Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Pertanda Part I

Bab 6 Pertanda Part I

Save mengerutkan dahinya, masih tersisa sedikit ngilu di puncak kepala dan telinganya. Dia masih enggan membuka mata dan mencoba untuk menenangkan kepalanya.

“Save sudah bergerak, Nort. Sepertinya dia sudah siuman.” Maia masih belum juga bisa menghentikan airmatanya. Badannya masih sedikit bergetar meski sudah lebih dari lima jam setelah kejadian.

“Kukira kamu perempuan yang tidak pernah takut akan apapun.” Nort sedikit meledek perempuan yang masih banjir air mata itu. Alih-alih bisa berhenti dari tangisannya, ia justru semakin tidak terkendali. Sinar Maia melebar, cukup menyilaukan.

Save yang masih ragu-ragu membuka matanya pun seketika terduduk.

“Save, apa kamu baik-baik saja?” Nort menghampiri Save.

“Bukankah sudah saya bilang kalau Save sudah siuman, Nort?” Maia berusaha mengendalikan dirinya.

Save masih belum bisa duduk dengan benar. Sesekali badannya ke kiri, sesekali ke kanan. Nort meraih cangkir yang terbuat dari akar rotan dengan aroma bunga, yang berisi air berwarna kuning kemerahan beraroma mint dari atas mejanya. Aroma dari cangkir dan isinya bercampur hingga membuat siapa pun yang menciumnya akan merasa sangat tenang.

“Kita di mana?” Save terlihat bingung ketika melihat Nort berada di depannya.

“Masih di alam mimpi, Save? Sudah, minum dulu. Ini saya baca dari buku, katanya bisa mengembalikan energi. Sengaja saya buat sejak dua jam yang lalu, untukmu.” Nort terlihat tenang. Setidaknya ‘berpura-pura’ untuk tenang.

Sesekali helaan napas terdengar dari Nort. Ia melihat ke arah Maia yang sudah mulai menghentikan tangisannya. Lalu ia melihat ke Save yang berada di depannya.

“Dari mana kamu temukan bahan-bahan ini?” Save terkejut melihat cangkir yang berada di tangannya. Terlihat asing untuknya.

Nort tersenyum melihat Save. “Apakah kamu ingat kita di mana?” lanjutnya.

“Di pohon Mummy, kan?” jawab Save cepat.

“Apakah kamu mengingat kejadian yang baru saja terjadi?” Nort menuang air dari teko yang terlihat sangat cantik ke cangkir yang bermotif sama dengan cangkir yang disuguhkan untuk Save . Biasanya teko terbuat dari tembikar. Akan tetapi, teko ini terlihat tembus pandang dengan kelopak bunga yang terlihat bergerak dan berhamburan. Teko ini memiliki aroma sedikit mirip dengan teh chamomile yang biasa diminum oleh Nort. Setelah menuangnya ke dalam cangkir, Nort pun segera menyuguhkannya ke depan Maia.

“Memangnya apa yang terjadi padaku?” Save masih belum mengingat kejadian yang membuatnya pingsan cukup lama. Matanya masih terpaku melihat teko yang dipegang oleh Nort.

“Apa kamu tidak kebingungan, ketika terbangun di sini? Bukankah kalau misalkan hal yang normal seharusnya kamu terbangun di rumah?” Nort meletakkan teko, lalu duduk dengan lebih mendekat ke meja. “Maia, apa kamu masih merasa takut?” kata Nort selanjutnya sambil melihat ke arah Maia yang meletakkan cangkirnya.

Maia menggeleng lemah. Dia sudah berusaha keras untuk tidak menjatuhkan bulir-bulir dari matanya. Sedangkan Save, mencoba untuk menyapu pandangan ke kiri dan kanan. Kemudian berhenti pada satu buku bersampul kulit yang berada di ujung meja, tepatnya di sebelah Nort.

Nort menghela napasnya berkali-kali dan membenahi posisi duduknya, sebelum akhirnya ia berbicara. “Baiklah teman-teman, saya tidak akan menceritakan apapun tentang kejadian yang baru saja kita alami. Tetapi saya akan mengatakan bahwa mau tidak mau, kita harus menginap di sini. Kenyataan yang harus kita ketahui adalah sudah tidak ada matahari. Jalur jalan pun licin karena hujan. Di lantai paling atas saya menemukan bahan-bahan yang bisa kita gunakan untuk membuat makanan. Berita buruk tambahannya kita harus membaca beberapa buku agar mengetahui bahan-bahan yang bisa dimasak. Lalu berita baiknya, kita bisa mengumpulkan sumber untuk menganalisis kejadian demi kejadian yang sudah kita alami.” Nort melihat ke arah Maia dan Save. Tidak seperti biasanya, kali ini Nort menunjukkan sisi seriusnya.

“Sedikit informasi tambahan bahwa sebenarnya pohon ini sudah menyediakan apapun sesuai kebutuhan kita. Sekalipun kita harus lebih berusaha untuk mencari tahu.” Nort menarik ujung bibirnya. Dia tersenyum. Tampak dari rautnya tidak ada kegelisahan dari dirinya.

Benar saja, Nort seperti ingin melahap semua informasi yang ada di pohon tersebut. Rasa penasarannya makin menjadi-jadi ketika menyaksikan sendiri kejadian tidak masuk akal yang terekam oleh kedua matanya.

Untuk beberapa saat Nort, Save dan Maia terdiam. Hingga Nort memutuskan berkeliling mencari buku yang bisa menjadi panduannya untuk membuat makan malam. Save dan Maia hanya melihat Nort dari tempat duduk mereka. Lalu dalam waktu dua puluh lima menit, Nort pun menghidangkan santapan malam yang terlihat dari luar seperti gulungan dari daun dengan tulang daun sejajar. Aromanya mirip sekali dengan daging asap. Namun aromanya lebih unik karena bercampur dengan aroma daunnya.

“Sebenarnya bahan-bahan ini kamu temukan di mana, Nort? Bagaimana bisa ada bahan makanan di sini?” Save tampak meneliti makanan yang ada di depan matanya. Tangannya mencoba menekan sedikit bagian tengahnya. “Kenyal.” Save terkejut dan menatap Nort dengan tatapan bertanya.

Lagi-lagi Nort tersenyum melihat sikap Save tersebut. Lalu Nort menjelaskan detail letak buku berdasarkan letak baris pada rak dari sebelah kiri, begitu juga untuk rak sebelah kanan.

“Luar biasa. Bagaimana mungkin kamu menghafal semua itu hanya dalam waktu sesingkat ini.” Mata Maia berbinar dengan senyum yang sedikit ia tahan karena berusaha mengendalikan detak jantungnya sendiri.

“Tidak perlu memuji begitu. Bagaimana pun setiap orang pasti punya porsi kelebihan dan kekurangannya sendiri. Anggap saja ini keistimewaan saya. Ha, ha, ha.” Nort tertawa. Kemudian disusul tawa Save dan Maia.

“Saya juga ingin mencoba membaca.” kata Save sambil bersiap untuk beranjak dari duduknya.

“Save, kamu yakin tidak ingin memakannya?” Nort memegang salah satu tangan Save.

“Maaf saya terlupa karena terlalu bersemangat untuk menjelajahi tempat ini.” Save kembali duduk.

“Saya pun begitu. Meski sedikit takut karena kejadian yang menimpamu tadi, maaf jika rasa penasaran saya masih haus.” Nort melihat ke arah Maia yang sudah menghabiskan makanannya dan bersiap untuk berdiri.

“Apa kamu yakin sudah baik-baik saja, Maia?” lanjutnya.

“Kami tidak apa-apa tuan Nort, yang bawel. Jadi selesaikan makanmu dan jangan sampai terlihat bersantai hanya karna dari tadi kamu yang mengurus kami. Saya ingin berkeliling juga mencari buku yang seru.” kata Maia. Kemudian Maia melanjutkan langkahnya menuju satu rak ke rak yang lain.

Begitu juga dengan Save. Ia cukup menikmati santapan malamnya,

Namun ketika ia hendak berdiri, tiba-tiba Nort menahan tangannya lagi. “Apa kamu masih tidak bisa mengingat kejadian tadi siang, Save? Saya hanya ingin mengetahui apa yang sebenarnya kamu dengarkan. Menurut saya, ini bukan suatu hal yang bisa dibilang kebetulan.”

“Kata-katanya adalah kami akan menguasai dunia ini. Tentara kami akan membasmi siapa pun. Apabila satu penerang, satu penyerang dan satu pemimpin sudah memasuki wilayah berdarah, saat itulah waktu kami sudah dekat.” Save kembali duduk di samping Nort. Ia menundukkan pandangannya.

“Tunggu dulu. Ini teori saya, anggap saja bahwa itu kita bertiga. Teori satu, tubuh Maia dilingkari dengan sinar layaknya cahaya lampu yang mengikutinya ke manapun ia pergi. Bukankah fungsi dari sinar adalah sebagai penerang? Bisa saja si penerang di sini adalah Maia. Kemudian teori dua adalah tentang kamu. Kamu sering melakukan sesuatu berdasarkan insting bukan? Tipe penyerang itu selalu menurut. Seingat saya, kamu tidak pernah membuat keputusan. Lebih-lebih penciuman dan indera pendengarmu yang melebihi kami.” Nort membenahi posisi tubuhnya.

“Tapi untuk tipe pemimpin sepertinya memang cocok denganmu.” Save tersenyum.

“Maksudnya?” Nort tampak kebingungan, hingga ia mengernyitkan dahinya.

“Kamu selalu bisa memberi solusi, menjadi penengah, bertanggung jawab dan lebih pintar dari kami. Meskipun sedikit angkuh.” Save terkekeh.

Nort menghela napas, ia tidak menanggapi ledekan Save.

“Lalu yang dimaksud dengan tanah atau lahan berdarah itu apa ya?” Nort memegang keningnya. “Entahlah. Saya juga melihat apa saja isi dari rak-rak yang sangat besar ini. Kamu mau apa, Nort?” kata Save ketika melihat Maia berjalan ke arah mereka sambil membawa satu buku.

“Sepertinya saya ingin membaca buku ini.” Nort meletakkan telapak tangannya di atas buku yang sempat membuat Save pingsan berjam-jam.

“Save, kalau ingin yang lebih menarik, coba saja pergi ke ruangan yang paling atas. Di sana penuh dengan bahan-bahan yang bisa digunakan untuk eksperimen.” Nort melanjutkan kata-katanya.

“Sepertinya saya tidak tertarik, terima kasih.” Save berbalik dan melanjutkan langkahnya.

Pada saat bersamaan, Maia sudah duduk di depan Nort.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel