Bab 7 Pertanda Part II
Bab 7 Pertanda Part II
Selama berjam-jam suasana sangat hening. Sesekali hanya angin yang berhembus membelai wajah-wajah mereka. Save dan Maia asyik dengan bacaannya masing-masing. Senyum pun sudah mengukir wajah Maia ketika matanya tertuju pada buku yang terlihat seperti kumpulan cerita dongeng di hadapannya itu. Save memilih buku yang sedikit ringan, meski cerita bergambar yang dipilihnya tetap saja menampilkan sisi misterius dengan sampulnya berwarna merah darah. Lalu Nort, memilih buku yang tadi sempat mengejutkannya dengan menampilkan hologram layaknya video animasi makhluk-makhluk aneh tepat di depan matanya.
Tidak ada yang tidur malam itu, hingga terdengar suara air yang menetes dari arah bawah. Save, Maia dan Nort saling pandang. Nort berdiri dan memandu mereka untuk mencari sumber suara. Meski merasa takut, Nort tidak ingin rasa penasarannya menghantuinya. Tiba-tiba saja, suara itu semakin terdengar jelas dari sebuah lorong di antara rak yang berada di tangga antara lantai bawah dan lantai dua. Tetesan itu berasal dari langit-langit yang berada di ujung lorong. Tidak ada siapa-siapa di sana. Ketika Nort ingin masuk ke dalam lorong tersebut, tiba-tiba baju belakangnya ditarik oleh Maia. Nort tidak menyadari bahwa ternyata air sudah menggenang di ujung lorong yang berbatasan dengan tangga.
“Kalian mencium bau aneh?” kata Nort melihat ke arah Save dan Maia.
Save dan Maia pun mengangguk bersamaan. Kemudian Nort membalikkan badannya, dan berjongkok di depan ujung lorong. Ia mencoba mengambil air dengan tangan kanannya, dan Nort terkejut karena warna air yang tersisa di tangan Nort berubah menjadi putih perak.
“Teman-teman, percaya atau tidak sepertinya tempat ini sudah tidak aman. Kita harus segera bersiap-siap.” Nort berbalik badan. Dengan nada yang sedikit bergetar, Nort memperlihatkan tangannya.
“Siapa yang memperbolehkanmu untuk ceroboh seperti ini?” Maia meraih pergelangan tangan Nort dan menuntunnya menuju ke lantai tiga untuk mencuci tangannya.
Dari lantai tersebut terlihat sinar matahari sudah mengintip dari celah-celah epidermis pohon. Mereka pun bergegas untuk pulang. Maia mempercepat langkahnya, hingga Save dan Nort tertinggal.
***
Ketika berada di hutan yang berada tidak jauh dari pohon Mummy, Nort terlihat gelisah dan membuat Save menjadi lebih takut untuk mencari jawaban dari rasa penasarannya.
“Apa yang sebenarnya kamu temukan dari dalam buku itu?” Save mencoba memecah keheningan di antara mereka sedari tadi.
Belum juga Nort menjawab pertanyaan dari Save, mereka melihat Maia di antara pepohonan sedang berjongkok dan berbicara dengan makhluk yang cukup asing. Makhluk itu berbadan seperti hamster dengan enam kaki dan bersayap. Namun, kepalanya lebih mirip dengan kepala kelinci ras fuzzy loop yang memiliki ciri khas telinganya panjang menjuntai ke bawah hampir sampai ke perutnya. makhluk itu juga dikelilingi dengan sinar. Berbeda dengan sinar yang mengelilingi Maia berwarna kuning dengan lapisan putih di luarnya, sinar yang mengelilingi makhluk tersebut berwarna kuning dengan titik-titik berwarna hijau seperti daun yang masih kuncup. Tinggi makhluk itu sekitar empat puluh cm.
Jarak mereka dengan Maia kurang lebih empat setengah meter, hal itu menyebabkan mereka tidak mendengar apa yang sedang dibicarakan Maia dengan makhluk tersebut. Bukannya mendekat, Save dan Nort justru menghentikan langkahnya. Mereka mengamati ekspresi dari Maia yang awalnya tersenyum seketika berubah dan tiba-tiba saja Maia berlari sambil membopong makhluk itu ke arah Save dan Nort.
“Sepertinya kita tidak bisa pulang lagi hari ini. Tolong. Dia sedang butuh bantuan, kasihan masih kecil.” Maia terus berlari menuju ke pohon Mummy. Terdengar gelisah dari kata-katanya.
***
“Sebenarnya ini makhluk apa?” Save bergidik melihat makhluk yang berada di depannya.
Lagi-lagi Nort menghela napasnya sebelum berbicara. “Ini salah satu monster. Namanya Pompila. Mereka salah satu monster yang memihak pada manusia, peri dan ¬warewolf. Bedanya Pompila dengan monster baik yang lain adalah sikapnya yang ramah kepada siapa pun. Setidaknya itu yang saya ketahui dari buku. Meski dia tidak muncul di dalam hologram. Tetapi sebenarnya dia hidup di dunia bawah yang sangat bawah. Bagaimana mungkin dia berada di sini?” Nort memiringkan kepalanya ke kanan, dan tangannya secara spontan memegang ke kening.
“Katanya, tiga busur sudah menjadi satu di wilayah berdarah.” Maia duduk di samping makhluk itu, ia melihat ke arah Save dan Nort dengan mata sendu.
“Apa lagi yang kamu bicarakan dengannya?” Save berjalan menghampiri Maia, lalu menepuk-tepuk pundaknya. Save berusaha membuat Maia lebih tenang.
“Hanya perkenalan biasa sebelumnya. Lalu ia mengatakan tentang tiga busur dan terakhir ia bilang bahwa sedang tersesat ketika melarikan diri dari tentara bawah tanah, sebelum akhirnya ia mengeluarkan cairan dari perutnya. Warna cairan itu seperti yang kita lihat di lorong.” Airmata Maia sudah menggantung. Ia mencoba untuk tidak menangis lagi. Berkali-kali ia menghela napas untuk menenangkan diri. Ia merasa khawatir dan takut secara bersamaan.
“Sepertinya kita harus ada yang pulang. Setidaknya ke rumah saya. Apa kamu bisa, Save?” Kata-kata yang Nort sampaikan terdengar lebih tegas dari biasanya. Ekspresinya pun lebih serius dari biasanya.
“Baiklah.” Save mengangguk.
“Yang perlu kamu lakukan adalah memberi tahu mami saya tentang semua yang terjadi. Lalu sampaikan, sebisa mungkin untuk memberi tahu penduduk di sini tanpa terkecuali. Tolong jaga penduduk setempat, dan tunggu saya pulang. Itu saja. Setelah itu kalau kamu mau pulang dulu sebelum ke sini lagi, tidak apa. Biar di sini saya yang bertanggung jawab, dan kamu Maia, pastikan dia baik-baik saja. Kalau memerlukan sesuatu ketuk saja lempengan di pinggir pembaringan yang berwarna kuning tembaga itu. Lalu panggil nama saya.” Nort membagi tugas kepada Save dan Maia.
Setelah mendengar kata-kata Nort, Save bergegas menuju rumah Nort.
***
“Hai, nama saya Maia. Maaf tadi belum memperkenalkan diri. Apakah saya boleh menjadi teman kamu? Segera bangun ya, biar kita bisa bermain bersama dengan Save dan Nort.” Maia mengamati makhluk yang berada di depannya itu dengan seksama sambil bermonolog.
Sudah lebih dari dua jam sejak keberangkatan Save. Namun, makhluk itu belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Makhluk itu dibaringkan di lantai tiga. Di salah satu ruangan yang terlihat seperti kamar dengan beberapa tempat tidur tingkat yang dihiasi bunga-bunga menjalar di sisinya. Di situ terdapat satu tempat tidur yang lebih lebar meski tidak tingkat. Di situlah monster jenis Pompila itu ditidurkan.
Tiba-tiba saja Nort datang membawa satu mangkuk yang terlihat seperti bunga matahari belum sempurna mekarnya.
“Masih belum bangun? Coba suapi ini sedikit demi sedikit ke bibirnya. Dia sedang terluka parah dan cairan yang tadi kamu bilang adalah darahnya.” Nort menyodorkan mangkuk itu ke depan Maia. Lalu mengambil satu kursi untuk duduk di samping Maia.
Maia hanya mengangguk, menuruti kata-kata Nort.
“Semoga Save baik-baik saja.” Maia tiba-tiba terkejut karena orang yang dibicarakannya sudah ada di depannya.
“Sepertinya ada yang merindukan saya.” Save terkekeh. Namun ekspresinya mendadak berubah serius ketika melihat makhluk yang berada di depan Maia.
Nort yang melihat ke arah Save menyadari kalau Save sedang gelisah dan ia pun turut menghela napas.
“Apa menghela napas menjadi kebiasaan baru kamu, Nort?” Maia sedikit tertawa.
Nort tidak menanggapi candaan Maia. Ia hanya melirik lalu pandangannya kembali tertuju ke makhluk yang berada di depannya. Makhluk itu bergerak dan bersuara sedikit kencang. Ia seakan mengerang kesakitan. Dengan sigap Save membuka kotak kayu yang dibawanya. Lalu mengeluarkan tabung reaksi yang berisi cairan berwarna kehijauan. Ia menuangkan isinya ke perut yang mengeluarkan cairan putih perak.
Dalam beberapa detik, makhluk itu tidak bersuara. Tidak ada lagi cairan yang keluar dari perutnya. Lalu makhluk itu menarik ujung bibirnya, dan menggerakkan badannya seperti ingin duduk. Mengetahui hal itu, Maia, Save dan Nort hanya terpaku melihatnya. Ketika sudah dalam posisi duduk, makhluk itu seperti sedang berbicara. Untuk beberapa saat, hanya Maia yang mampu menanggapi apa yang dikatakan oleh makhluk tersebut. Sedangkan yang tertangkap oleh indera pendengar Save dan Nort hanyalah suara cik-cik, cling, kwing dan juga swing.
Belum sempat memastikan apa yang dibicarakan oleh Maia dan makhluk tersebut, tiba-tiba mata Save berubah dan ia menjadi tidak terkendali. Ia melompat-lompat ke sana-sini sambil menutup telinganya. Darah mengalir dari hidung dan mulut Save. Ketika Save berjongkok dan berhenti melompat, terdengar suara gemuruh, ranting pohon yang patah, siulan dan orang tertawa secara bersamaan dari arah bawah. Sekitar lima hingga tujuh menit kemudian, suara-suara tersebut hilang dan berganti dengan suara tetesan air yang sepertinya lebih cepat dari sebelumnya.
Bersamaan dengan suara yang hilang, Save pun terjatuh ke lantai dari posisi berjongkok dan terlihat cukup banyak darah yang mengalir dari hidungnya. Maia yang panik, memeluk monster Pompila. Sedangkan Nort berlari ke arah Save dan merangkulnya ke arah kasur terdekat.
