Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3

Keheningan masih menyelimuti dalam gua kuno itu. Aroma lembap batu basah dan lumut tua bercampur dengan sisa-sisa aura aneh yang belum sepenuhnya menghilang sejak bola bercahaya itu menyatu ke dalam kepala Luo Tian. Tubuh pemuda itu kini terbaring di lantai gua yang dingin, napasnya terengah-engah, keringat membasahi wajah dan punggungnya.

Namun di balik raganya yang masih lemah, sesuatu yang jauh lebih besar tengah terjadi dalam dirinya.

Di dalam kesadarannya yang gelap, sebuah titik cahaya perlahan muncul. Cahayanya lembut, redup, namun perlahan membesar, membentuk pusaran berkilau di tengah kekosongan batin. Pusaran itu perlahan menarik Luo Tian masuk, dan saat ia menyentuh cahaya itu, tiba-tiba seberkas kenangan asing meledak di benaknya.

Wuuummm…

Seketika, pandangan Luo Tian kabur. Ia merasa seakan ditarik ke dalam pusaran cahaya itu, jatuh ke dalam ruang tak berbatas. Tidak ada atas, tidak ada bawah, hanya lautan cahaya keperakan yang berputar tanpa henti. Suara-suara aneh terdengar samar, bagai gumaman puluhan ribu orang yang bersamaan membaca mantra.

Luo Tian menggertakkan gigi, mencoba menahan rasa pusing dan tekanan hebat di kepalanya. Tapi saat suara-suara itu mulai jelas, dia bisa mulai memahami kata-kata di balik bisikan itu.

"Teknik Semesta… adalah hukum tertinggi di atas segala hukum. Sebuah teknik yang melampaui batas-batas alam, mampu menelan, menguraikan, dan mengendalikan esensi apa pun di alam semesta."

Luo Tian terperanjat. Kata-kata itu tidak diucapkan oleh suara asing, melainkan seperti potongan ingatan yang telah lama tersegel dalam dirinya.

Tiba-tiba, bayangan samar seorang lelaki tua berjubah hitam muncul dalam ruang batinnya. Sosok itu berdiri di atas langit berbintang yang berputar, rambutnya panjang, matanya bersinar keperakan. Setiap gerakannya membuat ruang di sekelilingnya retak dan pulih kembali.

Tanpa suara, lelaki tua itu mengangkat tangan, dan cahaya-cahaya tak terhitung jumlahnya berkumpul di telapak tangannya. Cahaya itu membentuk simbol aneh, lalu menyebar, berubah menjadi susunan tulisan kuno yang berputar di udara.

Tulisan itu seperti hidup, memancarkan aura agung dan kekuatan yang tak bisa dijelaskan. Saat tulisan-tulisan itu berputar, suara lelaki tua itu menggema dalam pikiran Luo Tian.

“Anak muda, dengarkan baik-baik… Teknik Semesta adalah pusaka langit tertinggi. Sebuah kekuatan yang mampu menelan segala bentuk energi, baik suci maupun racun, baik aura kehidupan maupun kematian. Ia tak mengenal batas, tak tunduk pada aturan dunia. Hanya jiwa pilihan yang dapat menerimanya, dan kini… kau adalah pewarisnya.”

Tubuh batin Luo Tian bergetar hebat. Simbol-simbol itu tiba-tiba terbang ke arahnya, menembus tubuhnya, satu per satu menyatu dengan jiwanya. Setiap simbol membawa potongan-potongan pengetahuan, gambaran tentang bagaimana energi bisa ditarik, dipadatkan, diubah bentuknya, dan dijadikan kekuatan dalam tubuh.

Adegan demi adegan berlompatan dalam pikirannya.

Ia melihat seorang kultivator menelan petir dari langit.

Ia melihat seorang pria menelan api hitam yang membakar gunung.

Ia melihat wanita berjubah ungu menyerap racun paling mematikan dan mengubahnya menjadi kekuatan yang melindungi tubuhnya.

Ia melihat seorang pemuda menyerap ribuan jiwa musuh dan menyalurkan esensi mereka untuk memperkuat diri.

Dan di setiap adegan itu, satu nama selalu muncul.

“Teknik Semesta.”

Teknik itu bukan hanya metode kultivasi. Ia adalah hukum sendiri. Sebuah cara untuk menentang aturan dunia, menembus batas langit, dan memutarbalikkan nasib.

Luo Tian merasa tubuh batinnya mulai terbakar oleh pengetahuan yang masuk ke dalamnya. Kepala terasa hendak pecah, namun semakin kuat rasa sakit itu, semakin jelas potongan memori yang muncul.

“Ingat ini, Luo Tian.”

Suara lelaki tua itu kembali terdengar.

“Teknik Semesta hanya tunduk pada satu hal: kehendak pemiliknya. Jika kau takut, teknik ini akan memakanmu. Jika kau ragu, kekuatan ini akan menolakmu. Tapi jika kau percaya… maka dunia pun takkan mampu menghalangimu.”

Luo Tian terengah-engah, menggenggam kepalanya. Napasnya tercekat, namun ia tidak ingin melepaskan ingatan itu. Potongan demi potongan susunan jurus, teknik penyerapan, pengendalian esensi, hingga cara menyerap aura di sekitarnya tanpa batas semuanya masuk ke dalam pikirannya bagai air bah.

Setiap alur teknik itu terasa alami, seolah ia pernah mempelajarinya di masa lalu.

“Ini… milikku… entah kenapa… rasanya aku pernah tahu ini…” bisik Luo Tian, matanya berkilat.

Cahaya keperakan terakhir menyelimuti kesadarannya, membentuk sebuah simbol di antara alis batinnya. Simbol itu berbentuk lingkaran bercahaya, dengan tiga pusaran kecil di dalamnya yang terus berputar.

Dan pada saat simbol itu menyatu dengan jiwanya, seluruh ruang batin itu pecah menjadi cahaya, menyisakan satu kalimat yang terus terngiang di benaknya.

“Teknik Semesta… Hukum di atas segala hukum… Pemiliknya adalah Penguasa Takdir.”

Saat kesadarannya perlahan kembali ke tubuhnya, Luo Tian terbaring lemas di lantai gua. Napasnya berat, tubuhnya basah oleh keringat, namun matanya memancarkan cahaya berbeda.

“Teknik Semesta… Sekarang aku tahu… siapa aku yang sebenarnya.”

Dan di malam itu, di tengah gua kuno yang sunyi, Luo Tian baru saja mewarisi ingatan tentang salah satu teknik paling mengerikan di seluruh alam.

Gua itu masih sunyi, hanya ditemani suara angin yang menyusup melalui celah-celah batu tua. Beberapa tetesan air masih terus jatuh, membentuk genangan kecil di lantai yang dingin dan lembap. Cahaya redup dari lumut bercahaya di dinding gua menjadi satu-satunya penerang dalam gelap.

Luo Tian perlahan membuka matanya. Tatapannya masih buram, tapi ada kilatan berbeda di sana — sesuatu yang baru saja bangkit dari tidur panjangnya.

Tubuhnya masih lemah, tetapi ada kehangatan samar yang kini mengalir di dalam meridian-nya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Ia duduk bersandar di dinding gua, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu cepat. Nafasnya berat, dadanya naik turun, namun perlahan mulai stabil.

“Jadi… beginilah rasanya… teknik itu…” gumam Luo Tian lirih.

Ingatan tentang Teknik Semesta yang baru saja muncul dalam kesadarannya masih segar, seolah baru saja diukir di jiwanya. Setiap jalur, setiap pusaran energi, dan setiap metode pengendalian aura terpatri jelas.

Aku harus mencobanya.

Bisikan itu muncul dalam hati Luo Tian.

Matanya menyapu ruangan gua, mencari aura yang bisa ia serap. Meski tak terlihat oleh mata biasa, Luo Tian kini bisa merasakan kehadiran aura samar di sekitarnya. Aura itu hadir dalam berbagai wujud — hawa dingin dari batu basah, energi lembut dari tetesan air, dan sisa-sisa kekuatan alam yang meresap di lumut bercahaya.

Tidak banyak, tapi cukup untuk percobaan.

Luo Tian menarik napas panjang, lalu memejamkan mata. Ia mengatur duduknya, bersila di atas lantai gua, lalu memusatkan kesadaran ke dalam tubuhnya. Seperti yang diajarkan dalam ingatan, dia membayangkan pusaran kecil di pusat dadanya — titik awal aliran energi.

"Teknik Semesta… Langkah pertama, serap aura lingkungan…" bisik Luo Tian.

Ia mulai memanggil pusaran itu dalam pikirannya. Perlahan, sebuah sensasi aneh muncul. Rasanya seperti membuka jendela di dalam dada, dan dari celah itu, energi-energi samar mulai tertarik masuk.

Awalnya hanya sehalus bisikan. Seperti kabut tipis yang bergerak lamban. Namun semakin Luo Tian memusatkan niatnya, pusaran di dalam dirinya mulai berputar pelan.

Wuummm…

Udara di dalam gua bergetar ringan. Lumut bercahaya di dinding gua berkedip samar, tetesan air seolah tertahan di udara sebelum melanjutkan jatuh. Ada sesuatu yang tak kasat mata mulai bergerak.

Luo Tian bisa merasakannya.

Partikel-partikel energi alam mulai mengalir ke arahnya, ditarik oleh pusaran kecil di dalam tubuhnya. Rasanya dingin, segar, dan anehnya — meski aura itu berasal dari elemen berbeda, entah lembut, panas, atau sedikit beracun — semuanya bisa diterima tubuhnya tanpa perlawanan.

Inilah keunggulan Teknik Semesta.

Teknik ini tak membeda-bedakan jenis energi. Semua bentuk aura bisa diserap, dipadatkan, dan digunakan, asalkan pemiliknya cukup kuat untuk menahannya.

Perlahan, pusaran di dalam dada Luo Tian mulai berputar lebih cepat. Energi dari udara, dari lumut bercahaya, dari kelembapan gua, semuanya ditarik masuk.

Wajah Luo Tian sedikit tegang, tapi tak ada rasa sakit. Hanya sedikit rasa sesak saat jalur meridian-nya yang belum terbiasa mulai dipaksa bekerja. Tapi berkat tubuhnya yang mulai disesuaikan oleh warisan Teknik Semesta, rasa sesak itu cepat mereda.

"Sedikit lagi…" desisnya.

Luo Tian terus menarik energi, kali ini mencoba mengarahkan aliran itu ke titik-titik tertentu di dalam tubuhnya, membentuk simpul-simpul kecil seperti yang diajarkan dalam memori tadi. Setiap simpul akan menjadi dasar untuk menampung energi lebih besar ke depannya.

Setelah beberapa saat, tubuhnya mulai dilingkupi kabut tipis yang samar. Kabut itu adalah visualisasi dari aura yang terserap dan berputar di sekelilingnya sebelum masuk ke dalam tubuh.

Wuushh…

Tiba-tiba, pusaran energi di dadanya bergetar, menyebar ke seluruh tubuh. Rasa hangat menyebar ke otot, tulang, hingga ke ujung-ujung jari.

Untuk pertama kalinya, Luo Tian merasakan tubuhnya lebih ringan. Luka-luka kecil akibat terjatuh dan tergores di hutan tadi perlahan mereda. Napasnya semakin teratur, detak jantungnya stabil.

Ia tersenyum kecil.

"Berhasil…"

Meski jumlah energi yang diserap belum banyak, tapi ini adalah titik awal. Keberhasilan menyerap energi tanpa teknik pendahuluan atau bahan bantu apa pun sudah menunjukkan betapa mengerikannya Teknik Semesta.

Di luar sana, bahkan para kultivator pemula harus menggunakan metode meditasi khusus, bahan ramuan, atau bantuan guru untuk bisa menarik energi alam. Namun Luo Tian melakukannya hanya dengan niat dan teknik dasar dalam ingatannya.

Seketika semangatnya membara.

"Aku bisa melakukannya… kalau di sini ada sedikit aura, bagaimana jika di luar gua, di tengah hutan yang penuh kekuatan liar? Seberapa cepat aku bisa memperkuat diri?"

Pikiran itu membuat darahnya berdesir. Tapi ia tahu, untuk saat ini, ia perlu memperkuat kendali atas energi ini terlebih dahulu sebelum mengambil langkah lebih besar.

Ia terus menyerap aura di sekitar hingga tubuhnya terasa penuh. Setiap tetes energi itu tersimpan di simpul-simpul kecil dalam tubuhnya.

Dan saat malam semakin larut, kabut tipis di sekitar tubuh Luo Tian perlahan menghilang, menyatu kembali dengan udara gua, meninggalkan pemuda itu yang kini duduk bermeditasi, dengan senyum tipis di wajahnya.

"Ini… baru permulaan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel