Bab 7 Kekacauan
Bab 7 Kekacauan
Pagi ini Riana belanja di pedagang sayur keliling yang biasanya berhenti di depan pohon beringin dekat dengan rumahnya. Kali ini Riana membeli sayur dan lauk agak banyak, karena besok sudah mulai puasa. Riana mempercepat belanjanya ketika ibu-ibu tetangga mulai berbisik-bisik mencurigakan. Hampir setiap hari, ibu-ibu di sebelah Riana selalu saja membuat bahan obrolan yang menjurus kepada fitnah. Dan tak jarang pula, kehidupan rumah tangga Riana juga menjadi bahan obrolan mereka.
Riana bergegas pulang karena ia makin kesal setelah menjadi bahan gunjingan tetangga-tetangganya. Ia memperlebar langkahnya ketika sampai di teras depan. Lalu Riana masuk ke rumahnya dan segera menutup pintu rumahnya.Namun, kali ini agak kencang sehingga menimbulkan suara berisik.
Keranjang belanja yang sedari tadi ia bawa, langsung dilempar ke atas meja makan. Riana mendengus kesal lalu ia duduk di depan meja makan sembari menyangga dagunya. Beberapa menit Riana berdiam diri sambil menunggu Tika keluar dari kamarnya.Tapi, nyatanya Tika tak kunjung keluar juga. Padahal sejak kemarin ia hanya makan satu kali saja, itu pun tidak habis.
Riana memutuskan untuk membuatkan Tika sarapan sederhana dengan bahan yang ada di dalam lemari. Tangan Riana lihai sekali ketika memainkan spatula kayu dan membolak-balik nasi di atas wajan yang sudah pudar warnanya.
Sebuah piring berbahan seng diletakkan Riana di atas meja makan dan disebelahnya terdapat sendok serta segelas air putih. Riana menuangkan nasi goreng tadi ke piring yang telah ia siapkan. Porsi nasi goreng itu cukup banyak sehingga menutupi motif bunga-bunga yang menghiasi piring tersebut.
Riana berjalan menuju kamar Tika sambil membawa makanan dan minuman yang telah Riana buat. Sesampainya di depan pintu, Riana agak kesusahan untuk mengetuk pintu kamar Tika karena kedua tangannya membawa piring dan gelas yang isinya bisa saja tumpah apabila ia tak berhati-hati. Karena tidak dikunci, Riana langusung masuk ke kamar Tika dan meletakkan sarapannya di meja yang berada di samping ranjang.
Namun, Tika tidak menggubris kehadiran kakaknya.Ia masih dalam keadaan tertidur dengan memeluk guling dan menghadap ke tembok. Riana sempat memanggil-manggil Tika beberapa kali dan menyuruhnya untuk segera sarapan, tapi Tika benar-benar tidak bersuara. Sampai akhirnya, Riana mengguncang pelan bahu adiknya itu.
"Tika, ayo sarapan dulu.Dari kemarin makanmu hanya sedikit," bujuk Riana.Bukannya menyambut Riana dengan baik, Tika justru membentak-bentak Riana dan melontarkan kalimat sumpah serapah seperti orang yang kehilangan kendali.
"Jangan ganggu aku! Pergi sana! Aku tidak butuh siapa pun!!" pekik Tika namun ia masih memalingkan wajahnya.
"Astaghfirullahalazim." Riana mencoba menguatkan batinnya dan membiarkan adiknya bertingkah sesukanya."Kuletakkan di sini, terserah mau makan atau tidak." Riana beranjak keluar dari kamar Tika setelah ia meletakkan piring dan segelas air. Riana menghembuskan napas panjang lalu masuk ke kamarnya yang kebetulan terletak di sebelah kamar Tika.
Riana membaringkan sejenak tubuhnya dan sesekali ia mengusap-usap wajahnya karena hari ini adalah hari yang melelahkan baginya. Saat memejamkan mata, terlintas pertanyaan dalam kepalanya yaitu, siapa sebenarnya yang telah membuat Tika hamil?Padahal yang Riana tahu, Tika adalah remaja yang rajin dan memilih-milih dalam pergaulan. Tapi, kenapa hal ini bisa terjadi? Tanpa sadar, Riana memukul pelan ranjang yang ia tiduri untuk meluapkan rasa kekesalannya.
Hari per hari telah berlalu, Riana menjalani hari-harinya seperti biasa layaknya seorang ibu rumah tangga.Ia juga memberi perhatian kepada adik dari suaminya itu, meski terkadang Tika berlaku kasar pada Riana. Tak terasa hari ini telah memasuki bulan Ramadan. Dimana seluruh umat muslim diwajibkan untuk berpuasa.
Riana sudah bangun terlebih dahulu sejak pukul 02.30 pagi.Ia menghabiskan waktunya untuk memasak di dapur sebelum suara sirene berkumandang. Dengan mata sedikit terpejam, Riana menuangkan air panas ke teko yang berisikan serbuk teh. Riana duduk sebentar sambil menutup mulutnya yang beberapa kali menguap lebar.
Setelah dirasa kesadarannya memenuhi pikirannya, Riana bergegas menuju kamarnya untuk membangunkan Sarman yang masih tertidur pulas."Abang, ayo sahur. Sudah jam setengah empat." Riana menepuk-nepuk bahu suaminya beberapa kali hingga tubuh suaminya mulai menggeliat dan mata Sarman perlahan terbuka.
"Hmm… sahur? Hari ini ya?" tanya Sarman dalam keadaan setengah sadar.
Riana memukul pantat Sarman cukup keras sehingga ia bangun dari tempat tidurnya. "Abang kalau nggak bangun, Riana tinggal sahur sendiran aja.Besok tidak usah puasa sekalian." Riana beranjak dari tepi ranjang sembari memanyunkan bibirnya.Sarman hanya terkekeh lalu mengikuti Riana menuju ke meja makan.
Di meja makan Riana mengambilkan sepiring nasi beserta lauknya untuk Sarman. Lalu Riana mengambil makanan untuk dirinya sendiri dan duduk berhadapan dengan Sarman. Mereka berdua makan seperti biasanya hingga jarum jam menunjukkan pukul empat pagi. Riana membereskan beberapa piring yang telah kosong dan meletakkannya di tempat biasanya untuk mencuci piring.
Sedangkan Sarman masih sibuk menghabiskan air putih hampir satu teko.Melihat hal tersebut, Riana langsung memarahi Sarman karena air minum yang tersisa hanya di dalam teko tersebut.Riana mengambil paksa teko tersebut, lalu menuangkan sisa air ke sebuah gelas plastik.
Pada saat tiga puluh menit menjelang imsyak, Tika dating dan sudah berdiri di ambang pintu dapur dengan rambut acak-acakan dan masih mengenakan pakaian yang sama seperti kemarin. Baik Riana atau pun Sarman, mereka agak terkejut dan tak menyangka kalau Tika akan keluar dari kamarnya.
"Tika mau ikut sahur?" tanya Riana dan Tika hanya menganggukkan kepala. "Duduk saja, nasi sama lauknya masih ada, kok." Riana menyuruh Tika untuk duduk di kursi dekat meja makan.
Sarman menatap aneh adiknya yang tiba-tiba mau keluar dari kamar.Memang, akhir-akhir ini hubungan Sarman dan Tika agak renggang karena Tika masih bersikukuh untuk tidak mengatakan siapa laki-laki yang menjadi sumber masalah ini.
"Akhirnya kamu berani keluar dari persembunyian.Sudah merasa bersalah?" Sarman menenggak segelas air putih yang ada di meja. Tika hanya menatap sinis Abangnya dan kembali menghabiskan makanannya.
"Tika, mau Mbak gorengkan telur dadar?" tanya Riana sembari mengambil sebutir telur dari lemari lapuk.
"Tidak usah," jawab Tika ketus. Tiba-tiba Sarman menggebrak meja dengan gelas yang ia pegang. Riana sedikit terkejut melihat suaminya bertingkah seperti itu.
"Bicaralah yang sopan, dia adalah orang yang sudah menjagamu semenjak kamu membuat kesalahan fatal itu!" Sarman meninggikan nada bicaranya.
"Tika tidak perlu dijaga!Dan Abang tidak bisa terus-terusan menyalahkan Tika!!" pekik Tika.
"Memang kamu yang salah.Selain salah, kamu juga tidak mau memberitahu siapa pelakunya. Kamu seharusnya tahu, kalau perbuatanmu itu melampaui batas.Tapi kenapa kamu tetap melakukannya!" Lagi-lagi Sarman menggebrak meja dengan kedua tangannya dan membuat suasana di dapur menjadi bising.
Riana berusaha menenangkan kedua kakak beradik itu, tapi ia kalah cepat. Tika berdiri dan mendorong kursinya hingga menimbulkan suara berdecit. Tiba-tiba ia menarik taplak meja makan sehingga benda-benda yang ada di atasnya ikut bergeser bahkan ada beberapa yang pecah.
Sarman ikut berdiri dengan emosi yang meletup-letup.Ia menarik dan mencengkram tangan Tika dengan kasar. "Keterlaluan!" Sarman mengayunkan tangan kanannya ke wajah Tika.
"Abang, cukup!!" pekik Riana dan seketika itu Sarman melepaskan genggaman tangannya.Kali ini iana berhasil mencegah suaminya yang hendak menampar adiknya sendiri."Abang yang keterlaluan!Seharusnya Abang tidak usah membesar-besarkan masalah seperti ini, apalagi ini bulan puasa. Sebaiknya Abang ambil air wudhu dan bergegas ke Musala," pinta Riana.
Seketika itu Sarman mematuhi perintah istrinya lalu ia pergi ke kamar mandi. Setelah Sarman pergi, Riana menenangkan Tika yang terlihat agak terkejut dengan apa yang telah Sarman lakukan. Kemudian Riana menyuruh Tika untuk kembali masuk ke kamarnya.Sebenarnya, Riana sangat terkejut ketika suaminya memarahi habis-habisan adiknya sendiri, selama ini Riana belum pernah melihat Sarman semarah itu seperti orang yang lepas kendali.
Setelah dirinya agak tenang, Riana mengambil taplak meja yang terjatuh tadi dan dilanjutkan mengelap bekas kuah sup serta teh yang tumpah membasahi lantai dapur tadi.Tanpa sadar, adzan subuh sudah berkumandang dan menandakan bahwa puasa hari pertama telah dimulai dengan kekacauan.
