1. Aku Melihat Kamu Dengan Yang Lain
Setiap menjalani sebuah hubungan, orang-orang akan mengatakan membenci yang Namanya sebuah hubungan jarak jauh. Mereka cenderung akan memilih hidup sederhana asalkan selalu bersama. Pekerjaan rumah harusnya tidak akan jadi masalah dan bisa dikerjakan bersama-sama. Namun, nyatanya hal itu tidak berlaku bagi rumah tangga Veronica dan Delon. Mereka harus terpisah ketika pernikahan baru berjalan sekitar lima bulan. Anniversary satu tahun, Veronica hanya sendirian di rumah. Dia membuat kue dengan lilin di atasnya lalu melakukan panggilan video dengan Delon.
Hal itu yang biasa Veronica lakukan ketika sedang merindu. Lalu, ketika kesabaran habis dan rasa rindu tidak terbendung lagi, Veronica memutuskan menyusul Delon ke luar kota di mana tempat kerjanya sekarang berada. Dua tahun waktu yang sangat lama untuk Veronica, dan jika harus menahannya lagi, Veronica tidak akan bisa.
“Kamu yakin akan menyusulnya?” tanya mama.
“Tentu saja. Aku sudah menyiapkan semuanya dan siang ini aku berangkat.”
Suasana ruang makan selalu seperti ini setiap hari. Hanya ada tiga orang yang duduk menikmati sarapan. Biasanya ada Ben, tapi pria bawel itu sedang kuliah dan memilih tidur di apartemen bersama temannya. Ketika Veronica menikah, sebenarnya hanya dua orang di sini—mama dan papa—tapi Veronica kembali datang saat sang suami harus bekerja di luar kota.
“Kamu datang sendiri?” tanya papa. “Ini bukan hanya di luar kota yang dekat, tapi cukup jauh dan kamu naik kereta beberapa jam.”
Veronica yang sedang mengunyah sarapannya mengangguk. “Aku tahu. Papa tenang saja, Veronica sudah menyiapkan semuanya.”
“Bukan menyiapkan barang bawaan yang papa maksud.”
“Iya, aku tahu. Veronica sudah menyiapkan diri. Papa tidak perlu khawatir, toh ini juga kesalahan papa, kan?”
“Lho?”
Veronica mendengkus kesal. Dia membuang mata jengah seolah membuktikan betapa kesalnya dengan sikap papa. “Kalau bukan karena papa, Delon tidak akan sampai bekerja ke luar kota. Kenapa tidak membiarkannya bekerja langsung di perusahaan papa?”
Bass menatap sang istri dan menghela napas. Pria itu seolah menyalahkan sang istri yang selalu memanjakan sang putri hingga sampai sebesar ini masih saja rewel. Lera dengan cepat membuang muka dan kembali menyuap makanannya sendiri.
“Kamu harus tahu kalau itu kemauan Delon sendiri.”
“Mana mungkin,” elak Veronica.
“Kamu tidak percaya? Memang kamu tidak tanya pada suamimu itu? Delon yang meminta mengurus proyek papa di luar kota itu.”
Veronica terdiam dengan wajah datar. Beberapa kali mengobrol di panggilan, Veronica memang tahu kalau hal ini adalah keinginan sang suami untuk mengurus pekerjaan di luar kota. Hanya saja, Veronica cukup kesal karena sebagai pengantin baru tapi sudah langsung ditinggal.
“Harusnya papa izinkan Veronica untuk ikut ke sana.”
“Mana bisa? Kalau kamu ikut, yang ada pekerjaan tidak akan selesai. Kamu hanya akan merepotkan dia.”
“Huh!” Veronica berdiri dengan wajah cemberut. “Papa dan Delon sama saja. Hanya mementingkan pekerjaan saja!”
Veronica beranjak pergi sampai membuat kursi yang ia duduki bergeser ke belakang. Setelah Veronica tidak terlihat, Bass dan sang istri saling tatap beberapa detik sebelum kemudian Lera melengos.
“Kamu juga mau menyalahkanku?”
“Tidak,” sahut Lera malas. “Aku hanya heran saja dengan kamu yang melarang Veronica untuk ikut.”
“Kan aku sudah bilang, kalau proyek ini sangat penting. Pembangunan hotel ini tidak main-main. Kau tidak mungkin mengizinkan Veronica ikut. Wanita itu masih labil, aku hanya takut akan mengganggu. Dan kalau bukan karena Delon yang memaksa, papa juga tidak akan mengizinkan dia pergi. Papa sudah menawarkan pekerjaan di sini, tapi Delon memilih ke sana.”
Memang seperti itu keadaannya, Veronica yang harus mengalah. Veronica akan menyusul meski kemungkinan hanya bisa bertemu beberapa hari saja di sana. Tidak masalah, yang terpenting tahun kedua ini ia bisa merayakan hari jadi pernikahan bersama sang suami.
Sekitar pukul lima sore, Veronica sampai di tempat tujuan. Dia turun dari kereta dan memesan sebuah taksi untuk mengantarnya menuju apartemen di mana Delon berada. Di dalam perjalanan, Veronica tak berhenti menyungging senyum membayangkan seperti apa wajah Delon yang terkejut ketika melihat dirinya datang. Dalam pikiran Veronica, pasti sang suami akan senang. Dan itu sudah pasti.
Sampai di tempat tujuan, Veronica menarik koper besar dan mencangklong tasnya masuk. Dia berjalan menuju meja resepsionis. Sampai di sana, Veronika membiarkan kopernya berdiri sendiri, sementara ia menaikkan kedua tangan di atas meja di depannya.
“Sore… maaf, mau tanya, apa Tuan Delon bermalam di sini? Saya istrinya.”
Resepsionis itu mulai mengecek daftar mengunjung apartemen pada layar komputernya. Tidak lama kemudian ia mendongak. “Maaf, Nona. Tidak ada yang bernama Tuan Delon di sini.”
Kening Veronica berkerut. “Tidak mungkin. Mungkin kelewat?”
“Tidak, Nona. Di sini memang tidak ada tamu atas nama Tuan Delon.”
Seketika Veronica terdiam dan perlahan mundur menarik kopernya. Veronica berjalan lemas meninggalkan apartemen tersebut. Sampai di halaman gedung, Veronica berbalik badan. Dua matanya menatap gedung tinggi itu mulai dari lantai bawah hingga sampai di paling ujung. Veronica kemudian merogoh secarik kertas bertuliskan alamat yang ia terima dari papa. Apa yang tertulis benar dan memang apartemen ini yang seharusnya menjadi tempat tinggal Delon selama di kota ini.
“Alamat ini benar, kok. Tapi kenapa tidak ada Delon? Apa yang salah?”
Veronica berjalan ke tepi. Dia memasukkan kertas itu dan beralih mengambil ponselnya. “Siapa yang harus aku telpon?’ gumamnya.
Tidak akan mungkin jika Veronica menghubungi sang suami, karena dia datang untuk memberi kejutan.
“Apa aku telpon papa saja?”
Menunggu sekitar satu menit lebih, Veronica tidak mendapatkan jawaban dari ayah. Dia mencoba lagi, dan tetap saja tidak ada jawaban, membuat Veronica mulai kesal. Veronica meremas ponselnya lalu berdecak dan menghentak kakinya pada jalan beraspal.
“Kalau begini, aku harus ke mana? Aku belum tahu betul tempat ini.” Veronica mulai celingukan seperti orang bingung.
“Hwaa, harus ke mana sekarang?” Veronica mulai merengek. Ia melihat ke sekitar dan tempat mulai gelap karena hari mulai malam. Beberapa orang juga sudah masuk ke tempat masing-masing.
Veronica memutuskan untuk coba mencari apartemen lain yang dekat dari sini. Bisa jadi sekarang suaminya sudah pindah dan tempatnya tidak jauh dari sini. Sepertinya cukup melelahkan berjalan menyusuri trotoar sambil menyeret koper besar. Kedua kaki juga sudah mulai kelelahan dan perut juga sudah minta di isi.
Berjalan sekitar setengah jam, Veronica menemukan sebuah gedung tinggi dengan cat abu-abu dan putih di seberang jalan. Jelas sekali ini sebuah gedung apartemen. Veronica yang sudah kelelahan perlahan seperti kembali memiliki sebuah tenaga.
“Sebaiknya aku menyeberang.” Dengan penuh semangat, Veronica melintasi zebra cros dengan cepat. Ketika langkanya hampir sampai di depan halaman gedung, seketika dua kaki yang semangat itu mendadak berhenti.
“I-itu …” bibir Veronica mendadak kelu dan kaku. Dua matanya menangkap sebuah pemandangan yang tidak biasa.
Veronica melangkah kembali supaya bisa dengan jelas melihat sesuatu yang membuat dadanya mendadak terasa panas.
“Delon?” celetukannya kemudian. Tubuh Veronica mendadak lemas dan bibirnya berkedut melihat dua orang tengah saling merangkul dengan mesra.
***
