Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Terjebak

Bab 12 Terjebak

Malam semakin panjang dan hujan masih mengguyur bumi. Tak seorang pun tahu pukul berapa saat ini, mereka hanya harus menunggu lebih lama sampai ada warga sekitar yang menyadari keberadaan mereka. Kemungkinan terburuk yang bisa terjadi adalah tidak akan ada yang sadar dengan kecelakaan ini, karena para penumpang jatuh ke dasar jurang beserta bangkai busnya. Mereka bisa saja mati karena kedinginan atau kelaparan kalau harus menunggu pertolongan lebih lama lagi.

Sarman menyandarkan tubuh perempuan yang ia temukan di dekat bus. Meski perempuan itu sudah sadarkan diri, ia masih sangat lemas dan nampak kebingungan. Sarman menjelaskan sedikit tentang apa yang telah terjadi pada mereka. Perempuan tersebut justru menangis histeris, dan tidak mau menerima kenyataan ini. Namun, baik Sarman atau yang lain pasti tidak ingin peristiwa ini menimpa mereka. Menyerahkan hidup pada alam, seakan-akan nyawa tengah berada di ujung tanduk.

Dalam kepala Sarman, ia selalu teringat dengan istrinya yang tengah menunggu di rumah. Bahkan Sarman sudah bilang kepada Riana, kalau hari ini dia akan segera pulang."Apakah Riana baik-baik saja?" ujar Sarman dalam hati. Mengingat istrinya yang takut dengan kegelapan, dan kini dia hanya berdua saja di rumah bersama Tika. Padahal seharusnya saat ini Sarman sudah sampai di rumahnya yang nyaman.

Sarman berdiri tegap, sebelum pikiran-pikiran buruk memenuhi kepalanya. Ia tidak bisa berdiam diri dan pasrah menyerahkan umur kepada alam. Mata Sarman mengamati tempat sekitarnya, mungkin saja ada jalan yang bisa membawanya keluar dari jurang. Akan tetapi, semuanya gelap dan mata Sarman mulai perih setelah beberapa kali terkena tetesan air hujan.

"Ada apa?" tanya perempuan itu setelah dirinya tenang.

"Mencari jalan keluar. Kita tidak bisa terus-menerus menunggu seperti ini," jawab Sarman sembari mengucek-ucek matanya yang memerah.

Perempuan itu mengangkat jarinya ke depan, seperti tengah menunjukkan sesuatu kepada Sarman. "Di sana… beberapa meter dari sini, ada lereng jurang tempatku terjatuh tadi.Mungkin, itu bisa menjadi jalan keluar."

"Baiklah, aku akan ke sana." Sarman berlari ke arah yang di tunjukkan perempuan itu.

Beberapa saat kemudian, kaki Sarman merasakan ada tanah yang lebih tinggi dari tempatnya berpijak. Lalu ia meraba-raba tanah yang ada di depannya, ternyata Sarman sudah berada di dekat lereng jurang.

Sarman diam sejenak, memikirkan cara untuk mendaki tempat ini. Kemudian, ia melepas sepatunya yang basah dan mulai mencari posisi pas untuk mendaki di lereng jurang ini. Sarman meletakkan kakinya pada sebuah batu yang terkubur sebagian sebagai tumpuan agar tidak terjatuh. Setelah dirasa posisinya pas, Sarman menarik badannya ke atas, dengan kedua tangan yang mencengkram erat sebuah tanaman liar.Ia terus naik dan melawan derasnya hujan hingga Sarman mampu membawa tubuhnya ke tengah lereng.

Beberapa kali Sarman terlihat hampir terjatuh, karena tak banyak bebatuan yang bisa dijadikan sebagai pegangan atau tumpuan. Ditambah dengan jarak pandangan yang terbatas serta tanah yang licin. Sarman membaca doa-doa dalam hatinya, agar diberi kemudahan untuk keluar dari jurang mengerikan ini.

Akan tetapi, saat hampir sampai ke atas, akar pohon yang dijadikan sebagai pegangan tangannya, tiba-tiba ambruk karena tanah ini semakin licin dan tidak bisa menahan tubuh Sarman lagi. Alhasil, Sarman ikut terjatuh ke jurang dan punggung Sarman tertimpa pohon tersebut.

Sarman meringis kesakitan dan berusaha menyingkirkan batang pohon yang menimpanya sebelum punggung Sarman remuk. Beruntung, pohon ini tidak terlalu besar sehingga Sarman bisa mengangkat batang pohon ini dengan kedua tangannya. Sarman mengubah posisinya yang tengkurap menjadi terlentang, dan membiarkan wajahnya dibasahi oleh hujan.

Ketika rasa sakit pada sekujur tubuhnya sudah mendingan, Sarman bangkit dan mencoba untuk berdiri.Ia terus mengamati lereng jurang dan berharap bisa mendaki hingga ke atas. Tetapi, hujan telah membuat tanah menjadi lembek dan licin sehingga akan percuma jika Sarman kembali mendaki.

Akhirnya, Sarman memutuskan untuk kembali ke pohon besar tempatnya dan penumpang lain berteduh. Namun, di tengah jalan Sarman melihat seorang kakek tua tengah merangkak di dekat ban bus yang dijadikan sebagai pegangan.Sarman melihatnya lebih saksama, siapa tahu penglihatannya salah.Akan tetapi, itu benar-benar orang atau penumpang yang selamat.

Sarman mempercepat langkahnya yang pincang, dan segera menghampiri kakek itu. Dia begitu terkejut, ketika melihat Sarman di belakangnya.Awalnya, kakek itu mengira bahwa Sarman adalah mayat hidup, karena dalam kondisi gelap gulita seperti ini bisa saja ada makhluk selain manusia.

"Kek, ada yang terluka?" tanya Sarman sedikit kencang, supaya suaranya tidak tenggelam oleh hujan.

"Lengan saya." Kakek itu menunjukkan lengan kanannya yang terluka.Sebuah palang besi ternyata masih tertancap di lengan kakek itu.

"Biar saya cabut besinya. Kakek tahan sedikit," ucap Sarman lalu menarik besi tersebut hingga terlepas dari lengan keriput kakek itu. Terlihat, dia berteriak kesakitan setelah Sarman menarik palang besi tersebut.Kemudian kakek itu terjatuh lemas setelah menahan rasa sakit pada lengannya. Lagi-lagi Sarman menyobek kaosnya untuk menutupi darah yang terus membanjiri lengan kanan kakek tersebut.

"Kita berteduh di bawah pohon sana. Saya bantu berdiri ya." Sarman meraih tangan kiri kakek itu dan menuntunnya untuk berjalan menuju ke tempatnya semula.

Kini sudah ada lima orang yang selamat dari kecelakaan bus. Yang lain, masih terkapar di tengah derasnya hujan, entah satu per satu dari mereka sudah tewas atau justru masih ada yang hidup tapi belum sadarkan diri. Sarman menyandarkan tubuh kakek itu pada batang pohon, dibantu oleh penumpang lain yang kondisinya sudah membaik.

"Bagaimana dengan jalan keluarnya?" tanya perempuan yang ada di samping kakek.

"Tidak bisa.Lerengnya terlalu licin, dan aku terjatuh saat mendaki lereng itu." Sarman membersihkan bajunya yang penuh dengan tanah basah seperti lumpur. Pandangan Sarman teralihkan pada bayi yang pertama kali ia temukan, tengah digendong oleh seorang perempuan yang juga korban dari kecelakaan ini.

Perempuan itu sadar ketika Sarman terus menatapnya cukup lama. "Ini anakmu?" tanyanya. Sarman menggeleng pelan, lalu ia ikut duduk bersama korban lainnya sembari meluruskan kedua kakinya yang masih menyisakan rasa nyeri.

"Bukan, dia anak dari salah satu penumpang bus ini. Aku menemukannya di samping Ibunya yang sudah tak bernyawa," jawab Sarman.

"Kasihan." Perempuan itu terus mendekap si bayi agar tidak kedinginan, karena malam semakin larut.

"Sepertinya kita harus menunggu hingga pagi," ujar Sarman bermonolog diri sembari menatap hamparan langit mendung.

Tidak ada lagi yang harus dilakukan selain menunggu dengan sabar. Sarman memutuskan untuk memejamkan matanya dan berharap ketika bangun nanti, hari sudah fajar atau ada warga yang berhasil menemukan mereka berlima. Dalam hitungan detik, suara ribut hujan tidak terdengar lagi dan Sarman sudah terbang menuju alam mimpi meninggalkan raganya bersama dinginnya malam. Sejenak, Sarman lupa dengan apa yang terjadi malam ini. Bahkan, Sarman bermimpi telah kembali ke rumahnya yang nyaman bersama Riana, istrinya

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel