Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB. 3 Trauma Mendalam

"Hah?" kaget perawat itu.

"Ayo cepat katakan!" hardiknya.

"Sa ... saya tidak mengatakan apapun, Tuan." ujar sang perawat.

"Kamu jangan bohong! Aku mendengar kamu mengatakan sesuatu tentang saya!" serunya marah.

Tiba-tiba saja dokter Ridwan datang ke tempat itu

"Ada apa ini ribut-ribut?" tegur dokter Ridwan kepada keduanya.

"Untung kamu cepat datang! Perawat ini mengatakan sesuatu yang buruk tentang saya!" kesalnya lagi.

Akan tetapi sang perawat menceritakan kepada dokter Ridwan tentang pemaksaan dari Peter untuk menemui dirinya.

Setelah mendengar penjelasan dari sang perawat. Dokter Ridwan lalu menyuruh perawat itu untuk meninggalkan mereka berdua.

"Mau ke mana, kamu? Urusan kita belum selesai!" tutur Peter, kesal. Namun sang perawat tetap saja pergi atas petunjuk dari dokter Ridwan.

"Woi, Bro. Lo kenapa sih? Kayak anak ayam yang kehilangan induknya saja! Lama-lama Lo stroke, tahu! Marah melulu." ucap dokter Ridwan ketika keduanya berada di kafe yang ada di dekat klinik itu.

"Bagaimana gue nggak kesal! Terlalu banyak prosedur yang harus ditempuh hanya untuk bertemu dengan Lo! Ribet banget tahu nggak sih!" marahnya lagi.

"Yaelah, Bro. Menurut gue itu wajar. Apalagi Lo nyariin gue, di tempat kerja dan posisinya, gue memang sedang bekerja. Jadi wajar dong Lo harus menunggu untuk bertemu dengan gue.

"Banyak gaya, Lo." tutur Peter.

"Gue bukan kebanyakan gaya, Bro. Memang begitulah peraturannya. Contohnya nih Lo yang seorang CEO. Pasti nggak sembarangan kan, orang-orang bisa menemui Lo? Nah, begitu juga dengan gue!" Peter mencoba merenungkan perkataan Ridwan, sahabatnya. Dia pun mengiyakan perkataan temannya itu di dalam hatinya.

"Oh ya, Lo ngapain nyariin gue di jam kerja? Ada apa ini?"

"Gue mau Lo melakukan hipnoterapi!"

"Apa? Jangan mengada-ngada, Lo?" tukas dokter Ridwan.

"Gue tidak sedang mengada-ngada, Bro! Kapan Lo bisa melakukannya?" Dokter Ridwan menatap tak percaya dengan keputusan ekstrim yang akan dilakukan oleh sahabatnya.

"Bro apa Lo yakin ingin melakukan hipnoterapi?"

"Tentu saja gue yakin! Gue tidak mau lagi merasakan sakit hati yang mendalam hanya karena wanita."

"Bro banyak hal positif lainnya yang bisa Lo lakukan. Tidak mesti hipnoterapi," jelas dokter Ridwan.

"Gue tidak peduli! Gue nggak butuh cinta dari perempuan mana pun lagi! Dan gue sudah membulatkan tekad gue untuk hidup melajang selamanya, titik!" tegas Peter.

Dokter Ridwan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Setengah hatinya merasa kasihan kepada Peter karena nasib cintanya yang selalu kandas dan menyisakan rasa trauma di dalam dirinya. Sementara setengah hatinya yang lain, merasa jika Peter terlalu terburu-buru untuk melakukan tindakan hipnoterapi itu.

"Jadi kapan kamu bisa melakukannya?" tanya lagi.

Dokter Ridwan pun memilih diam. Dia tidak tahu bagaimana cara untuk membujuk sahabatnya. Dia pun lalu berkata,

"Okay, saya akan menjadwalkannya secepatnya." tukasnya kepada sahabatnya itu.

Kediaman Jacob,

Asisten Leon akhirnya sampai di kediaman sang atasan.

Dia pun langsung di sidang oleh kedua orang tua Peter.

"Leon, kamu tentu tahu kenapa kami berdua memanggilmu ke sini!" seru Nyonya Neira.

Sementara Tuan Theo menatapnya sangat tajam.

"Maaf, tapi saya tidak tahu apapun Tuan, Nyonya." Leon mencoba untuk terlihat biasa saja dan tak terpancing dengan tatapan penuh selidik kedua orang atasannya. Namun tetap saja mulutnya bergetar saat berkata-kata. Dia sangat gugup saat ini.

"Ternyata kamu masih membela tuanmu, rupanya?" tukas Nyonya Neira.

"Nyonya, sungguh saya tidak tahu apapun saat ini." tuturnya.

"Leon ... Leon, saya akui kesetiaanmu kepada Peter patut diberi penghargaan. Tapi ingat! Jika kamu menyembunyikan sesuatu tentang putra kami. Saya tidak akan segan-segan untuk memecatmu! Saya tidak peduli jika kamu adalah orang kepercayaan anak saya! Saya tidak peduli tentang itu! Satu lagi yang harus kamu ingat! Saya bukan hanya akan memecatmu. Akan tetapi namamu akan saya black list! Sehingga, tidak ada satu perusahaan pun yang akan menerimamu sebagai karyawan perusahaan mereka!" Mendengar penuturan Tuan Theo yang menusuk itu, Leon yang dari tadi memilih menundukkan kepalanya, dengan segera menegakkannya.

Kedua orang tua Peter mulai tersenyum sinis kepadanya.

"Pilihan ada di tanganmu, Peter." ucapnya lagi.

Lalu terjadi keheningan di ruangan itu.

Kemudian Tuan Theo berkata lagi. Mami tolong ambilkan beberapa lembar kertas rekomendasi pemecatan untuk Leon di ruang kerja saya. Sepertinya dia lebih memilih setia kepada tuannya, dibandingkan jujur kepada kita." tukas Tuan Theo menakut-nakuti Leon.

Ternyata Leon masih tak bergeming. Lalu Tuan Theo memberi isyarat kepada istrinya untuk segera ke ruang kerjanya.

Nyonya Neira beranjak menuju ke ruang kerja suaminya. Tapi asisten anaknya itu, masih saja diam dan tidak melakukan tindakan apa-apa.

Bahkan sampai Nyonya Neira kembali dari ruang kerja suaminya, dan membawa dokumen pemecatan untuknya, Leon tetap tak bergeming.

"Ini dokumennya, Papi." ucap Nyonya Neira.

Tuan Theo menerima dokumen itu. Lalu membacanya sekilas.

"Selamat menjadi gelandangan baru, Leon!" serunya tajam, lalu mulai menandatangani dokumen itu.

Tiba-tiba Leon terlihat panik saat Tuan Theo mulai menandatangi surat pemecatan untuk dirinya.

"Tunggu sebentar, Tuan!" ucanya panik sambil meraih pulpen yang ada di tangan Tuan Tho.

"Lho? Kenapa kamu merebut pulpennya? Apakah kamu ragu untuk menjadi gelandangan baru di Kota Jakarta ini?" sindir Tuan Theo.

"Bu ... bukan begitu, Tuan." tuturnya.

"Terus apa? Tolong kembalikan pulpen saya. Saya ingin secepatnya mewujudkan mimpi Anda, menjadi gelandangan!" tukas Tuan Theo lagi.

"Ternyata Tuan dan Nyonya Jacob, tidak main-main dengan perkataan mereka!" gumamnya dalam hati.

"Maafkan aku, Tuan Muda. Kali ini aku terpaksa mengkhianatimu." ucapnya lagi.

"Kamu menunggu apa lagi Leon, berikan pulpen itu." tukas Tuan Theo tajam.

Leon pun terlihat menghela napasnya.

Lalu dia mulai berkata,

"Baiklah Tuan, Nyonya, apa yang kalian ingin ketahui tentang Tuan Muda?"

"Apakah benar Peter memiliih akan melajang seumur hidup?" Kali ini Nyonya Neira yang angkat bicara.

Leon terdiam sejenak. Lalu berkata lagi,

"Iya, Nyonya. Tuan Peter sudah bertekad untuk tidak mengenal perempuan lagi. Dia sudah tidak mau terjebak dengan ikatan cinta kepada wanita manapun lagi di dunia ini." tutur Leon panjang lebar.

"Apa?" Nyonya Neira menjadi kaget dengan penjelasan Leon.

"Bahkan Tuan Peter akan melakukan sesuatu hal besar dalam hidupnya."

"Sesuatu hal besar apa maksud, kamu?" tanya Tuan Theo.

"Saya takut untuk mengatakannya, Tuan." ujarnya takut.

"Tolong kamu jangan mutar-mutar kalau ngomong!" Tuan Theo menjadi jengkel melihat tingkah Leon itu.

"Maaf Tuan, saya takut untuk jujur. Tuan Peter telah mengancam saya sebelumnya." takutnya lagi.

"Oh begitu? Saya akan menaikkan gajimu tiga kali lipat dari gajimu sekarang. Jika kamu jujur dihadapan kami!"

"Maaf Tuan, bukannya saya menolaknya tapi Tuan Peter telah mengancam saya, jika saya membocorkan rahasia ini. Tuan Peter akan melenyapkan saya di muka bumi ini." tuturnya semakin takut.

"Apa?" Kedua orang tua sang atasan, seakan tak percaya dengan ancaman yang diutarakan oleh Peter kepada asistennya itu

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel