajah tidak bersahabat.

"Bos!" panggil seorang pria berkepala plontos baru saja masuk.

Kenzo langsung melihat orang yang memanggilnya. "Ada apa Jhon?"

Jhon sekilas melihat temannya yang sedang berdiri tidak jauh dari Bosnya kemudian mendekati Kenzo dan berbisik.

Kenzo terdiam beberapa saat mendengarkan Jhon lalu tiba-tiba wajahnya berubah marah dengan tangan terkepal di antara tubuhnya. "Brengsek! Berani sekali si bangsat itu mengancamku!"

Sontak saja anak buahnya langsung kaget melihat Bos Kenzo yang tiba-tiba marah marah. "Ada apa Bos?"

Tangan Kenzo terkepal kuat di antara kedua sisi tubuhnya dengan mata mengkilap merah. "Rupanya bajingan itu sudah bosan hidup!"

Salah satu anak buah Kenzo datang menghampiri Jhon. "Ada apa?" bisiknya penasaran.

"Mr. Willy sedang mencari masalah dengan Bos Ken," jawab Jhon berbisik.

"Cari mati! Membangunkan macan tidur," jawab temannya berbisik.

"Yes," bisik Jhon.

Kenzo berjalan ke meja kerjanya kemudian membuka laci yang tertutup rapat. "Punya nyawa berapa si brengsek itu, sampai dia berani bermain-main denganku? Brengsek!"

"Bos, apa akan kita eksekusi sekarang juga?" tanya Jhon.

"Tentu saja! Aku tidak akan membiarkan orang itu menghirup udara segar walaupun cuma sedetik!" Kenzo mengambil sesuatu yang membuat semua anak buahnya terdiam begitu melihat benda apa yang sedang dipegang Bosnya.

"Tapi Bos, kita tidak tahu keberadaan Mr. Willy di mana?"

"Jhon!" panggil Kenzo.

"Iya Bos." Jhon segera mendekat.

Kenzo melihat-lihat senjata api pendek yang ada di tangannya. "Cari tentang keberadaan si Willy sekarang juga!"

"Baik Bos?" Tanpa membuang waktu lebih lama, Jhon bergegas pergi meninggalkan ruangan.

"Dan kalian semua!" Kenzo menatap tajam wajah anak buahnya satu per satu. "Jangan sampai kejadian tadi terulang kembali atau kalian tahu sendiri akibatnya apa!"

"Baik Bos!" Serempak mereka menjawab.

"Sekarang kalian semua bantu Jhon mencari si bajingan Willy!" Teriak Kenzo.

Tanpa menunggu lama lagi, mereka semua segera membubarkan diri langsung pergi ke luar dari ruangan.

Kenzo duduk di kursi kebanggaannya, matanya tidak lepas menatap senjata api yang ada di tangannya. "Berani sekali si Willy mengancamku. Dia pikir dirinya itu siapa? Baru masuk dalam duniaku saja, dia sudah berani bermain api denganku. Lihat saja! Pelajaran apa yang akan aku berikan padanya!"

Kenzo kembali menaruh sejata apinya ke dalam laci setelah beberapa menit bergumul dengan pikirannya sendiri. "Aku sampai lupa hari ini belum melihat kamar itu. Semua ini gara-gara si Willy."

Langkah kaki Kenzo menggema begitu sepatunya menginjak lantai marmer dingin yang mengkilap menyusuri lorong rumahnya, pandangannya lurus melihat ke depan.

"Tuan."

Kenzo menoleh ke samping. "Ada apa?"

"Ini Tuan." Seorang lelaki tua menyerahkan beberapa map coklat pada Kenzo.

"Ini apa?" tanya Kenzo bingung, tapi tangannya tetap menerima map coklat.

"Itu punya Tuan yang ketinggalan di mobil," jawabnya.

Kenzo membuka map. "O iya, aku lupa. Untung Pak Kasim memberikannya padaku. Kupikir sudah aku simpan di meja kerjaku. Terima kasih."

"Iya Tuan," jawab Pak Kasim. "Kalau begitu saya permisi Pak."

"Iya."

Pak Kasim segera pergi meninggalkan Kenzo yang masih berdiri sambil memasukkan kembali lembaran kertas ke dalam map coklat. "Kenapa aku sampai bisa lupa dengan berkas ini? Padahal berkas ini sangat penting sekali, bisa hancur tenderku kalau semua berkas ini hilang."

Kenzo melanjutkan kembali langkahnya sehingga langkah kakinya kembali terdengar menggema di setiap lorong rumahnya.

Tangan Kenzo merogoh saku celana panjangnya ketika tepat berhenti di depan sebuah pintu besar yang tertutup rapat. Sebelum memasukkan kunci dan membukanya, Kenzo melihat ke kiri dan ke kanan. "Aman."

Kenzo membuka pintu dengan perlahan, ruangan yang terlihat temaram dan suhu udara yang dingin langsung menyambut Kenzo begitu kakinya melangkah masuk. Harum bunga melati tercium masuk menyeruak ke dalam penciuman Kenzo.

Ruangan yang temaram berganti menjadi terang benderang setelah Kenzo menutup kembali pintunya rapat-rapat dan menyalakan lampu gantung kristal. Terlihat sebuah ruangan yang cukup besar dengan segala macam pernak pernik yang terbuat dari kristal serta sebuah tempat tidur berukuran king size berada ditengah-tengah ruangan.

Kenzo melihat ke sekeliling, pandangannya berhenti pada sebuah lukisan besar yang terpajang di dinding, seketika raut wajahnya menjadi sendu.

"Ayah, Ibu," gumamnya pelan dengan langkah kaki yang semakin mendekat ke arah lukisan. "Apa kabarmu hari ini? Maaf, aku baru sempat datang menjenguk karena banyak pekerjaan."

Tatapan Kenzo menatap lekat lukisan yang menampilkan dua orang dewasa dan satu orang anak remaja. Dua wajah orang dewasa yang tidak jauh berbeda dengan wajah anak remaja yang diapit keduanya, terlihat senyum merekah dari ketiga orang yang ada di dalam lukisan.

Setelah puas menatap lukisan, Kenzo melangkahkan kakinya ke arah sofa panjang lalu perlahan membaringkan tubuhnya. "Aku lelah sekali ingin istirahat sebentar. Dari semalam aku kurang tidur."

Tatapan Kenzo jatuh pada langit-langit kamar yang dihiasi lampu gantung kristal cantik berbentuk bunga. Pikirannya membawa lamunannya pergi ke masa lalu, disaat dirinya masih bisa merasakan pelukan kedua orangtuanya yang sekarang telah pergi untuk selamanya.

"Ayah, Ibu. Seandainya kalian berdua masih ada, aku pasti tidak akan merasa kesepian seperti ini. Kenapa kalian pergi begitu cepat meninggalkan aku yang tidak punya siapa-siapa? Lihatlah aku, Ayah Ibu, aku sangat kesepian." Kenzo bicara sendiri.

Semua kenangan dimasa lalu kembali bermain di dalam pikiran Kenzo. Kematian kedua orangtuanya yang misterius menjadikan Kenzo harus masuk ke dalam dunia yang sama sekali tidak pernah dia ketahui, tapi demi orangtuanya, apapun akan Kenzo lakukan demi untuk mengetahui semua misteri yang terjadi atas kematian kedua orangtuanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel