Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Jurang Kegelapan

Bab 11 Jurang Kegelapan

Gemuruh langit malam ini semakin menggebu-gebu, menunjukkan kuasanya yang begitu dasyat. Menggelegar, dilanjutkan hujan yang teramat deras hingga tiap tetesnya mampu menyiksa tiap inci kulit yang berada tepat di bawahnya. Semerbak bau tanah basah bercampur bau asap mesin tercium di seluruh area ladang terbengkalai ini.

Sarman tergolek tak berdaya diantara kursi-kursi bus yang sebagian sudah hancur tak berbentuk. Perlahan, Sarman membuka kedua matanya sembari menahan rasa nyeri pada dahinya karena benturan yang cukup kencang. Ia makin meringis kesakitan ketika menyadari kalau ada pecahan kaca bus yang tertancap pada kulitnya. Tak hanya satu, tapi ada empat pecahan kaca dan mau tidak mau Sarman harus mencabut kaca-kaca tersebut sebelum menusuk semakin dalam.

Kini tubuh Sarman mampu berdiri meskipun darah segar masih membanjiri tangannya. Sarman tidak begitu ingat dengan kejadian yang sebelumnya menimpa padanya dan penumpang lainnya. Yang jelas, saat ini hanyalah dirinya yang baru sadar setelah kecelakaan beberapa jam yang lalu.

Sayup-sayup terdengar suara tangisan seorang bayi, entah dari mana asalnya. Sarman memutuskan untuk mencari sumber tangisan bayi tersebut. Tak jauh dari tempat Sarman pingsan, ia menemukan seorang bayi yang hanya terbalut kain tipis dan basah karena hujan. Sontak, Sarman segera mengambil bayi itu yang posisinya tengah terjepit pada sebuah ransel besar. Sarman menggendong bayi tersebut penuh kasih sayang.

"Sepertinya, ibunya telah tiada," batin Sarman merasa iba setelah melihat seorang perempuan seumuran dengan istrinya yang sudah menjadi mayat karena kepalanya telah tertusuk oleh palang besi dan meninggalkan luka yang tidak bisa disembuhkan.

Sarman pergi menjauh dari mayat para penumpang yang tak ia kenal itu, sembari menenangkan tangisan bayi yang ada dalam dekapannya. Kini dirinya tengah mencari tempat untuk berteduh dari ganasnya hujan. Langkah Sarman sedikit tersendat, setelah mengetahui kalau telapak kaki kirinya lebam karena tertimpa koper salah satu penumpang. Hujan yang turun begitu deras membuat jarak pandangan Sarman terbatas, bahkan ia hampir kakinya hampir tersandung kerikil tajam. Beruntung, kerikil tersebut tidak menancap pada salah satu bagian tubuh Sarman.

Karena terlalu sulit untuk berjalan ditengah kegelapan, Sarman memutuskan untuk berjalan merangkah sembari meraba-raba, hingga akhirnya telapak Sarman menyentuh sebuah pohon dengan batang yang cukup tebal serta daun lebat yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk berteduh sampai hujan mereda.

Kini bayi yang ada dalam dekapannya sudah tenang dan mulai tertidur. Sarman tersenyum bahagia sambil mengusap pelan wajah mulus bayi itu yang basah kuyub. Perlahan, Sarman melepaskan jaketnya dan meletakkannya di sampingnya sebagai alas untuk si bayi tidur. Meski jaketnya juga basah, namun setidaknya tidak ada serangga yang mencoba menggigit bayi tersebut.

Sarman bersandar pada batang pohon ini sembari meluruskan kakinya yang terluka. Dirobeknya, bagian bawah kaos Sarman yang akan digunakan untuk menutupi luka di tangan kirinya yang masih mengeluarkan darah. Kemudian, ia mencoba untuk berdiri dan mengelilingi area lahan kosong ini. Siapa tahu ada sesuatu yang dapat Sarman gunakan untuk mencari pertolongan.

Akan tetapi, semua tak seperti yang Sarman harapkan. Lahan terbengkalai ini terletak di dasar jurang yang tak akan ada orang menyadari keberadaan Sarman, apalagi pada tengah malam yang gelap seperti ini. "Aku harus bagaimana?" pikir Sarman sambil memikirkan cara untuk keluar dari tempat ini.

Sarman berhenti berdiam diri dan ia berjalan kembali ke tempat bus yang ia tumpangi terjatuh. Kini bangkai bus tersebut, sebagian besar sudah hangus terbakar dan sampai sekarang belum ada penumpang lain yang masih hidup selain Sarman. Dalam derasnya hujan, Sarman mencari-cari tas punggungnya, siapa tahu ada barang yang bisa Sarman gunakan untuk mencari bantuan. Tapi, ternyata tas Sarman sudah sobek-sobek tidak berbentuk dan barang-barang yang ada di dalam tasnya juga menghilang, entah kemana.

Hingga pandangan matanya tertuju pada sebuah ponsel dari penumpang yang telah tewas. Sarman langsung mengambil ponsel tersebut dan memencet-mencet tombol pada ponsel tersebut. Namun, sepertinya ponsel tersebut telah rusak karena kemasukan air hujan cukup lama. Sarman berteriak kesal lalu membuang ponsel tersebut ke sembarang arah. Kemudian ia berjongkok di antara puing-puing bangkai bus yang ia naiki. Sarman tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Tiba-tiba dari kejauhan, terdengar suara seseorang yang tengah batuk-batuk. Pandangan Sarman langsung mencari-cari orang itu dan Sarman segera melangkah menyusuri tempat ini dengan mengandalkan pendengarannya.

Sarman sangat terkejut ketika menemukan seseorang yang tergeletak agak jauh dari tempat bus ini terjatuh. Bisa saja orang tersebut terpental ketika bus ini terjun ke jurang. Sarman mempercepat langkahnya ketika ia menyadari bahwa orang tersebut ternyata masih hidup dan mulai terbangun setelah jatuh pingsan, sama seperti dirinya.

"Pak? Anda tidak apa-apa?" tanya Sarman sembari membantu orang tersebut untuk duduk. Sarman ingat betul, orang ini ternyata adalah bapak-bapak yang tengah menunggu bus di terminal kemarin. Sarman bersyukur lega karena masih ada orang yang masih hidup dan kini dirinya tidak sendirian dalam kegelapan.

"Uhuk… uhuk…" Bapak-bapak itu batuk-batuk dan dari mulutnya mengeluarkan darah cukup banyak. Sarman langsung menepuk-nepuk pelan bahu bapak itu sembari mengajakknya untuk pindah ke tempat berteduh.

"Sebaiknya kita pindah dari sini. Hujannya makin deras dan Bapak mulai kedinginan," ucap Sarman bersaing dengan suara hujan.

"Tapi, saya tidak kuat berjalan," jawabnya dengan nada lemas.

"Tidak apa-apa. Mari saya bantu berdiri." Sarman mengalungkan lengan kiri bapak itu ke lehernya. Kemudian Sarman mulai memapah bapak tersebut hingga ke pohon besar tempat Sarman berteduh.

Kini hanya tiga orang yang masih bertahan di antara gelapnya malam dan derasnya hujan. Sarman melirik ke bayi tadi, dia masih tertidur pulas. Sedangkan bapak-bapak yang bersamanya masih meringis kesakitan karena salah satu kakinya patah. Lantas, Sarman meluruskan kaki bapak tersebut dan membantu membersihkan luka-lukanya dengan air hujan.

Malam semakin larut, dan hujan belum juga reda. Sarman tak tahu ini jam berapa dan apakah masih lama hingga fajar datang. Sarman hanya berdiam diri di bawah pohon, yang sepertinya pohon jati. Sejenak, Sarman memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur. Barang kali kalau ia tertidur, rasa dingin yang semakin menusuk ini tidak akan terasa. Sedangkan bapak-bapak tersebut masih terjaga sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya agar dirinya terasa hangat.

Beberapa menit kemudian, dari kejauhan terlihat sebuah bayangan berjalan semakin mendekat. Bapak tersebut agak terkejut dan sedikit ketakutan. Lalu dia membangunkan Sarman, takut kalau orang tersebut ternyata adalah penjahat.

"Itu… ada orang," tunjuk bapak tersebut ke arah bangkai bus tadi terjatuh.

"Iya, apa mungkin itu penumpang seperti kita ya?" Sarman menerka-nereka.

"Tidak tahu. Dari sini tidak kelihatan. Coba kamu cek," usul bapak tersebut. Kemudian Sarman beranjak mendekati sosok tersebut.

Semakin dekat, dan semakin dekat hingga Sarman bisa melihat kalau bayangan itu adalah seorang perempuan yang berjalan sempoyongan dengan luka lebih parah darinya. Ketika Sarman menawarkan bantuan, tiba-tiba perempuan tersebut ambuk begitu saja, di atas tanah. Sarman langsung berlali dan menolong perempuan yang kehilangan kesadarannya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel