Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Hujan Belum Berlalu

Bab 4 Hujan Belum Berlalu

Rintik hujan makin menggila menghujami bumi.Suara gemuruh petir terdengar bersahut-sahutan disusul dengan desiran angin yang menembus sela-sela jendela yang tidak tertutup rapat. Detik jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari.Sarman berjalan mondar-mandir dan sesekali matanya menatap ke luar jendela. Riana yang masih duduk termenung, tak tahu harus berbuat apa.

Mereka semua terdiam, dan suasana semakin kacau setelah mendengar pernyataan dari Doni bahwa Tika tengah mengandung seorang anak.Yang lebih mengejutkan lagi, Tika hamil tanpa adanya ikatan pernikahan.Sarman merasa gagal menjadi seorang Abang karena tak bisa menjaga Tika dan membiarkan hal ini terjadi pada adik semata wayangnya.

Sarman kembali duduk di samping Tika.Ia terlihat tengah mengatur napas dan berusaha menenangkan dirinya agar tidak salah dalam bertindak. Begitu banyak pertanyaan yang terkumpul dalam pikirannya hingga beberapa menit kemudian, Sarman mulai angkat bicara.

"Bagaimana itu bisa terjadi? Apakah kamu sadar kalau kamu telah melakukan hal yang diluar batas?" tanya Sarman sambil berusaha menahan kekesalannya. Namun, Tika diam saja tak bersuara.Tika hanya menundukkan kepala sembari mengusap air matanya yang mulai mengering.

Riana juga mendesak Doni, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Akan tetapi, sepertinya Doni tidak tahu apa-apa soal masalah ini. Langit masih gelap nan kelam, rembulan tak datang pada malam ini. Hujan dan kilatan petir telah mengambil alih hamparan langit hitam.hawa dingin mulai masuk ke celah-celah kecil pada atap atau pun jendela rumah yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.

"Siapa yang telah melakukan itu?" tanya Sarman beriringan dengan suara gemuruh dari luar. Lagi-lagi Tika hanya diam saja dan tak menjawab rentetan pertanyaan yang dilontarkan oleh Abangnya."Tika, jawab!" pekik Sarman ketika habis kesabarannya.

"Tidak!Aku tidak akan mengatakannya!"

Sarman mengerutkan dahinya sambil mencengkram kedua bahu Tika, seraya berkata, "Apa kau ingin menanggung beban ini sendirian?Apakah kau tidak bisa membayangkan apa yang akan orang-orang katakan nanti? Laki-laki itu harus bertangung jawab, Tika!"

Melihat pertengkaran itu, Riana langsung menengahi mereka berdua dan juga berusaha menenangkan suaminya.Tika kembali tenggelam dalam isak tangisnya.Riana tidak bisa membayangkan perasaan Tika saat ini.Hancur, itu pasti. Masa depan yang seharusnya bisa membawanya dalam kesuksesan, kini sudah tak berarti.

Waktu seolah-olah berhenti, dan Tuhan serasa tak berpihak pada Riana.Dunia ini memang tidak adil baginya.Bertahun-tahun Riana telah menanti lahirnya seorang anak, tapi sampai sekarang Tuhan tak kunjung mengabulkannya.Justu, adiknya lah yang harus melahirkan seorang anak yang sangat diinginkan Riana.

Tangisan Tika semakin kencang, menyaingi suara derasnya hujan pada malam ini.Ketika semuanya terdiam, tiba-tiba Tika bersuara."Aku akan menggugurkan janin ini."

Riana membelalakkan kedua matanya kemudian ia menatap Tika dan berusaha mencegah adik suaminya untuk tidak melakukan hal bodoh."Jangan, jangan lakukan itu."Riana beralih duduk di samping Tika.

"Kenapa tidak boleh?Kalau kubiarkan, aku tidak bisa sekolah lagi."Tika meremas perutnya yang masih datar.

Tak terasa dua jam telah berlalu, mereka berempat masih duduk di kursi rotan hingga menjelang fajar. Rasa kantuk yang harusnya datang tiap malam, tiba-tiba menjadi hilang setelah mengetahui kenyataan yang tidak diharapkan sebelumnya.

Riana menatap sendu Tika lalu ia memegang lembut kedua tangan Tika dan berkata, "Begini saja, biarkan anak ini lahir dan dengan senang hati aku akan merawatnya. Soal sekolah, Tika bisa melanjutkannya tahun depan setelah anak ini lahir," tutur Riana.

Tak satu pun dari mereka yang mengiyakan atau menolak usulan Riana.Lagi-lagi mereka terdiam, tenggelam dalam derasnya suara hujan yang selalu memecah keheningan.Riana melirik suaminya yang sedari tadi hanya menyangga kepalanya sembari memijat pelan keningnya."Abang setuju, ‘kan?" tegas Riana.

Sarman berdiri dari kursi rotan yang ia duduki.

"Ya sudah kalau kamu bilang begitu, mau bagaimana lagi."Sarman beralih menatap adiknya dan memintanya untuk tinggal bersamanya dan Riana.Terlebih lagi dengan kondisinya seperti ini, Sarman tidak bisa membiarkan Tika tinggal sendiri di rumah orangtua Riana.

Lalu Sarman beranjak menuju ke kamarnya untuk membaringkan sejenak tubuhnya karena sejak malam tadi, ia hanya bisa tidur sebentar. Sedangkan Riana mengantarkan Tika untuk istirahat di kamar lamanya. Karena hari masih gelap dan hujan belum reda juga, Riana meminta Doni untuk pulang ketika hari sudah fajar, Doni pun mengiyakan saran Riana.

****

Hari sudah sedikit terang, dan hujan yang semalaman mengguyur bumi kini telah reda.Terlihat, daun-daun sisa terpaan angin semalam, berserakan menutupi teras dan halaman rumah. Riana, dengan telaten menyapu halaman depan rumah hingga bersih. Terlihat, ada beberapa lidi yang jatuh berserakan karena Riana terlalu bersemangat untuk membersihkan teras rumahnya.Sesekali, Riana memunguti satu per satu daun-daun kecil yang lengket dengan tanah yang diguyur air hujan.

Dikumpulkannya daun-daun yang Riana sapu tadi hingga menggunung, kemudian Riana mengambil ekrak (alat bersih-bersih berbentuk seperti trisula yang digunakan untuk mengumpulkan daun kering atau sampah lainnya) berbahan bambu yang tergeletak di sudut teras. Riana memindahkan tumpukan daun-daun tersebut ke ekrak yang ia pegang dan langsung membuangnya ke tong sampah. Setelah selesai menyapu, Riana meletakkan kembali sapu lidi dan ekrak ke tempatnya semula.Riana baru sadar, jika kedua tangannya berubah menjadi kusam kecoklatan karena tangganya sempat bersentuhan dengan tanah.

Sebelum masuk ke rumah, Riana sempat mencuci tangannya dulu pada sebuah gentong besar terbuat dari tanah liat yang terletak di samping rumahnya. Entah mengapa, air yang ada di gentong ini selalu saja terasa segar apabila bersentuhan dengan kulit.

Dengan tangan yang masih basah, Riana langsung berjalan masuk ke rumahnya. Namun ketika ia hendak membuka pintu, Riana sedikit terkejut mendapati Doni telah berdiri di balik pintu. Pada saat itu juga, Doni berpamitan kepada Riana karena saat ini dia akan pulang.

Setelah melihat Doni pergi meninggalkan rumahnya, Riana kembali masuk dan menutup pintu. Sejenak, ia merasa ada yang aneh dengan adiknya. Doni terlihat lebih sedikit berbicara, tidak seperti biasanya.Bahkan saat sarapan tadi, Doni dan Tika hanya diam saja seperti ada sesuatu yang mereka sembunyikan.Riana masih berdiri mematung di ambang pintu, ia masih tidak ingin percaya dengan apa yang terjadi pada Tika. Pikirannya terus melayang kemana-mana, hingga ia malas untuk mengerjakan hal lain.

Akan tetapi, berdiam diri saja tak akan mengubah sesuatu yang sudah terjadi. Riana menggeleng-gelengkan kepalanya dan berusaha menghilangkan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kepalanya.Riana kembali melangkahkan kaki menuju kamarnya namun, pandangannya tertuju pada kamar Tika yang berada tepat di sebelah kamar Riana.Saat itu, Riana hendak masuk dan ingin berbincang-bincang dengan Tika. Akan tetapi, Riana mengurungkan niatnya karena ia pikir akan lebih baik kalau memberi waktu Tika untuk sendiri.

"Sepertinya masih tidur," batin Riana ketika ia tak mendengar suara-suara dari dalam kamar Tika. Lalu Riana memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan memilih memejamkan mata sejenak, karena rasa kantuk mulai menguasai kesadarannya.

BERSAMBUNG

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel