Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

“Mendesaknya dari pusat Dis. Jadi saya, GM dan manager bingung siapa yang mau dipromosikan ke sana. Mengingat semua karyawan di sini back officenya sudah pada nikah. Anak front office juga nggak bisa diharapkan karena reputasinya kurang bagus. Melanie juga nggak akan mungkin saya suruh ke Jakarta dia berbadan dua. Ben apa lagi dia Gay, anak F&B nggak mungkin juga, karena mereka fokus di kitchen. Masalah administrasi bukan dibidang mereka.”

“Kandidat terkuat itu kamu. Informasinya ini kemarin, jadi baru saya buatkan pagi ini.”

“Tapia ada Beby bu yang juga masih single.”

“Beby itu masih anak baru, kurang bisa untuk di promosikan.”

Ibu Mega menarik nafas menatap Dista. Ia tahu bahwa Dista adalah salah satu staff yang memiliki kinerja yang baik, administrasi, keuangaan dan surat-menyurat sudah dikuasainya. Dista juga memiliki wajah rupawan, tubuhnya ideal, senyumnya cantik, sangat pantas menjadi sekretaris presiden direktur.

“Kamu di promosikan sebagai sekretaris CEO loh Dis,” ucap bu Mega.

“Jujur saya masih bingung bu,” ucap Dista.

“Ini hanya sementara Dis, untuk pengalaman kerja kamu di Jakarta. Otomatis gaji kamu menyesuaikan dengan di Jakarta, termasuk tunjangan, transportasi, tempat tinggal, uang makan, uang makeup. Kamu nggak akan kekurangan apapun di sana. Saya kurang tau gaji kamu berapa, tapi setahu saya gaji sekretaris CEO itu sangat lumayan.”

“Kamu masih muda, kamu harus berkembang, cari pengalaman sebanyak-banyaknya. Kamu belum pernah kan ke Jakarta?”

“Belum pernah bu.”

“Ini kesempatan kamu Dis, ini jenjang karir yang nggak baik untuk kamu ke depannya. Kesempatan tidak datang dua kali.”

“Iya bu.”

Dista mengangguk paham, ia tahu bahwa kesempatan tidak datang dua kali, “Baik bu, saya kasih tau orang tua saya dulu.”

“Besok saya tunggu jawabannya ya Dis. Kalau kamu nggak mau saya otomatis saya kasih ke Beby.”

“Baik bu, saya tentu dengan senang hati terima tawaran ini. Saya akan kasih jawaban dengan ibu besok.”

“Terima kasih Dis.”

“Iya sama-sama bu.”

Dista mengundurkan diri dari hadapan ibu Mega, ia melangkah menuju koridor. Jujur selama ini ia tidak pernah berpergian ke luar kota, apalagi kota besar seperti Jakarta. Siklus hidupnya hanya di Denpasar. Ia tidak munafik, ia akan menerima tawaran ini, karena mengingat bahwa sekretaris memiliki gaji yang cukup besar. Dengan begitu ia bisa menabung dan membantu perekonomian orang tuanya.

***

***

Dista bersyukur bahwa kedua orang tuanya dengan lapang dada mengjinkan dirinya untuk kerja di Jakarta. Karena pada dasarnya restu orang tua sangat baik untuk kehidupan anak. Tepatnya pada Senin pagi jam 08.20 menit, Dista sudah berada di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Ini pertama kalinya ia berjalan menuju pintu kedatangan. Ibu Mega mengatakan setibanya di Jakarta ia akan dijemput oleh driver bernama bapak Joko.

Dista menunggu bagasi peswat, bersama penumpang lainnya. Sekian menit berlalu kopernyanya berwarna kuning terlihat, Dista mengambil kopernya dan menaruh koper itu ke dalam troli. Dista mendorong troli menuju pintu kedatangan. Dista melirik beberapa orang yang berjalan di depan mendorong troli sama seperti dirinya. Ia melihat banyak sekali supir-supir taxi menawarkan jasa untuk dalam kota dan luar kota. Sebenarnya ia cukup risih karena ada konotasi pemaksaan dari yang mereka tawarkan pada supir itu dan ia mengatakan bahwa ia akan di jemput oleh seseorang.

Dista merogoh ponsel di saku tasnya, ia mencari kontak pak Joko. Pak Joko adalah driver Sheraton Hotel Jakarta yang memang stay di Bandara. Dista menekan tombol dial pada layar dan sambungapun terdengar. Beberapa detik kemudian sambungan terangkat.

“Iya halo,” ucap seorang pria dibalik speakernya.

“Selamat pagi pak, saya Pradista, dari Denpasar,” ucap Dista sambil mendorong trolinya.

“Pagi juga ibu Pradista. Saya sudah di pintu kedatangan bu. Ibu ada di mana?” Tanya pria itu ramah.

“Saya sudah di pintu kedatangan juga pak.”

“Saya yang pakek baju merah bu, mobilnya ada tulisan Sheraton di depan pintu kedatangan.”

Dista menatap lurus ke depan tanpa menjauhkan ponsel dari telinga, hingga ia menemukan apa yang ia cari. Dista menatap seorang pria mengenakan kemeja merah bertubuh kurus, pria itu melambaikan kearahnya. Dista melambai balik. Ia tersenyum dan melangkah mendekati pria itu.

“Pak Joko ya,” ucap Dista mendekati pria yang berdiri di depan mobil Alphard yang list di sisi mobil bertulisan Sheraton Grand Jakarta Hotel.

“Iya bu, saya pak Joko. Ibu Pradista, kan?” Ucap pak Joko. Pak Joko tadi sudah diwanti oleh pak Brian kalau pagi ini menjempu sekretaris dari Denpasar yang bernama Pradista.

“Iya pak benar, panggil saja Ibu Dista.”

“Saya Joko bu, drivernya hotel Sheraton Jakarta,” ucapnya mengulurkan tangan kepada wanita cantik itu.

Dista membalas uluran tangan pak Joko. Sedetik kemudian jabatan tangan itu ia lepas. Pak Joko memperhatikan wanita yang akan menjadi sekretaris pak Brian. Wanita itu sangat cantik, memiliki tubuh ideal. Rambutnya berwarna coklat keemasan, kulitnya putih bersih, hidungnya mancung dan bibirnya sedikit tebal, seperti wanita modern pada umumnya. Pakaiannya cukup sopan, dia mengenakan kemeja berwarna putih dan celana jins.

“Mari bu masuk.”

“Baik pak.”

Pak Joko membuka pintu mobil untuk Dista dan pak Joko juga mengambil alih koper berwarna kuning itu lalu ia taruh di begasi. Semenit kemudian Pak Joko lalu meninggalkan area bandara. Mobil melaju cepat dengan kecepatan angin lalu membelah jalan.

Dista menatap ke arah jendela, ia memandang gedung-gedung pencakar langit kota Jakarta. Ia tidak menyangka bahwa ia bisa ke Jakarta. Dista tahu bahwa kota di Indonesia yang paling banyak gedung pencakar langit adalah Jakarta. Inilah kota metropolitannya Indonesia pusat bisnis dan pusat ekonomi. Jujur ia merasa takjub melihat kota ini, ia yakin betapa cantiknya ini pada malam hari.

Ini merupakan pengalaman pertamanya ke kota besar seperti Jakarta. Semoga saja ia bisa menjalani harinya penuh suka cita di sini.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel