Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Kamu Selingkuh

Veronica berkedip dan bergidik berharap apa yang ia lihat tidak jauh di depan sana bukanlah sebuah kenyataan. Namun, ketika kedua mata terbuka lagi, pria itu memang tidaklah asing dan Veronica sangat mengenalnya meski hampir dua tahun tidak bertemu.

Dadanya mulai berdegup begitu kencang dan tidak terkendali. Veronica mencoba melangkah lagi mengikuti dua orang yang masih bercanda dan saling merangkul itu. Ketika mereka sudah masuk ke dalam gedung apartemen, Veronica melihat sesuatu yang membuatnya semakin terkejut. Dengan santainya Delon menepuk bagian bulatan di bawah pinggang Wanita itu. Bukan hanya menepuk, tapi sekilas Veronica juga melihatnya meremas benda yang pastinya kenyal itu. Sungguh terlihat seperti sepasang kekasih.

Semakin masuk ke dalam gedung, pemandangan kian membuat Veronica semakin panas. Dua orang itu bermesraan tidak tahu tempat. Ketika mereka berdua berhenti di depan pinu lift, dengan cepat Veronica berbalik lalu memakai tudung hodi dan menarik rambut panjangnya lebih ke depan supaya menutupi Sebagian wajahnya. Ketika mereka masuk, dengan cepat Veronica menarik kopernya dan ikut menyusul masuk.

Dua orang itu masih saja cekikikan seolah memamerkan kemesraan di depan umum. Sakit hati yang Veronica sekarang, sangat luar biasa. Ingin rasanya Veronica menampar wajah tampan itu dan menjambak rambut Wanita yang bersandar pada pria yang berstatus suaminya itu. Veronica bukan hanya ingin menjambak, tapi ingin membunuh keduanya sekarang juga.

“Tenang, Veronica. Kita tunggu dan lihat apa yang akan terjadi selanjutnya.” Veronica membatin dan tetap tenang berdiri di belakang mereka berdua.

Sampai di mana pintu lift terbuka di lantai sepuluh, nyatanya mereka masih sibuk dengan dunia mereka sampai tidak memperhatikan satu orang di belakang. Ini keuntungan untuk Veronica meski harus menahan panas dan perih luar biasa. Ingin menangis, tapi entah kenapa untuk saat ini air mata itu masih bersembunyi dengan aman.

“Kamu tambah cantik.”

“Haha, bisa saja kamu.”

Percakapan macam apa itu? Apa itu sebuah pujian? Kapan terakhir Veronica mendengar pujian itu? Terakhir kali saling bicara di panggilan video, bahkan Delon tidak pernah memuji Veronica sedikit pun. Jadi siapa wanita ini?

Sampai di depan pintu dengan nomor 101, Veronica masih membuntuti mereka sampai tidak sadar kalau mereka berdua mulai curiga. Ketika Veronica menyadari mereka berdua berbisik, dengan cepat Veronica berbalik lalu meraih knop pintu yang entah nomor berapa. Siapa yang sangka kalau pintu yang tidak tahu milik siapa ini bisa terbuka dengan mudah.

“Mungkin orang baru,” ujar Delon.

“Mungkin. Tampilannya sangat aneh.”

“Barang kali orang gila.”

Mereka berdua tertawa membuat Veronica yang masih berada di belakang pintu yang terbuka sedikit mendengar obrolan itu.

“Dia bahkan tidak sedikit pun mengenaliku,” celetuk Veronica yang kemudian menyembulkan diri lagi. mereka berdua sudah masuk ke dalam apartemen itu dan Veronica kembali ke luar meninggalkan kopernya masih di dalam ruangan itu.

“Berani sekali dia masuk ke rumahku,” gumam seseorang yang sedang duduk di sofa sambil memangku buku. Di pangkal hidungnya, terlihat sebuah kaca mata putih dan bening.

“Apa yang mereka lakukan di dalam? Bagaimana caranya aku masuk?” Veronica mondar-mandir seperti orang gila. Sekarang dia teringat bagaimana mereka berdua berciuman di depan pintu. Tangan mereka saling merangkul dan begitu mesra. Kapan terakhir Veronica melakukan itu dengan Delon?

Veronica tidak bisa menahannya lagi sekarang. tubuhnya yang semula tertegak, perlahan melemas seperti tidak bertulang. Apa yang ia lihat benar-benar membuat hatinya hancur. Mungkin Veronica hanya melihat sebuah ciuman, tapi bagaimana di lain hari? Apa yang mereka berdua lakukan? Di dalam sana, mereka sedang apa? membayangkan saja Veronica tidak mampu.

Oke, air mata yang sedari tadi bersembunyi, sekarang mengalir membasahi pipi. Badan bergetar dan Veronica sudah menekan bagian dada yang terasa sesak. Pikirannya benar-benar kacau dan ingin rasanya berteriak sekencang mungkin hingga tenggorokan kering.

“Ada apa dengannya?” gumam seseorang tak jauh di belakang Veronica.

Veronica mengusap kasar wajahnya lalu menyibakkan rambut panjangnya bagian depan yang ikut basah karena air mata lalu menurunkan tudung hodinya. Dia menarik ingusnya yang ke luar kemudian berbalik badan.

“Di mana koperku?” Veronica celingukan. “Kenapa tidak ada?”

Ketika Veronica mendongak, pria yang sedari tadi memantau sudah menghilang. Veronica sekarang ingat di mana kopernya berada. Dia merengutkan wajah dan nyengir kaku sebelum dengan ragu-ragu melangkah maju.

“Apa koperku masih di dalam sana?” gumanya lirih sambil membungkukkan badan ketika tangannya perlahan mendorong pintu yang masih tidak terkunci itu.

Kepala Veronica sudah menyembul masuk, dan tiba-tiba keningnya berkerut melihat posisi koper yang sangat jauh dari pintu.

“Kenapa bisa sampai di sana?” bisiknya.

Veronica ingat kalau ia melupakan kopernya, tapi tidak mungkin sejauh itu dari pintu. Seingatnya, ia hanya berdiri di belakang pintu seraya menguping dua orang di luar sana yang sudah membuat air matanya ke luar.

“Haruskah aku masuk ke dalam?” gumam Veronica lagi. “Aku tidak tahu di dalam sana ada apa, tapi bagaimana dengan koperku. Ada banyak barang penting di sana.”

Veronica menggigit bibir dan mendesis lirih. Sepertinya memang tidak ada pilihan lain selain masuk ke dalam. Veronica sekarang berdiri, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia meyakinkan diri untuk masuk dan berkata dalam hati kalau semua akan baik-baik saja meski sesungguhnya memang sedang tidak baik-baik saja.

Suasana di ruangan ini cukup gelap, mungkin akan aman jika Veronica terus masuk. Lalu ketika gagang kper sudah ia pegang, tiba-tiba …

Byar!

Lampu menyala dengan terang. Veronica yang sudah melangkahkan satu kakinya spontan berhenti dan perlahan memutar leher ke belakang.

Veronica menelan ludah ketika dua matanya yang sembab dan merah melihat seorang pria duduk menyilang kaki di atas sofa. Dua tangannya terlihat terlipat di depan dada, dan dua matanya menatap sinis ke arah Veronica.

Sekarang Veronica menelan ludah dan merasa pendek. Dia tersenyum kaku dan menurunkan wajahnya. “Ma-maaf, Tuan. Aku, a-aku hanya –”

“Siapa kamu? Kenapa bisa masuk ke dalam apartemenku?”

Suara serak dan tegas itu membuat Veronica kembali menelan ludah. Rasa takut dan gugup sudah bercampur menjadi satu.

“Aku hanya mau mengambil koperku. Aku akan pergi.”

“Tunggu!” Pria itu berdiri menghampiri Veronica yang sudah berhenti melangkah. “Siapa kamu? Kenapa matamu merah?”

Veronica langsung memastikan keadaan wajahnya dan mengusap kedua matanya yang ternyata masih ada sisa air mata.

“Maaf, bukan urusan Tuan.”

Pria itu langsung mendecit dengan satu ujung bibir terangkat membentuk seringaian. “Bukan urusanku, tapi ketika kamu berani masuk, maka itu sudah menjadi urusanku.”

Veronica merinding sekarang. hatinya sedang kacau karena melihat sang suami berselingkuh, dan sekarang dia malah terkena masalah dengan masuk ke apartemen orang tanpa permisi.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel