Membully Pembully - Part 1
Setiap sudut sekolah, bahkan yang paling terkenal seperti Sekolah Internasional Mouran, memiliki bangunan yang tak terpakai. Letaknya berada agak jauh dari bangunan utama, nyaris memasuki hutan.
Bangunan terbengkalai tersebut mendapatkan rumor yang menyeramkan sehingga tidak ada yang berani ke sana.
Pada salah satu ruangannya terdengar suara gedoran pintu dan suara minta tolong. Tidak ada yang mendengar, tidak ada siapapun yang mendekat. Hingga kemudian terdengar suara berisik pintu yang didobrak hingga rusak.
Terengah-engah Samuel keluar dari bilik sempit yang bau dan kotor. Seragamnya sobek di banyak tempat dan juga tercium bau amis lumpur dari tubuhnya.
Ini adalah hari kelulusan, Samuel pikir bisa mengakhiri hari dengan sedikit lebih tenang. Karena sudah cukup lama dia dirundung oleh kakak kelasnya. Namun, hari ini dia diseret ke bangunan terbengkalai, dilempar ke lumpur dan dikunci di bilik yang tidak layak huni tersebut.
“Tuan Muda?”
Samuel disapa sang sopir yang menunggu sejak jam pulang sekolah. Acara kelulusan seharusnya berakhir saat siang, tetapi dia baru bisa keluar dari bangunan menjelang sore.
“Tidak apa-apa,” balas Samuel saat melihat kekhawatiran dari wajah sopirnya ketika dia memasuki mobil.
“Berantakan sekali, ini sudah keterlaluan. Kenapa tidak ditindak saja?” Sang sopir mengomel sembari menyalakan mesin kendaraan.
“Keterlaluan ya? Mungkin besok aku akan membalasnya.” Samuel menatap gedung sekolahnya yang megah, seringai tipis muncul saat pandangannya menjauh dari gedung tersebut. “Sedikit.”
-
Liburan sekolah selama dua minggu merupakan minggu tenang bagi Samuel. Begitu tenangnya dia menjadi gelisah. Tidak sabar untuk membalas semua yang telah dilakukan Sienna pada dirinya selama di SMP.
Tiga tahun penuh Samuel dirundung oleh Sienna. Gadis itu tidak sendirian, bersama dua temannya. Kendati demikian, kedua temannya tidak pernah lebih kejam dari Sienna itu sendiri yang dengan tangannya sendiri memperlakukan Samuel bak binatang.
Berbicara tentang tangan, sejujurnya Samuel menyukai itu. Tangan halus yang begitu kasar padanya. Tidak pernah dia lupa tentang tamparan, jambakan, dan beberapa cakaran dari kukunya yang tajam. Berkali-kali pula tubuhnya didorong oleh tangan gadis tersebut. Dalam beberapa kesempatan Samuel merasa ingin membalas sentuhan tersebut, tetapi sekali saja melawan, maka perundungan itu akan berakhir dan kesempatan untuk disentuh Sienna akan berakhir.
Malam sebelum tahun ajaran baru, Samuel menatap dirinya di depan cermin. Dia melepas kacamatanya, bertelanjang dada guna melihat sosoknya secara utuh. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dia telah bertumbuh. Samuel, lima belas tahun sekarang. Kendati tubuhnya kecil dan terkesan kurus, ada kekuatan yang cukup untuk menekan seorang gadis. Dia menyeringai, tidak sabar dengan apa yang akan dia lakukan pada Sienna esok hari.
-
Hiruk pikuk pagi hari terlihat di Sekolah Internasional Mouran. Sekolah ini memiliki beberapa gedung yang terpisah ke dalam tiga kawasan. SD, SMP, SMA memiliki kawasan yang berbeda, tetapi saling terhubung. Terdapat dua kantin besar yang berada di antara SD-SMP dan SMP-SMA. Di sini banyak siswa dari berbagai jenjang berkumpul. Yang merupakan salah satu tempat di mana Samuel kerap dibuli.
Penampilannya tidak berubah, dia masih menjadi murid berkacamata dengan rambut disisir ke belakang dan postur tubuh yang sedikit membungkuk, menyembunyikan tinggi sebenarnya.
Samuel menempati gedung baru, kelas yang baru dan juga nuansa baru. Namun, seperti yang telah dia duga, Sienna tidak akan membiarkannya menikmati pagi yang indah di hari pertama menjadi murid SMA.
Tubuh Samuel yang tampak ringkih itu dilempar ke gudang olahraga. Punggungnya menabrak rak, dia menunduk dan menggeliat.
“Ini masih pagi, tolonglah,” rengek Samuel.
Sienna mendengkus, berjalan ke arah Samuel dan menendang perutnya sambil bersedekap. “Kau yang membuat ulah. Pagi-pagi dan aku harus melihat wajah culunmu. Menjijikkan!”
Alasan sebenarnya Sienna marah bukan semata-mata karena dia ingin merundung Samuel. Namun, Samuel secara tidak sengaja memergoki Sienna dan seorang murid laki-laki lain tengah berbuat mesum. Mereka berciuman dan jika bukan karenanya, mungkin saja mereka akan melakukan hal yang lebih jauh.
Samuel rasa sudah cukup perundungan terhadapnya. Dia bangkit dan berjalan seolah Sienna tidak ada di sana. Melewati gadis itu untuk menuju ke pintu. Hanya ada mereka di sini, dan bukan tanpa alasan Sienna membawanya kemari, yang artinya untuk beberapa waktu ke depan tidak akan ada yang datang.
“Kau! Berani mengabaikanku?! Hey!”
Sienna berjalan cepat menyusul Samuel, tetapi langkahnya lekas terhenti saat mendengar suara pintu dikunci.
Samuel berbalik, menatap Sienna dengan berani. “Aku tidak akan mengabaikanmu. Aku akan memberikan seluruh perhatianku padamu. Khususnya pagi ini.”
Tidak ada sorot ketakutan seperti sebelumnya. Samuel yang berada di hadapan Sienna tampak seperti sosok yang berbeda.
Langkahnya pelan dan mantab. Dia melonggarkan kancing kemeja seragamnya yang mencekik hingga ke leher, menanggalkan kacamata tebal yang tidak pernah absen bertengger, dan saat Sienna tersudut ke dinding, Samuel berhenti.
Tubuhnya berdiri dengan tegak, menunjukkan tinggi badan sebenarnya. Samuel harus menunduk sedikit untuk menatap Sienna, yang kini bak tikus tersudut.
“Kau siapa?!” Suara Sienna bergetar. Nada arogan itu hilang dalam intimidasi tatapan Samuel.
“Kau lupa? Siapa bocah yang kaurundung selama tiga tahun penuh?” Samuel mengetuk kepala Sienna seperti mengetuk pintu. “Otakmu pasti hilang bersama ciuman tadi. Aku akan ingatkan.”
“Bukan! Anak itu… anak itu tidak sepertimu!”
Samuel bergeming, bahkan saat telapak tangan Sienna mendorong-dorong dadanya. Tangan yang sama yang telah merundungnya selama ini.
Tangan itu dicekal, begitu kuat hingga Sienna yang bergeming, tidak mampu melepaskan diri.
Agak mengesalkan bagi Samuel, karena Sienna yang dia kenal begitu arogan dan sadis, bisa menciut seperti tikus terjepit. Namun, di lain sisi ini terasa menyenangkan.
Tatap matanya tertuju pada bibir ranum sang gadis. Itu adalah bibir yang baru saja berciuman dengan liar. Samuel gerah, ingin merasakannya juga. Wajahnya mendekat tanpa bisa dihalangi, tangannya yang bebas menarik tengkuk Sienna dan membawa bibir itu padanya.
Ini mungkin adalah ciuman pertama Samuel, tetapi dia bekerja seperti seorang profesional. Melumat bibir cherry sang kakak kelas. Kenyal dan lembut terasa di lidahnya. Ada sedikit rasa manis dari lip balm yang dikenakan gadis itu.
Ciuman pertama itu juga terkesan berantakan dan penuh dengan nafsu. Samuel mendendam sekaligus menikmati. Tidak hanya menjilat dan melumat, dia bahkan mengunyah bibir tersebut hingga meninggalkan luka. Rasa anyir darah dan geliat Sienna yang kehabisan napas membuat Samuel terpaksa melepaskan ciuman tersebut.
Sienna terengah-engah. “Kau gila! Lepaskan aku!” Tangannya memberontak, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Samuel.
Samuel tertawa dan mendorong Sienna hingga jatuh terduduk ke lantai. Dia berdiri di depan gadis itu dan membuka ikat pinggangnya.
“Kau tahu? Aku tidak menyangka kalau kau lebih lacur dari yang kukira.”
Sienna menatap ngeri pada tindakan Samuel. Mengabaikan seragamnya yang kotor, dia merangkak guna melarikan diri. Dengan ciuman kasar yang baru saja terjadi, tidak menutup kemungkinan Samuel tidak puas hanya dengan itu.
“Aku tidak— akh!”
Samuel menarik rambut Sienna, gadis itu tidak bisa beranjak lebih jauh lagi. Make up-nya berantakan dan sekarang tatanan rambut yang mungkin dilakukan berjam-jam itu juga tak kalah berantakan dengan jambakan Samuel.
“Kau sering melakukan ini padaku. Bagaimana rasanya? Kau suka ‘kan? Aku akan berikan apa yang sepertinya sangat kau sukai.”
Samuel membalik tubuh Sienna dan wajah gadis itu berada tepat di depan penisnya. Itu besar, tegak dan berkedut.
Tatapan Sienna seketika menjadi horor, dia menelan ludah dan merasa teramat takut. Namun, cengkeraman di rambutnya membuatnya tidak berkutik. Wajahnya ditarik semakin dekat hingga batang penis yang keras itu menumbuk pipinya.
Sienna menggeleng. “Jangan! Apapun, jangan lakukan ini padaku,” rengeknya. Isak tangis kemudian terdengar, sangat kontras dengan bagaimana arogannya dia saat merundung Samuel selama tiga tahun terakhir.
“Kenapa tidak?! Bukankah kau akan berbuat mesum jika aku tidak memergokimu? Apa bedanya aku dengan dia?!” Kali ini Samuel yang berteriak. Dia menarik lagi rambut Sienna, memaksa wajah cantik itu untuk mendongak dan bertemu pandang dengannya.
Penis Samuel menampar sisi wajah Sienna, dan tanpa ragu menusuk ke bibir gadis itu. “Buka mulutmu, Jalang!” perintahnya.
Sienna menggeleng menolak untuk diperlakukan seperti ini. Namun, kekuatannya tidak sebanding, Samuel beralih mencengkram rahangnya, memaksakan jari memasuki mulut dan menarik lidahnya. Tanpa dia sadari penis itu telah menumbuk tenggorokannya, masuk begitu dalam dan penuh di dalam mulut.
“Gunakan gigimu dan aku akan menamparmu,” ancam Samuel.
Sienna menangis, tidak ingin menurut, tetapi ini lebih baik daripada dia disakiti terlalu banyak. Gerak kepalanya kaku saat mengocok penis Samuel di dalam mulut. Air matanya terus mengalir bercampur dengan saliva yang merembes dari sudut bibirnya.
Cengkraman Samuel di rambut Sienna mengendur. Sang kakak kelas telah patuh dan melayaninya dengan cukup baik, dia memberikan usapan lembut untuk sesaat sebagai apresiasi.
“Bagus sekali. Aku yakin kau sangat berpengalaman dengan ini. Bagaimana? Kau suka penisku? Ha ha ha!” Tawa Samuel dengan cepat berubah menjadi erangan, dia menunduk dan menatap Sienna yang kesakitan, mengulum penisnya dengan terpaksa. Binar nafsu dari sorot pemuda itu tak terelakkan lagi. Dia sangat menyukainya.
Napasnya sedikit terengah, rasa nikmat itu terus menjalar ke pinggulnya. Samuel menggelinjang, menarik kepala Sienna hingga seluruh batang penisnya tertelan sebelum menyemburkan cairannya di mulut gadis tersebut.
“Telan,” ucapnya dengan penuh penekanan.
Suara tegukan terdengar, Sienna patuh dengan menelan sperma Samuel. Begitu kedutan berakhir, Samuel mendorong Sienna hingga penisnya keluar begitu saja. Basah cairan bercampur saliva menetes dari batang yang telah terkulai itu. Samuel lantas merapikan kembali celananya.
Sementara itu Sienna terbatuk, lalu menutup mulut menahan mual. Dia tidak berani muntah atau Samuel bertindak lebih jahat lagi padanya. Tubuhnya lemas hingga kemudian dia jatuh terbaring tidak sadarkan diri.
Samuel yang beringas telah kembali menjadi Samuel yang culun dan rapi. Dia mengenakan kacamatanya dan melihat Sienna pingsan. Seringainya kontras dengan penampilannya saat ini. Dengan hati-hati dia menghampiri Sienna, merapikan pakaian gadis itu dan mengusap wajah cantik sang kakak kelas hingga bersih sebelum menggendongnya.
“Aku akan mengantarmu pulang. Sampai jumpa esok, Sienna.”
Samuel mengecup bibir yang terluka itu sebelum membawanya keluar dari ruangan tersebut. Dengan predikat ‘murid teladan’ yang dia emban selama bersekolah, tidak ada guru yang mencurigainya saat dia meminta izin untuk mengantarkan Sienna pulang hari itu. Alasan apapun diterima, dan semua guru percaya padanya.
