Bab 8 Pembantaian
Bab 8 Pembantaian
Selama berjam-jam, Save dibiarkan terbaring di salah satu kasur di lantai tiga, di ruang yang sama dengan monster Pompila yang saat ini sedang berbincang-bincang dengan Maia. Monster Pompila adalah makhluk yang ditemukan oleh Maia di hutan dekat pohon Mummy saat perjalanan pulang. Mereka sesekali tertawa dan terlihat seperti sedang becanda. Sedangkan Nort sibuk dengan beberapa bahan yang terlihat seperti akar tanaman, beberapa biji, beberapa mahkota bunga dan beberapa bubuk yang berwarna berbeda-beda. Beberapa ada yang dibakar terlebih dahulu sebelum dicampur bahan lain dan dijadikan ekstrak.
Sekitar lima belas menit, Nort sudah menyelesaikan eksperimennya. Kemudian ia meraih dua botol dan satu cangkir dari hadapannya. Ia berjalan menuju ke tempat pembaringan Save, lalu duduk di samping tempat tidurnya. Layaknya dokter yang sedang menangani pasiennya. Nort memeriksa bagian-bagian tubuh Save yang tadi sempat mengeluarkan darah. Meski sesekali Nort menepuk lengan Save, tampaknya Save masih belum juga terjaga. Setelah menyuapi Save beberapa sendok dengan air dari cangkir yang sudah disiapkan oleh Nort, akhirnya Save pun membuka matanya.
“Terima kasih Nort.” Kalimat pertama Save dalam keadaan setengah sadarnya.
“Iya. Apa kamu mengingat kejadian yang baru saja kamu alami? Maaf apabila terkesan tidak memberikanmu waktu untuk beristirahat dulu. Tetapi, saya ingin tahu agar kita bisa bersiap-siap dengan segala resikonya.” Nort berkata-kata sambil memposisikan diri untuk duduk.
“Saya mengingat semuanya, Nort. Baik, saya akan mulai dari kedatangan saya ke rumah kamu. Saya sudah menceritakan semuanya kepada mami kamu, seperti yang kamu minta. Ekspresinya sedikit terkejut pada awalnya. Namun, beliau mengatakan bahwa akan berusaha percaya karena Nort tidak pernah berbohong. Kemudian saya mengatakan kepada beliau untuk menunggu ayah saya, supaya bisa mengumpulkan seluruh penduduk Womfy Island. Saya pun pulang untuk menemui ayah, dan menceritakan semuanya. Respon ayah justru membuat saya terkejut. Ternyata ayah sudah mengetahuinya dan mengatakan bahwa beliau akan membantu.” Save menghentikan kata-katanya. Kali ini ia yang menghela napas.
“Maaf, tidak perlu dipaksakan. Kamu masih butuh istirahat.” ujar Nort.
“Tidak apa-apa. Ini hanya bercerita, anggap saja ini seperti sedang pelajaran bercerita di depan kelas.” Save terkekeh.
“Baiklah kalau begitu, lanjutkan ceritanya.” Nort membenahi posisi duduknya dan sekilas melihat ke arah Maia yang sedang asyik tertawa dengan monster yang ditemukannya.
“Saya juga ke rumah Maia. Respon dari ibu dan ayahnya Maia kurang lebih sama dengan respon mami kamu. Meskipun kurang percaya, mereka juga mengatakan ingin melakukan apa yang sudah direncanakan, yaitu mengumpulkan penduduk. Singkat cerita, kami berkumpul di rumah kamu. Lalu mereka membagi tugas untuk mengumpulkan penduduk, sementara mami dan papi kamu mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Sebenarnya tempat itu masih di sekitar rumah kamu juga. Informasi yang saya dapat sebelum berangkat ke sini, ada penduduk yang tidak percaya dan menolak untuk berkumpul.” Save yang sedari tadi berbaring, akhirnya bangun dan menyandarkan tubuhnya ke belakang.
“Memangnya kalian juga menceritakan kejadian kita secara terang-terangan ke penduduk setempat?” desak Nort.
“Tentu saja tidak. Kami mengatakan bahwa ada tanda-tanda akan terjadi bencana alam. Ternyata alasan itu tidak berhasil dengan sempurna.” Save melirihkan suaranya.
“Ha, ha, ha. Tidak saya pikir, kalian bisa mencari alasan seperti itu.” Nort tertawa sangat kencang.
Nort tidak menyadari bahwa dia tertawa cukup kencang hingga membuat Maia menoleh ke arahnya. Maia dengan rasa penasarannya pun berlari ke arah Save dan Nort sambil menggendong monster yang ia temukan.
“Kamu sudah bangun, Save?” cetusnya ketika sudah berada di samping kasur Save.
“Bagaimana mungkin Save bisa bercerita, kalau dia masih tertidur?” Nort menyambar jawaban yang seharusnya dilontarkan oleh Save.
“Baiklah, kali ini saya mengalah tuan Nort. Apa kamu sudah baik-baik saja, Save? Apa kamu tahu mengapa bisa kamu bertingkah seperti tadi?” Maia menghujani pertanyaan pada lelaki yang sedang terduduk di kasur dan tepat berada di depannya itu.
“Saya sudah baik-baik saja, Maia. Sebelum bercerita, ngomong-ngomong dia namanya siapa?” Save menunjuk monster yang digendong oleh Maia.
“Namanya Nimzy, dia perempuan. Mungkin lebih tepatnya betina, karena bukan manusia.” ucap Maia.
“Soal yang baru saja terjadi, saya sungguh tidak mengerti mengapa saya bisa bertingkah seolah-olah tidak terkendali. Saya merasa seperti sedang dikendalikan. Tetapi saya tidak tahu siapa yang mengendalikan. Lalu saya seakan melihat situasi yang sangat kacau. Banyak monster yang tidak bisa saya jelaskan ciri-cirinya, dan mereka saling membunuh. Bahkan beberapa dari mereka tertawa, lalu salah satunya berkata kalau akan melakukan hal yang sama kepada para manusia.” Save mengusap wajahnya menggunakan kedua tangannya. Ia meneteskan airmata, lalu terdiam.
Untuk beberapa menit, mereka bertiga terdiam. Nimzy pun tidak bersuara. Maia yang merasa cukup lelah menggendong Nimzy, duduk di sisi samping kasur Save. Tiba-tiba saja suara yang mirip dengan Nimzy pun terdengar.
Kwiiiiiiing, cling-cling kwing cling swing, kwiiiiiing
Maia yang terkejut mendengar suara tersebut, sontak berdiri dan terlihat panik.
“Ada apa, Maia?” Nort ikut berdiri dan memegang lengan Maia.
“Kalian tunggu di sini ya? Itu ibunya Nimzy. Dia seperti sedang ketakutan.” Maia meletakkan Nimzy di kasur, tepat di samping Save.
Namun, ketika Maia berbalik badan terlihat makhluk yang perwujudannya sama dengan Nimzy. Namun, tinggi badannya hampir sama dengannya. Nimzy pun melompat dan berlari ketika menyadari kehadiran makhluk tersebut. Untuk sesaat mereka bercakap-cakap dan lupa bahwa ada tiga manusia di sana yang menonton adegan pertemuan mereka. Perbincangan mereka diakhiri dengan kata-kata Nimzy, lalu makhluk yang lebih besar dari Nimzy itu mulai berbicara kepada Maia sambil menatapnya. Ia berkata-kata cukup panjang, seakan-akan menjelaskan hal serius. Benar saja, Maia terkejut dan menyiratkan ekspresi ketakutan sekaligus kekhawatiran.
“Maia, sebenarnya apa yang dia bicarakan.” Save melihat perubahan pada raut wajah Maia.
Maia memutar badannya dan melihat ke arah Save dan Nort. Badannya sedikit bergetar, matanya sudah tergenang bulir-bulir yang siap jatuh.
Ia berkali-kali menghela napas, sebelum akhirnya berbicara. “Dia ibunya Nimzy. Inti dari apa yang dikatakannya adalah tentara bawah sudah hampir mencapai permukaan bumi. Kita harus pergi sekarang, untuk memperingatkan orang tua kita dan para manusia. Sebisa mungkin kita harus menyelamatkan mereka, sebelum para manusia dihabisi tentara dunia bawah. Nort, Save, kita harus apa sekarang? Mana mungkin kita bertiga mampu melawan mereka?” Maia terduduk di lantai dan menangis sejadinya.
Ibunya Nimzy yang mengetahui hal tersebut pun berkata dalam bahasa manusia, “Pergilah. Selamatkan orang tua kalian dan para manusia. Biar saya yang berjaga di sini.”
Meski sedikit terkejut karena ibunya Nimzy mampu berbicara bahasa manusia, Nort langsung berlari ke arah meja yang sempat digunakannya untuk membuat ekstrak. Kemudian ia kembali ke pembaringan Save dengan membawa satu cangkir yang lebih besar dari biasanya
“Minum ini dulu, Save. Semoga ini bisa bekerja lebih cepat.” Nort memberikan cangkirnya kepada Save.
Setelah Save selesai minum, kira-kira satu per tiga dari isi yang semula, Nort mengambil cangkirnya dari Save. Lalu ia berjongkok di depan Maia.
“Apa kamu percaya sama saya? Kita pasti bisa menyelesaikan semuanya karena kita tidak bertindak sendiri. Kita bertiga. Berhentilah menangis dan minum ini. Seperti apa yang kamu katakan, waktu sangat dipertaruhkan sekarang.” Nort berusaha menenangkan Maia.
Benar saja, tidak membutuhkan waktu lama. Maia mampu mengendalikan dirinya. Ia mulai berhenti menangis, tidak lagi sesegukan dan meminum air dari cangkir yang dibawa Nort.
***
Setelah meninggalkan pohon Mummy, Save, Nort dan Maia bergegas menuju rumah Nort. Mereka memacu kuda yang ditunggangi dengan sangat cepat. Sayangnya, ketika hampir sampai di salah satu rumah penduduk yang dekat dengan hutan, mereka melihat banyak sekali tubuh manusia yang sudah tercabik-cabik. Bahkan beberapa di antaranya kehilangan anggota tubuhnya, ada juga yang terobek perutnya lalu terlihat organ di dalamnya (jantung, lambung, hati, dan usus) sudah tidak ada.
Ternyata tidak hanya rumah tersebut, sepanjang perjalanan menuju rumah Nort, banyak mayat manusia yang darahnya sudah menggenang ke sana-sini. Sayangnya mereka tidak bisa memacu kudanya lebih cepat lagi.
***
Baru saja sampai di halaman rumah Nort, mereka dikejutkan dengan genangan air yang warnanya merah dan aromanya sangat menusuk. Nort yang menyadari bahwa itu bukan air biasa melainkan darah manusia pun memandu Save dan Maia untuk mengikutinya menuju ke ruang tengah, tempat yang biasa digunakan untuk berkumpul. Seingat Nort, di sana ada ruangan rahasia, sehingga memungkinan untuk para penduduk bersembunyi.
Sayang sekali, mereka bertiga justru melihat orang tua mereka sedang diikat dan disiksa oleh para monster di antara mayat-mayat yang sudah berserakan. Entah untuk alasan apa, orang tua mereka tidak langsung dibunuh. Bahkan terlihat di sana papinya Nort kehilangan tangan kanannya, di badan Gaia (ibunya Maia) juga penuh dengan goresan panjang yang kemungkinan cukup dalam hingga memperlihatkan tulangnya, lalu terlihat dari mata ayahnya Save mengucur banyak darah.
Maia yang mengetahui hal tersebut tidak bisa mengendalikan diri. Badannya sedikit gemetar, sinar tubuhnya membesar, dan ia menatap tajam pada salah satu monster yang memegang pedang. Para monster sudah bersiap memenggal kepala orang tua mereka, sebelum pedang mereka tiba-tiba terlepas dari genggaman dan terlempar jauh. Para monster yang menyadari hal tersebut, berlari ke arah mereka. Beberapa di antaranya sudah memangsa orang tua mereka. Menggigit, mencabik bahkan memakan tubuh orang tua mereka.
Nort yang menyadari kalau para monster tersebut ingin menyerang mereka, seketika berteriak sekuat tenaga, “Lari! Kita harus menyelamatkan diri.”
