Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 11: SEANDAINYA TERUS MENGAWASI

Lemari baju dipenuhi dengan berbagai dress yang punya beragam warna, Steffi terlihat bingung memilih dress mana yang akan ia kenakan nanti saat pergi bersama Marvin, bukan senang seperti akan pergi bersama orang yang disukai tapi karena ia justru takut karena tidak percaya pada orang itu. Steffi menyesali, rata-rata bajunya cukup terbuka, sedangkan ia tidak ingin mengenakan baju seperti itu nanti malam.

“Kak!” Elsa yang masuk ke kamar Steffi langsung duduk di atas tempat tidur kakaknya itu.

“Hmm…”

“Kakak mau kemana sih?”

“Ulang tahun temen.”

“Oh gitu…” Kemudian hening, Elsa hanya memperhatikan Steffi yang sedang menyiapkan keperluan perginya nanti.

“Ada apa sampai nungguin gue?”

“Hmm… Elsa mau ngomong.”

“Dari tadi kan udah ngomong.”

“Ih kak… Elsa serius.” Elsa menarik tangan Steffi, kemudian dengan menggaruk tengkuknya.

“Ada apa sih? Kok muka lo jadi merah gitu? Abis ngelakuin kesalahan apa sih?”

“Emang kalo suka sama orang kesalahan?” tanya Elsa, kemudian Steffi yang baru saja ingin merebahkan tubuhnya langsung kembali ke posisi duduk.

“Lo lagi suka sama orang? Siapa? Udah pacaran?” tanya Steffi bertanya bertubi-tubi membuat Elsa ketakutan sekaligus bingung.

“Kak… nanyanya serius banget, kayak aku habis ngelakuin kejahatan.”

“Ya enggak… udah cepet cerita, gue dengerin.”

“Jadi, ada cowok yang Elsa suka, dan kayaknya dia suka ke Elsa juga, udah lima bulan dekat.”

“Yang mana orangnya?” tanya Steffi, sebetulnya ia ingin menampilkan senyuman, tapi ia harus berwajah serius, sebab ini pertama kalinya Elsa menyukai seseorang dan bercerita padanya, biasanya Elsa akan bercerita ada beberapa cowok yang mendekatinya namun baru beberapa hari saja Elsa menolak mereka, ia memang ingin serius sekolah karena ingin menjadi seperti kedua orang tuanya yang bekerja di organisasi sosial yang ada di luar negeri.

“Yang pakai kacamata.” Ucap Elsa menunjukkan foto dua orang laki-laki yang saling berangkulan.

“Oh… ya ganteng sih, jadi kriteria lo kayak orang korea gini?” tanya Steffi, kemudian Elsa mengangguk.

“Kak… Elsa pengen ajak dia ke pestanya Kak Citra, boleh gak?” tanya Elsa sambil mengatupkan tangannya didepan dada.

“Terus lo mau kenalin dia sebagai apa?”

“Calon pacar?” tanya Elsa.

“Ih lo yakin dia mau nembak lo?” tanya Steffi mengejek dengan bermaksud bercanda.

“Yakinlah, sebentar lagi paling.” Ucap Elsa percaya diri.

“Sebelum lo berdua jadian, bawa dia ke rumah. Gue pengen lihat langsung.” Ucap Steffi sambil menuju ke kamar mandi, sedangkan Elsa menatap curiga. “Kalo Elsa bawa ke sini, kakak gak akan nikung kan?” pertanyaan Elsa tadi membuat Steffi menghentikan langkahnya.

“Hmmm…”

“Maksudnya hmmm… itu apa?” tanya Elsa bersiap untuk marah kepada kakaknya itu.

“Hmmm… gue liat dulu, kalau cakep dan masuk tipe cowok gue ya bisa jadi sih gue tikung.” Steffi segera masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.

“Kakak…!” jeritan Elsa dari luar membuat Steffi tertawa senang.

*******

Bunyi klakson mobil Marvin menandakan laki-laki itu sudah tiba didepan rumah Steffi, dengan langkah santai gadis itu menuruni tangga, terlihat dress semata kaki menutupi tubuhnya, dress abu-abu itu tampak pas pada tubuhnya, heels berwarna silver pun terlihat selaras dengan dress tersebut.

“Stef, lo gak salah pakai pakaian tertutup gini? Kita mau ke club loh, bukan ke pesta nikahan.” Marvin terlihat tidak suka dengan pakaian Steffi sekarang.

“Kebanyakan komentar deh lo, waktu itu lo bilang ke acara ulang tahun teman kan? Yang penting ini udah sesuai sama acaranya.” Ketus Steffi, Marvin tidak berkutik lagi, padahal ia berharap pakaian Steffi seperti saat ia melihat gadis itu di klub.

“Yauda lo tetap cantik pakai apa aja.” Marvin mengedipkan mata kirinya.

“Udah buruan jalan.” Steffi sangat paham niat licik Marvin yang ingin melihatnya dengan pakaian terbuka, kekhawatiran Susan memang benar, namun Steffi juga tidak bodoh, ia pernah beberapa kali bertemu cowok sejenis Marvin yang mesum dan kurang ajar, hanya satu kuncinya, tidak menerima minuman apapun pemberian dari laki-laki itu.

Sepanjang perjalanan, Marvin terus mencari topik sementara Steffi akan menjawab seadanya bahkan Steffi sampai bosan meladeni perbincangan ini, terkadang Steffi hanya akan menikmati lagu yang diputar atau pura-pura mengantuk, dan yang paling ia nantikan adalah cepat sampai lalu bisa pulang lagi.

“Udah sampai nih, gue parkir mobil dulu, nanti lo tunggu disini dulu ya.” Ucap Marvin kemudian Steffi hanya mengangguk lalu turun dari mobil.

Beberapa pasang mata memperhatikan tubuh Steffi walau dengan pakaian tertutup, kecantikannya tetap terpancar sempurna, biasanya Steffi akan senang menjadi pusat perhatian tapi kali ini ia justru malas.

“Yuk kita masuk.” Marvin merangkul tubuh Steffi, dan lagi-lagi ia menghindar, ia menepis segala kontak fisik dengan Marvin.

Didalam penuh sekali dengan orang, suara musik dan penerangan yang minim membuat tubuh Steffi berbenturan dengan beberapa orang. “Woi Marvin! Wih udah bawa cewek aja nih.”

“Iya lah, cantik kan?”

“Pacar lo?” bisik Arnold.

“Bukan.” Jawab Steffi cepat, membuat kumpulan cowok disitu terkekeh.

“Yauda nikmatin party nya ya.” Ucap Arnold.

Marvin membawa Steffi untuk duduk di sofa, baru beberapa menit Steffi merasa tidak betah, terlebih Marvin sepertinya selalu mencoba menyentuh tangannya, bahunya, pipinya, hal itu sangat menjengkelkan bagi Steffi.

Yang Steffi tidak tahu ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan tingkahnya. Cowok dengan tuxedo berwarna hitam itu berkali-kali mencoba untuk tidak melihat laki-laki dan perempuan yang sedang duduk di sofa maroon itu. “Lo ngeliatin apaan sih?” tanya sahabat laki-laki itu.

“Enggak, pusing doang sama lampunya.” Jawabannya membuat kedua sahabatnya tertawa.

“Eh Arnold ngajak kita ke ruang VIP tuh, sekalian reuni katanya, kita juga mau kasih ucapan selamat kan?”

“Gak bisa nanti aja?” laki-laki itu terlihat kesulitan, sebab pandangannya tertutupi banyak orang yang sedang menari di lantai dansa, ia kesulitan melihat Steffi.

“Wa, lo lagi mantau siapa sih? Ada siapa yang narik perhatian lo?” tanya Angga pada Dewa, ya ketiga laki-laki itu adalah Dewa, Angga, dan Radit.

“Yauda yuk ke VIP.” Dewa mengusir semua kecurigaan dan kekhawatirannya, Steffi akan baik-baik saja, Marvin tidak mungkin melukai Steffi, dan yang paling penting karena Dewa akan ada di tempat ini jadi jika sesuatu yang buruk terjadi, ia tidak mungkin tinggal diam.

Disisi lain berulang kali Marvin menawari Steffi minum wine, tapi gadis itu menolaknya dengan berbagai alasan masuk akal. Yang pasti Steffi tidak akan meminum apapun disini. “Satu teguk aja Stef.” Pinta Marvin.

“Kalo lo maksa gue sekali lagi, gue pulang sekarang.” Steffi sudah sampai pada tahap kesalnya.

“Eh jangan…jangan…”

“Gue mau ke toilet dulu, 15 menit dari sekarang, kita udah harus balik ya.” Ucap Steffi sebelum akhirnya meninggalkan Marvin bersama teman-temannya. Setelah Steffi pergi, Marvin mendapat ejekan dari para temannya.

“Bukan Marvin kalau gak bisa dapetin apa yang dia mau kan? Gue udah tahu dia bakal kayak gitu, jadi gue udah siapin rencana cadangan. Sekarang kita jaga di toilet cewek ya. Saatnya permainan asik ini dimulai Steffi sayang.” Ucap Marvin kepada teman-temannya lalu menyeringai jahat.

Di toilet, Steffi hanya mencuci tangan dan merapikan rambutnya, ia sudah muak ada disini bersama Marvin, jadi tidak ada yang bisa mencegahnya untuk pulang, lagipula laki-laki itu pasti akan menuruti keinginannya.

Ketika keluar dari toilet, tiba-tiba kedua tangan Steffi dicengkram sangat kuat sampai ia merintih. “Shit! Lo pada siapa sih?! Lepasin gak! Gue teriak nih.” Begitulah umpatan Steffi sebelum sesuatu disuntikan pada lengannya, dan ia merasa pandangannya mulai kabur sampai akhirnya menutup sempurna, wajah terakhir yang ia lihat adalah Marvin yang tersenyum licik didepannya.

Tubuh Steffi langsung diangkat menuju lantai 2 klub ini, ada beberapa beberapa kamar yang ada di lantai ini, dengan tidak sabar Marvin memerintahkan teman-temannya untuk membuka pintu sehingga ia dan Steffi masuk ke salah satu kamar, Steffi diletakkan di atas tempat tidur. “Lo semua jaga didepan, jangan sampai ada yang ganggu gue dan Steffi.” Marvin menatap tajam setiap orang yang sekarang berdiri di hadapannya.

“Siap bos!” jawab serentak seluruh laki-laki di depan kamar itu. “Lo berdua ikut gue masuk, bawa kameranya kan?”

“Bawa bos.”

“Bagus.” Ketiga laki-laki itu masuk dan melihat Steffi terkulai tak berdaya di atas tempat tidur.

“Sudah lama gue menantikan saat-saat ini.” Marvin mulai naik ke atas tempat tidur, ia sudah membuka blazer navy dan kemeja putihnya. Sementara di tangannya sudah ada gunting, bersiap untuk menggunting helaian dress Steffi, perlahan tangan Marvin mengusap wajah dan bibir Steffi, ia tidak menyangka gadis angkuh itu begitu cantik dan menawan saat tidur seperti ini, ia menyesal tidak melakukannya dari dulu.

*******

Tidak betah berlama-lama di dalam ruang VIP yang berisi teman-teman lamanya dan para wanita, Dewa melangkah sambil membuka kancing tuxedonya, ia keluar dari ruangan. “Gue keluar duluan.” Bisik Dewa pada Angga dan Radit bergantian.

“Tadi dia duduk disitu…” gumam Dewa, matanya dengan jeli melihat setiap sudut dan orang-orang yang ada di klub, beberapa orang yang ia kenal juga ia tanyai tapi, tak ada yang tahu keberadaan Steffi.

Sampai ia melihat beberapa teman-teman Marvin berjaga di tangga menuju lantai 2, ingin rasanya tidak berpikiran terlalu jauh namun Dewa harus tetap memastikannya.

Saat Dewa mendekati tangga tersebut, beberapa teman Marvin langsung menghadangnya. “Gue ada janji diatas.” Ucap Dewa tak ingin memancing keributan, kemudian menunggu persetujuan mereka, dan Dewa pun naik, ketika di tangga ia melihat kalung yang tak asing baginya, ia pernah melihat Steffi mengenakan kalung berbentuk ombak itu saat pertama kali ia menolong gadis itu yang hampir saja tertimpa lampu sorot, jadi ia segera mengambilnya.

Dengan hati-hati Dewa melirik ke arah penjagaan disana, ini semua adalah teman-teman Marvin, pasti ada yang tidak beres, hatinya gusar terlebih jika dugaannya benar, Steffi ada di dalam sana.

Dengan cepat Dewa meraih gagang pintu, tangannya langsung saja ditepis oleh salah seorang, yang lainnya langsung ikut maju dan terjadi perkelahian. Suaranya bahkan terdengar sampai ke bagian bawah klub, sudah lama Dewa tidak mengerahkan seluruh tenaganya, kali ini ia akan memaksimalkan tubuhnya.

Sekitar 6 orang harus Dewa hadapi dengan tangan kosong, bahkan perkelahian mereka berlanjut sampai terguling ke tangga, Angga dan Radit yang melihat situasi dan diberikan kode oleh Dewa langsung membantu untuk menghajar seluruh teman Marvin.

“Steffi ada di kamar lantai atas, gue akan ke sana.” Ucap Dewa pada Angga dan Radit yang langsung dibalas dengan anggukan. Dewa berlari, dan mendobrak pintu kamar, berulang kali sampai akhirnya pintu itu berhasil terbuka, hal yang pertama menjadi perhatian Dewa adalah keadaan Steffi, dimana bagian atas dress-nya telah koyak sehingga menampilkan dalaman merah gadis itu, selain itu Marvin juga bertelanjang dada. “Bajingan…!” teriak Dewa. Ia langsung menghampiri Marvin, menghajarnya bertubi-tubi. Kedua teman Marvin segera membantu untuk memisahkan Dewa dari Marvin, karena Dewa yang memang pandai berkelahi, ia dengan mudah mengalahkan kedua laki-laki itu, sekarang yang menjadi pusat kemarahannya berusaha kabur.

“Jangan kabur lo, brengsek!” teriak Dewa, ia kembali menghajar Marvin, namun lenguhan seseorang membuat Dewa sadar, beberapa orang juga berusaha masuk ke kamar untuk melihat apa yang terjadi, Dewa segera menghampiri Steffi yang sepertinya belum sadar sepenuhnya, ia melepaskan tuxedonya, dan membalut bagian atas tubuh Steffi yang terbuka, Dewa mengancingnya, sebab bagian atas dress Steffi sudah tak berbentuk dan tidak bisa digunakan lagi. Sementara Dewa melakukan itu agar tubuh Steffi tidak dilihat oleh banyak orang, Angga dan Radit sudah sampai diambang pintu langsung terkejut melihat Dewa telah menggendong Steffi ala bridal style. “Steffi?” tanya Radit.

“Wa, pake mobil gue aja.” Angga memberikan kunci mobilnya, kemudian Dewa memberikan kunci motornya. “Makasih Ngga.”

“Ngga, Dit, tolong urus yang disini ya.”

“Oke Wa, lo hati-hati.” Dewa mengangguk setelahnya, membawa Steffi segera menjauh dari kerumunan. Beberapa kali Dewa mendengar Steffi meringis, dan laki-laki itu kembali mengeratkan dekapannya. “Dewa…” panggil Steffi perlahan, ia tak kuat membuka mata lebih lama lagi. Laki-laki yang dipanggil namanya itu hanya bisa terdiam.

Dengan cepat Dewa memasukan Steffi di kursi penumpang yang ada di samping pengemudi, ia juga segera masuk ke mobil dan duduk di kursi pengemudi. Mobil tersebut melaju membelah jalanan malam, dengan kemarahan dalam diri Dewa.

“Hmm…” lirih Steffi, mata gadis itu sedikit terbuka namun kembali tertutup, gadis itu sepertinya merasa tidak nyaman, gadis itu kedinginan. Dewa menatap gadis yang selama ini selalu berjuang mendekatinya, selalu bertingkah berani didepannya, dan selalu terlihat percaya diri, kali ini semuanya runtuh, di saat lampu lalu lintas menunjukkan warna merah, Dewa mengeratkan tuxedonya, mengecilkan AC mobil, dan membuat kursi penumpang menjadi lebih turun di bagian sandaran punggung agar Steffi dapat lebih nyaman.

Saat akan berjalan kembali tiba-tiba ada motor yang melaju cepat dan membuat Dewa menginjak rem mendadak, tangannya kini menahan tubuh Steffi agar tidak terkena dashboard mobil, gadis itu sedikit kaget, matanya kembali terbuka. Dewa takut, sebenarnya apa yang diberikan pada Steffi sampai gadis ini sulit sadar sepenuhnya.

Dewa baru menyadari kenapa Steffi terkadang merintih, kaki gadis itu biru-biru, ada lecet di beberapa sisi, mungkin karena heels yang digunakan. Kali ini semua perasaan Dewa campur aduk, harusnya sedari awal Dewa mengawasi Steffi, seharusnya ia tidak perlu ikut masuk ke ruang VIP itu, dan seharusnya ia bisa menggagalkan niat busuk Marvin sehingga semuanya tidak perlu terjadi, bagaimana nanti jika Steffi sadar sepenuhnya, bagaimana psikisnya, untuk pertama kalinya Dewa sangat takut jika gadis disampingnya terluka baik secara fisik maupun mental, Steffi berhasil membuat Dewa sangat amat mengkhawatirkannya, Steffi adalah gadis kedua setelah mamanya yang mampu membuat Dewa takut sampai seluruh tubuhnya kaku bahkan tangannya gemetar.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel