Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4: MERASA TERTARIK

Hari terakhir PMB adalah yang paling melegakan bagi Steffi, ia senang bisa terlepas dari tekanan senior yang menurutnya mengganggu. Yang terpenting ia harus menentukan sikap untuk kuliahnya sekarang, tentu ia ingin mematahkan setiap ucapan neneknya yang berkata bahwa ia hanya benalu bagi keluarganya. “Stef, itu kan Kak Dewa.” Ucap Fita, kemudian Steffi langsung memicingkan matanya, benar itu Dewa yang sedang membawa gitar.

“Lo mau kemana?” tanya Fita.

“Duluan aja. Lebih penting ini.” Steffi seolah lupa niatnya tadi pagi yang akan serius berkuliah, bagaimana mungkin Dewa adalah cowok setelah Aldo yang menolaknya, ia tidak akan membiarkannya.

“Kak Dewa!” panggil Steffi.

“Hm?” tanya Dewa bingung.

“Sejak kapan lo jualan soto?” tanya Steffi tersenyum, sedangkan Angga dan Radit kembali dibuat bingung, pasalnya Dewa hanya bilang Steffi adalah adik tingkat penganggu. Mata Radit langsung menatap tubuh semampai Steffi yang hari ini memakai rok, kaki jenjangnya di ekspos dengan sempurna.

Dewa hanya bisa memberikan ekspresi datar. “Lo mau manggung?” tanya Steffi menatap Dewa, Angga, dan Radit.

“Iya, lo itu sahabatnya Susan ya?” tanya Radit, karena tidak ada yang mau menjawab Steffi.

Steffi mengangguk kemudian mengulurkan tangan kepada Radit kemudian kepada Angga. “Steffi Seadari.”

“Namanya secantik orangnya.” Puji Radit, Steffi tersenyum, tapi tidak dengan Dewa yang justru berjalan terus.

“Kak Dewa! Buru-buru banget sih?”

“Udah tahu masih ganggu.”

“Pulang nanti bareng ya, gue udah sengaja gak bawa mobil nih.”

“Gak bisa.”

“Kenapa?”

“Karena gak mau!”

“Kenapa gak mau?”

“Lo ini sebenarnya maunya apa?”

“Jadi pacar lo.”

“Gak.”

“Kenapa?”

“Ya kenapa harus ada alasan?”

“Karena kalau gak ada tandanya gue bisa jadi pacar lo.”

“Kenapa pengen jadi pacar gue?”

“Karena gue suka sama lo.” Dewa terdiam, ekspresinya sama sekali tidak menunjukan kalau ia terkejut, marah, ataupun senang.

“Gue gak suka sama lo, titik. Jadi sekarang lo pergi.”

“Oke gue pergi, sampai ketemu nanti pulang, calon pacar.” Bisik Steffi.

Kemudian Steffi melangkah pergi, sementara Dewa juga melangkahkan kakinya, sampai sebuah suara membuat Dewa berhenti.

“Wuih, ternyata maba (mahasiswa baru) ada yang bening juga.” Marvin memberikan siulannya, ia bahkan sudah ingin merangkul Steffi.

“Jangan kurang ajar ya!” Steffi segera menepis tangan Marvin, menekannya kuat-kuat.

“Wuoh… oke-oke…” Steffi setelahnya melangkah menjauh, mata Marvin tak lepas dari lekuk badan Steffi yang baginya sangat mempesona.

*******

Acara hari ini cukup menarik, berbagai organisasi melakukan pertunjukan dan promosi, Steffi dan teman-temannya sudah sepakat akan masuk ke Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tari Modern, mereka akan kembali pada masa-masa kejayaan The Pinkers yang dikenal sering menjuarai kompetisi tari modern.

“Tunggu, dia Ketua UKM Musik?” Steffi memperhatikannya dengan seksama, mengapa harus musik? Ia tidak suka bernyanyi apalagi bermain musik.

“Keren ya Kak Dewa. Kayak Oppa di Korea…” Ucap Lulu. Steffi langsung menatap Lulu tajam sementara Susan hanya bisa terkekeh.

“Ternyata incaran lo, most wanted juga di kampus ini.” Bisik Susan.

“Justru itu gue gak mau kalah,” kekeh Steffi.

“Will see…” Steffi tersenyum mendengar ucapan Susan yang terkesan menantang baginya.

“Kalau gue ikut UKM musik gimana?” tanya Steffi.

“Gak!” kini Susan, Lulu, dan Fita menjawab serempak, sekali lagi mereka membuat keributan.

“Lo kan udah bilang gak mau nyanyi lagi.”

“Gue bisa belajar alat musik.”

“Belajar? Sama Dewa?” tanya Susan.

“Tentu Susan, masa sama lo?”

“Dia emang mau?”

“Dia harus mau, karena dia Ketuanya.”

“Pasti ada tes, dan yang lo bisa kan cuman nyanyi,”

“Gue gak pengen bahas itu.” Steffi mengangkat tangannya tanda ia tidak mau Susan melanjutkan pembicaraan.

*******

Secara resmi dan simbolik, seluruh mahasiswa yang telah mengikuti PMB sudah diterima oleh Global University, semua bersorak, gembira, ada suara terompet yang dibunyikan, ada berbagai gas berwarna-warni, dan semuanya bersatu dalam alunan lagu serta tarian.

Hidup bergerak sangat cepat, sampai kita terkadang tidak sadar sudah melangkah, berlari, dan bertahan sejauh ini. Tidak mudah melalui segala hal pahit dalam hidup Steffi, ia juga dulu pernah di bully, pernah merasakan tidak punya teman, dihina oleh neneknya sendiri, tidak mendapatkan kasih sayang sempurna dari kedua orang tuanya yang terlalu sibuk mengurus Elsa, Aldo yang tidak kembali padanya, dan Kevin yang meninggalkannya. Sekarang, tak ada gunanya lagi merenungkan segala hal menyedihkan itu, karena itu membuatnya semakin terlihat lemah, dengan begitu hanya aka nada keterpurukan yang tersisa.

Mulai besok, ia akan mencoba menjadi gadis baik yang selalu disinggung oleh neneknya, gadis baik seperti Citra dan Elsa. Mungkin tidak dalam sekejap ia bisa melakukannya, tapi ia harus mencoba.

Ketika acara usai, yang tersisa hanyalah kenangan, Steffi dan teman-temannya sedang duduk di taman yang ada di dekat tempat parkir, mata Steffi langsung melihat Dewa yang berjalan bersama Angga dan Radit.

“Gue mau pulang duluan ya.”

“Lo kan gak bawa mobil? Mending ikut sama mobil gue aja.” Usul Susan.

“Gue mau balik bareng cowok gue.”

“Yauda, lo bener nih?”

“Iya lo pada balik duluan, Dewa gak akan tega lihat gue pulang sendirian.”

“Terserah lo princess…”

Steffi berlari, kemudian segera berdiri dengan manis disamping motor Dewa. Ia sudah tidak sabar melihat reaksi laki-laki itu. “Wa, lo pulang sendiri?” tanya Angga.

“Iya, kenapa mau nebeng?”

“Kayaknya lo gak sendiri.” Jawab Radit saat memberikan kode agar Dewa memutar tubuhnya. Setelah itu Dewa hanya terkejut dan mengernyitkan dahinya. “Lo? Ngapain?”

“Hai calon pacar, mau pulang bareng nih, anterin ya.”

“Gak.” Dewa segera menarik tangan Steffi menjauh dari motornya.

“Ih tega masa, ada cewek cantik pulang sendirian.”

“Lo bareng kita aja, Angga bawa mobil.” Tawar Radit, justru mendapat kedipan dari Steffi.

“Aduh yang kayak gini-gini nih Ngga, bikin awet muda, kedipannya.” Radit memegang dadanya. “Lebay lo, punya Dewa tuh!” Angga terkekeh.

“Kan gue setia, harus sama calon pacar dong pulangnya.”

“Yang pertama, gue gak suka sama lo, yang kedua gue bukan calon pacar lo, dan yang ketiga, kedua hal diatas gak akan pernah berubah.” Dewa menatap mata Steffi tajam.

“Kenapa sih galak banget?”

“Karena lo ganggu dan lo ribet.”

“Kalau gitu gue mau terus gangguin dan ribetin lo.”

“Udah lah Wa, anterin aja…” Pinta Radit.

“Lo berdua aja yang anterin, gue sibuk.” Steffi segera menggelengkan kepala dan meminta Angga dan Radit untuk segera pergi.

“Dia nya gak mau, maunya sama lo.” Ucap Angga.

“Nah Kak Angga aja paham.”

“Yauda gue sama Radit balik dulu.” Ucap Angga lagi.

“Gue juga.” Dewa menyalakan mesin motornya, Angga dan Radit pun sudah melangkah jauh.

“Lo tega sama gue?” Steffi menghalangi motor Dewa.

“Kenapa harus gak tega?”

“Kan…”

“Lo bukan calon pacar gue, gak akan pernah.”

“Tapi…”

“Lo minggir atau gue tabrak.”

“Memang berani?” Tantang Steffi, kemudian motor Dewa maju. “Lo ya! Jahat banget!”

“Gue udah bilang baik-baik.”

“Gue juga udah bilang baik-baik kalau mau ikut, apa susahnya anterin gue pulang?” tanya Steffi.

“Apa susahnya lo pulang sendiri?”

“Gak mau, kan maunya sama lo.” Dewa menggelengkan kepala kemudian menjalankan motornya ke sebelah kiri tubuh Steffi.

“Shit! Kenapa yang ini susah banget sih! Gapapa…dulu juga Aldo dingin, Kevin dingin, tapi bisa gue taklukin.” Kekeh Steffi.

“Sekarang gue naik apa dong?” Steffi terlihat kesal, semua sampah di hadapannya langsung ia tendang begitu saja.

*******

Taksi adalah satu-satunya penyelamat bagi Steffi saat ini, tatapan nakal beberapa laki-laki melihat ke arah roknya, ia jadi risih kemudian memilih mendekati pos satpam. “Hei, kok belum pulang?” tanya sebuah suara yang Steffi tidak suka.

“Bukan urusan lo.”

“Oh tentu ini jadi urusan gue, sebagai senior yang baik, gue gak mungkin membiarkan mahasiswi baru Global University dalam keadaan gak aman.”

“Gue bisa jaga diri.”

“Gue anter balik ya.”

“Gue bilang gak usah.”

“Lo gak perlu takut, nih ada temen-temen gue juga kok.”

“Justru karena lo rame, gue makin risih.” Ketus Steffi, Marvin justru tertawa.

“Santai aja sama gue.” Marvin kini mendekat membuat Steffi mempersiapkan kuda-kuda untuk menghajarnya.

“Lo jago bela diri, huh?”

“Buat patahin hidung lo sih harusnya mampu ya.” Marvin merasa ia semakin tertantang.

“Steffi!” seru seseorang, rupanya itu Angga dan Radit.

“Lo pulang sama mereka?”

“Iya!” seru Steffi kemudian berlari ke arah mobil Angga.

Sepasang mata, mengintip dibalik pohon yang ada di seberang jalan, ia kembali melajukan motornya setelah memastikan semua aman.

*******

“Gue gak yakin aja kalau misalnya Kak Angga sama Kak Radit tiba-tiba bisa jemput gue? Ini pasti suruhan Dewa kan?” Steffi sekarang sedang berpikir keras, tentu ia juga sedang melakukan video call dengan ketiga sahabatnya.

“Bisa jadi sih Princess, tapi bisa juga enggak.” Ucap Lulu.

“Ih Lu, maksud lo gimana?” tanya Steffi sambil memasukan buku ke dalam tas, besok adalah hari pertama mereka resmi menjadi mahasiswi. “Iya maksud gue, bisa jadi Kak Dewa yang minta tolong ke mereka karena gengsi kalo nganter lo balik, yang kedua ya bisa aja engga, Kak Angga sama Kak Radit gak sengaja lewat.”

“Gue lebih suka dengar yang pertama.” Steffi tersenyum.

“Eh bentar deh, tadi yang gangguin lo siapa?” tanya Susan sedang membaca buku.

“Gak kenal.”

“Kak Radit pernah cerita, kalau ada satu orang paling menyebalkan yang selalu geng mereka hindari, kayaknya cowok itu deh.”

“Kenapa?” Tanya Steffi, Lulu, dan Fita bersamaan.

“Pernah punya masa lalu yang gak begitu baik sama Dewa dan Angga.” Steffi sungguh tidak peduli tentang cowok itu, dia hanya peduli bagaimana mungkin ada cowok yang menolaknya lagi, tentu saja ini mencoreng harga dirinya.

“San, bilangin Kak Radit dong, comblangin gue sama Dewa.”

“Ogah! Lo ngomong aja sendiri.”

“Oke.” Balas Steffi tersenyum sambil berpikir strategi apa yang harus ia gunakan untuk mendapatkan hati seorang Dewa Merapi yang sangat membuatnya penasaran itu.

“Lo gak serius kan?”

“Will see.” Jawab Steffi.

“Princess, lo hari pertama udah dapet gebetan aja. Perasaan kita aja belum sama sekali.” Fita mengerucutkan bibirnya.

“Ya kan sesuai perjanjian, gak ada yang boleh punya pacar sebelum gue punya pacar.”

“Gimana kita mau punya pacar kalo kerjaan lo baru pacaran berapa bulan terus putus gak jelas, jadi kalo lo putus kita juga harus putus?” tanya Susan jengkel.

“Tentu, kan solidaritas.” Steffi sedang mewarnai kuku tangannya.

“Yauda gue doain lo cepet jadian, biar kita bertiga gak jadi perawan tua.” Steffi langsung saja tertawa. “Oh lo pada udah pengen punya pacar, biasa aja ngehina gue playgirl. Oke…oke girls sebentar lagi gue akan jadian sama Dewa. Tunggu tanggal mainnya.” Steffi mengedipkan sebelah matanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel