Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Rencana Sarman

Bab 8 Rencana Sarman

Siang ini matahari tak begitu terik, hamparan langit biru tertutup oleh gumpalan awan yang bergerak lambat. Perlahan, desiran angin pembawa kesejukan menerpa tiap helai rambut Riana yang dibarkan terurai. Kini ia tengah menimba air yang akan digunakan untuk membilas pakaian-pakaian kotor. Kedua tangan Riana memegang erat sebuah ember hitam yang penuh dengan air sumur. Lalu ia menyiram pakaian-pakaian tersebut dengan air yang telah ia timba. Tanpa sadar,air tersebut ikut membasahi kaki Riana yang hanya beralaskan sandal jepit.Sejenak, Riana mengelap peluhnya dan meregangkan otot-otot punggungnya supaya tidak terasa kaku. Kemudian, ia melanjutkan dengan mencuci semua pakaian kotor tersebut.

Setelah memakan waktu beberapa menit, akhirnya Riana menjemur pakaian yang telah ia cuci. Kegiatan ini memang tak begitu sulit dan sering Riana lakukan tiap dua hari sekali. Akan tetapi, terkadang memerlukan tenaga ekstra ketika memeras pakaian yang hendak dijemur terlebih lagi disaat puasa. Meski belum terlalu lelah, tapi Riana harus menghemat tenaganya karena ia belum menyelesaikan beberapa kegiatan di dalam rumah.

Riana masuk ke rumah melewati teras belakang sambil membawa keranjang pakaian andalannya. Ia meletakkan keranjang tersebut di belakang pintu dapur. Lalu Riana duduk sejenak di kursi makan sembari mengikat rambutnya karena baju bagian belakang mulai basah karena keringat. Kemudian Riana mengambil sebuah kemoceng bulu ayam yang tergantung di salah satu dinding dapur.

Debu-debu yang menempel pada kursi bambu nampak berterbangan ketika kemoceng yang dipegang Riana bergerak ke kanan dan ke kiri terus berulang-ulang. Tak lupa, Riana juga menyapu seluruh isi rumah, mulai dari ruang keluarga hingga teras depan. Kini rumah yang Riana tinggali terlihat lebih bersih dari sebelumnya.

Sebelum mengakhiri kegiatan bersih-bersihnya, Riana menyempatkan untuk mengganti seprai yang masih terpasang di ranjang kamar Nenek dengan seprai baru. Riana lupa, kapan terakhir kali ia mengganti seprai kamar Nenek, karena sudah lama sekali kamar tersebut dibersihkan secara intens.

Sorenya, sekitar pukul 4. Riana menyibukkan diri di dapur sembari menunggu waktu berbuka. Kini dirinya tengah memotong-motong beraneka macam sayuran yang akan ia rebus menjadi satu. Padangannya tertuju pada sebuah panci berisi air yang sudah mendidih. Dengan tangan berbalut handuk bekas, Riana langsung mengangkat panci tersebut dari kompor dan menuangkan air tersebut ke termos berukuran sedang.

Kemudian Riana melanjutkan kegiatan memasakknya, hingga beberapa menit kemudian Tika datang dengan handuk di tangan kirinya. Riana menoleh sejenak, dan menyapa Tika. "Mau mandi ya?" Tika menghiraukan pertanyaan Riana dan memilih berjalan terus ke kamar mandi. Riana menghembuskan napas panjang dan selalu menguatkan hatinya ketika Tika bersikap acuh kepadanya. Lalu Riana melanjutkan mengaduk-aduk sayur yang sepertinya hampir matang.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Sarman sudah pulang dari tempat kerjanya dan langsung menghampiri Riana yang masih menyiapkan makanan di dapur. Kemudian, Riana menyodorkan sebuah handuk kepada suaminya dan menyuruh untuk segera mandi sebelum waktu berbuka tiba. Riana sendiri sudah mandi setelah Tika. Akan tetapi, karena terlalu lama berada di dapur, bau Riana yang seharusnya wangi seperti sabun, mendadak berubah menjadi bau bumbu-bumu dapur seperti bawang dan merica.

Kini Sarman dan Riana sudah duduk di kursi makan sembari menunggu suara adzan Magrib berkumandang. Namun, Riana beberapa kali terlihat menoleh ke kamar Tika dan berharap ia mau bergabung dalam satu meja makan.

"Biarkan saja," ujar Sarman dengan nada datar. "Nanti kalau lapar pasti ke sini sendiri." Riana melotot tajam suaminya, seolah-olah masih menyalahkan tentang kejadian waktu sahur tadi. Meskipun Sarman sudah meminta maaf berkali-kali, tapi Riana tetap saja memasang wajah kesal kepada suaminya itu.

Tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka berdua, hingga terdengar suara adzan pertanda kalau puasa hari ini sudah berakhir. Riana dan Sarman mengambil segelas teh yang tersedia di atas meja. Tak lupa, sebelum meminum tehnya mereka berdua membaca doa berbuka puasa.

"Riana," panggil Sarman. Namun, Riana justru tidak memperhatikan suaminya dan lebih fokus memakan gorengan yang masih hangat. "Makan gorengannya nanti aja, sekarang dengarkan Abang dulu," pinta Sarman memelas.

"Hmm, ada apa?" Riana meletakkan gorengan yang sudah ia gigit sebagian.

"Abang merasa sikap Tika berubah. Saat Abang pergi kerja, apakah terjadi sesuatu padanya?"

Riana diam sejenak, mungkin inilah waktu yang tepat untuk memberitahu semua perubahan sikap Tika. "Semenjak Tika di sini, dia jadi sering marah-marah. Bahkan dia sempat menyiramku dengan teh."

"Benarkah? Ketelaluan!" Sarman menggebrak meja dengan tangan kirinya.

"Mungkin, Tika menjadi tertekan setelah tahu kalau dia tengah hamil," ujar Riana sedikit berbisik. Takut jika tiba-tiba Tika mendengar percakapan Riana dan Sarman.

"Hmm… kamu benar, tapi sampai kapan dia mau begitu terus? Apakah dia sudah bosan hidup atau bagaimana? Semua ini juga salahnya sendiri."

"Meski begitu, Abang jangan terus-terusan menyalahkan Tika. Dia jadi tambah tertekan, bukan?" bantah Riana.

"Iya sih, Abang yang keterlaluan. Apa sebaiknya kita pergi ke Pekanbaru ya? Keluarga kamu pasti tahu apa yang terjadi pada Tika," usul Sarman dan Riana mengangguk setuju.

"Abang saja yang pergi ke Pekanbaru. Kalau aku ikut pergi, nanti tidak ada yang menjaga Tika." Riana meneguk segelas teh di sampingnya. Sarman pun mengiyakan usulan Riana dan saat itu juga, Sarman merencanakan untuk pergi ke Pekanbaru pada akhir pekan ini.

****

Mata Riana tertuju pada sebuah jam dinding bulat, rupanya sudah jam 12 malam. Namun, seperti biasa Riana belum juga tertidur. Setiap keadaan gelap, bayangan-bayangan tentang monster mengerikan selalu memenuhi pikirannya. Hal inilah yang terkadang membuat Riana tidak bisa tertidur meskipun ia telah berbaring selama berjam-jam. Bahkan Riana sempat berpikir bahwa ia tidak akan tidur sampai waktu sahur nanti.

Ketika Riana mencoba untuk memejamkan kedua matanya, terdengar suara-suara aneh dari dalam rumah, entah itu dari pikirannya atau suara tersebut benar-benar ada. Tiba-tiba dari dari dapur, terdengar suara seperti orang tengah melempar perabotannya. Riana berjingkrak memeluk Sarman yang sudah tertidur pulas sejak tiga jam yang lalu.

Suara itu terdengar makin jelas, Riana yang masih ketakutan mencoba untuk membangunkan suaminya. "Abang… Abang dengar suara nggak?" Riana menepuk bahu suaminya.

"Paling tikus atau angin," jawab Sarman dengan mata masih terpejam. Riana mendorong pelan tubuh Sarman dan beranjak dari tidurnya. Riana memutuskan untuk mengecek dapur, ia khawatir kalau saja ada penyusup atau maling yang mencoba menerobos rumahnya.

Perlahan, Riana berjalan sambil membawa lampu minyak yang ia dapatkan dari kamarnya. Tangan kiri Riana bersiap membawa sebuah vas berbahan keramik, untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu.

Ketika Riana berada di balik pintu dapur, suara tersebut tidak terdengar lagi. Namun, Riana merasa kalau ada seseorang dari dalam dapur. Riana mendorong pelan pintu dapur tersebut dan mencoba untuk tidak membuat suara apa pun.

Jantung Riana terasa berhenti berdetak, ia mendapati beberapa gelas, piring, serta peralatan makan lainnya berserakan di lantai. Bukan hanya itu, yang paling mengejutkan ialah Tika yang berdiri mematung ditengah-tengah dapur sembari membawa sebuah garpu.

Riana mempercepat langkahnya dan sesegera mungkin menghampiri Tika. Lampu dan vas yang Riana bawa, akhirnya diletakkan di atas meja makan. Lalu, Riana menepuk-nepuk pundak Tika sambil memanggil-manggil namanya beberapa kali.

"Tika, kamu sedang apa? Kenapa malam-malam begini kamu di dapur?"tanya Riana kebingunggan.

Tika yang sedari tadi berdiri membelakangi Riana, akhirnya bergerak sambil mengusap-usap kepalanya. Riana segera memegang tubuh Tika yang dingin, takut jika tiba-tiba ia pingsan mendadak.

"Kamu baik-baik saja? Garpu ini untuk apa?" Riana menyambar garpu dari tangan kanan Tika.

"Tidak tahu. Tadi aku mau ke kamar mandi, tiba-tiba kepalaku pusing," jawab Tika lemas.

"Ya sudah, Mbak antar ke kamar ya." Riana menggandeng tangan Tika dan menuntunnya kembali ke kamar. Sebenarnya Riana masih penasaran dan ingin bertanya kepada Tika, apakah dia yang telah mengobrak-abrikkan peralatan di dapur? Dalam pikiran Riana, mungkin saat Tika hendak ke kamar mandi, ia masih dalam keadaan setengah sadar. Jadi, ia tidak menyadari kalau dialah yang telah mengobrak-abrikkan peralatan dapur.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel