Chapter 4
Andre menggiring Sahila ke dalam ruangannya. Daud yang merupakan Sekretaris Andre mengerut bingung melihat kedua orang yang bagaikan seorang gembala dan seekor ternaknya.
"Pagi, Pak." sapa Daud.
"Pagi," jawab Andre. "Jangan ganggu saya untuk sementara waktu, ada yang mau saya lakukan dengan kekasih saya ini." sambung Andre.
Sahila melebarkan matanya, pikiran buruknya sudah berkelana ke mana-mana. "Tolong, jangan biarkan saya sama Bos anda, Pak," kata Sahila memohon pada Daud.
"Pak?" tanya Daud terkejut, padahal pria itu masih berusia muda, panggilan 'Pak' terhadapnya membuat Daud menjadi kesal. Apa wajahnya terlihat sangat tua? Pikir Daud.
Andre tertawa hambar. "Jangan berlebihan." Andre kembali menarik tangan Sahila dan membawanya masuk.
Klek!
Ceklek!
Pintu terkunci dengan Andre yang melakukannya, Sahila semakin takut, Andre memutar tubuhnya, menatap Sahila lekat. "Jadi siapa laki-laki tadi?" tanya Andre.
Sahila melangkah mundur sampai bokongnya menubruk pada meja kerja Andre, dengan waswas dia mencari sebuah benda yang mampu di jadikan senjata olehnya, tapi naas, hanya ada penggaris plastik dengan panjang 30 Cm yang tergeletak di sana. Tidak berpikir panjang, Sahila segera mengambil benda tipis itu, dan mengacungkannya ke arah Andre, seakan-akan dia adalah seorang pendekar yang sedang mengacungkan samurai nya pada sang musuh.
"Jangan dekat-dekat, Pak," kata Sahila, sesekali menggoyangkan penggarisnya ke kiri dan ke kanan.
Andre menatap Sahila dan senjatanya dengan kerutan tipis di dahinya, seringainya menyepelekan senjata Sahila.
"Jangan dekat-dekat, Pak, saya punya senjata, jangan sampai Bapak menyesal nantinya." ancam Sahila, tapi percayalah, dia sangat waswas dan takut.
Bukannya berhenti, Andre semakin gencar melangkah maju menghampiri gadis di hadapannya. Jarak di antara mereka semakin menipis, sehingga membuat Sahila merasa terpojoki. Rasa takutnya sudah bulat, sehingga dia memilih memejamkan matanya, saat Andre menunduk mendekati wajahnya dengan wajah Sahila.
Krek! Tak!
Sahila membuka matanya perlahan, dia merasakan senjatanya hilang dari tangannya di curi oleh orang lain.
"Benda kayak begini yang kamu jadikan senjata?" kata Andre sembari mengacungkan penggaris yang sudah terbelah dua.
Andre menarik tangan Sahila, dia meletakan penggaris naas itu di telapak tangan Sahila. Setelah itu, Andre berjalan ke arah kursi kebesarannya.
"Selama seminggu ini, kamu harus jadi pelayan saya." perintah Andre.
Sahila membulatkan matanya. "Apa?! Kenapa?" Tanyanya.
"Anggap saja ini sebagai bentuk hukuman untukmu karena sudah dekat-dekat dengan pria lain di area kantor," Jawab Andre enteng
"Tapi, kan, ada OB sama pak Daud,” seru Sahila. Andre menggeleng.
"Jangan selalu mengandalkan orang lain, kalau sekiranya kamu bisa melakukannya sendiri."
"Hah?! Yang seharusnya bilang begitu tuh saya, bukan Bapak." omel Sahila.
"Jangan banyak bicara, ayo cepat! buatkan saya kopi, ini tugas pertama mu di hari ini, enggak sulit, kan? Dan..." Andre menatap penggarisnya yang di genggam Sahila.
"... Belikan penggaris baru untuk saya." sambungnya.
"Tapi kenapa saya? Bukan saya yang patahi penggaris itu."
Andre berdecak kesal, gadis di hadapannya itu selalu saja menjawab perkataannya. Dan Andre baru menemukan gadis seperti Sahila. Biasanya setiap perempuan akan berlutut di bawahnya dan memuja ketampanan juga kekayaan Andre. Tapi tidak dengan Sahila.
Andre beranjak dari duduknya, melangkah menghampiri Sahila. "Jadi, kamu mau..." Andre menggantung ucapannya, tangannya terulur memainkan surai panjang Sahila. "Menjalankan perintah saya, atau gajihmu saya potong?"
"Ih.. itu mulu ancaman nya." gumam Sahila, lalu berbalik badan melangkah pergi keluar ruangan.
Andre tergelak saat Sahila keluar dari ruangannya. "Ini akan mengasyikkan." lirihnya..
***
Beberapa saat kemudian. Sahila datang dengan membawa tray berisi secangkir kopi. Daud memicing curiga pada Sahila yang baru saja datang dari arah pantry.
"Kamu buat kopi untuk siapa?" tanya Daud.
"Buat atasan Bapak," jawab Sahila.
"Untuk pak Andre?" tanyanya. Sahila mengangguk. "Padahal pak Andre kan sudah beli mesin kopi yang di simpan di ruangannya, biasanya dia buat sendiri." gumam Daud sembari mengetuk-ngetuk dagu dengan jari telunjuknya.
"Masa?!" kata Sahila. Daud mengerutkan alisnya.
"Masa apa?"
"Dia sudah kerjai saya kalau begitu." Sahila tampak kesal, bibirnya menipis menahan emosi.
Setelah itu Sahila mengetuk pintu ruangan Andre. Tanpa menunggu jawaban Sahila masuk, yang penting dia sudah mengetuk. Pikir Sahila.
Ternyata pria itu sedang fokus dengan pekerjaannya. Kalau di perhatikan dengan lekat oleh Sahila, Andre terlihat tampan di saat dia sedang serius. Tapi bagaikan Raja hantu kalau sedang memerintah, tidak berpikir kalau Sahila juga memiliki pekerjaan sendiri.
"Apa saya sudah menyuruhmu masuk?" tanya Andre sarkas.
Sahila tidak mengindahkan pertanyaan Andre, dia sibuk menatap sekitar ruangan Andre mencari mesin kopi yang Daud bilang tadi.
Andre menoleh menatap Sahila, gadis itu sepertinya tidak menghiraukan tatapan Andre. Sampai akhirnya Andre pun mengikuti arah pandang Sahila.
Tatapan Sahila tertuju pada mesin kopi yang berada di pojok ruangan. Kok bisa gue gak sadar ada mesin kopi di sana. - batin Sahila.
"Mesinnya rusak," kata Andre seakan tahu pikiran Sahila. Sahila menoleh.
"Bukannya itu mesin baru?" tanya Sahila dengan tersenyum sinis.
"Kata siapa?" tanya Andre.
"Pak Daud," jawab Sahila penuh kemenangan.
Andre berdecak. "Dasar Sekretaris mulut besar." gumamnya. "Daud tau apa sih."
Sahila mengedikan bahunya, dia memilih meletakan kopi di meja Andre. "Penggarisnya mana?" tanya Andre.
"Pak Daud yang membelikannya, karena saya kesulitan pergi keluar karena harus membuat kopi untuk anda. Tidak masalah, kan? secara mereka tau-nya kalau saya itu pacar Bapak, jadi mereka setuju aja kalau saya minta bantuan," ujar Sahila. Andre menghela nafas panjang. Dia hendak mengambil kopi buatan Sahila. "Kalau gitu saya permisi dulu, Pak." pamit Sahila.
"Hm, iya," sahut Andre. Sahila berjalan keluar, tapi dia sempat berhenti untuk menyampaikan sesuatu sebelum pintunya benar-benar tertutup.
"Oh iya, Pak."
Andre tidak menjawab, dia sedang sibuk meniup kopi buatan Sahila agar segera dingin, lalu dia menyeruput kopinya perlahan. Hal itu bersamaan dengan Sahila yang melanjutkan ucapannya.
"Saya tidak bisa membedakan antara gula dan garam, jadi kalau rasa kopinya aneh, jangan salahi saya, ya."
Prrtt!!!
Uhuk! Uhuk!
Blam!
Sahila menutup pintu ruangan Andre cepat. "Hei, kau!!" teriak Andre. Tapi sayangnya Sahila sudah hilang dari hadapannya. "Ah.. Dia mengerjaiku!" seru Andre kesal.
***
