Bab 7. Keluar kota berdua
Setelah makan malam, Ebin menceritakan rencananya lusa yang akan berangkat ke kantor cabang Bironya.
"Aaahh iyalah kalau di sini bisa di atasi selama kamu pergi ya gak apa apa. Dan kalau Stuartnya siap gitu ya oke oke aja. Sayang pergi sendiri?" Tanya Eva.
"Aku pergi sama rekan kerja, dia bakal di kirim ke kantor si Angga itu. Dia perlu admin tapi mintanya rekomendasi aku, ya besok kami berdua yang berangkat." sejauh ini Ebin jujur.
"Oohhhh gitu ... Okelah" Eva mengangguk setuju.
"Iya, kamu gak apa apa'kan di tinggal di rumah selama 3 hari itu?" Tanya Ebin.
"Ya apa apa kok. Aman aja. Eh iya, rekan kerjanya itu laki laki atau perempuan?" Tiba tiba saja Eva mempertanyaan pertanyaan yang di takuti Ebin.
"Oohhh itu ..."
Tiba tiba ucapan Ebin terputus karena ponselnya berdering.
"Eh siapa?" Sambar Ebin cepat.
"Stuart?" Ebin memperlihatkan nama yang tertera di layar ponselnya.
"Angkatlah!" Titah Eva.
"Ya halo Stu, kenapa?" Ebin sok ramah.
"Gak, tadi istrimu telpon aku, dia tanyain kamu yang belum sampe rumah, waktu itu aku masih di jalan kena macet pula. Jadi aku pikir kamu kena macet juga kayak aku, ya tadi aku bilang ke istri kamu kalau ada kemungkinan kamu juga kejebak macet sama kayak aku, kita 'kan pulang sama sama tadi" Jelas Stuart dari telpon.
"Jadi sekarang kamu udah di rumah 'kan?" tambahnya.
"Oohh iya, tadi aku kena macet juga. Ini udah sampe di rumah, nih istri aku di sampingku, aku lagi ceritain rencana lusa" Ucap Ebin tiba tiba merasa sangat terterima kasih pada Stuart dan alibinya.
"Oohh oke oke, ya udah selamat malam Bin" Sambungan telpon pun terputus.
"Oh jadi tadi khawatir terus hubungi Stuartkah?" Tanya Ebin mengalihkan pembicaraan tentang laki laki atau perempuan yang akan ikut Ebin lusa.
"Iya, tumben gitu lhooo"
"Iya, tadi aku sama Stuart agak lambat. Dia sih, aku udah mau keluar dari kantor, eh dia telpon, katanya earphonenya ketinggalan dia balik, kalau dia balik otomatis dia gak bisa masuk karena kunci sama aku, ya udah deh aku tungguin dia. Ya kami pulang sama sama, dan ya kena macet juga ck ck ck" Sungguh hebat alibi yang di buat Ebin dan agar lebih tepat dengan alibi yang di berikan Stuart.
"Heeemmm gitu. Ya gak apa apa, yang penting Sayang selamat sampe rumah, nanti kalau kena macet lagi hubungi aku duluan. Aku 'kan jadi panik nungguin Sayang udah sampe jamnya tapi belum sampe sampe rumah" Cicit Eva.
"Aaaah iya sayang, siap" Janji Ebin.
"Aku lagi gak ada kerjaan nih, aku packing packing baju dan peralatan yang Sayang bawa aja ya"
"Oohh silahkan Istriku yang sangat rajin" Ebin dengan senang hati membolehkannya.
Eva berlalu ke lemari pakaiannya dan Ebin, di pilihnya beberapa baju untuk di bawa Ebin.
"Ini yang aku suka dari kamu Sayang, kamu tahu banget apa yang aku perlukan, rajin banget" Puji Ebin sambil menatap Eva dari tempat tidur mereka.
"Iya, masa istri gak tahu kebutuhan suaminya, kalau rajin, yaaa dari dulunya aku emang rajin." Sahut Eva.
"Eh sabunnya gimana? Beli di sana aja ya, biar dikit aja di bawa dari sini, cukup pakaian sama beberapa dokumen kamu itu" Saran Eva.
"Eh iya" Ebin seperti teringat sesuatu.
Senyum di bibir Ebin pun terangkat tinggi.
"Tapi Sayang, maaf ya malam ini, aku gak bisa layani kamu sampe besok sebelum berangkat. Soalnya aku lagi PMS."
"Lagi PMS? Oohhh ya gak apa apa kok sayang" Ebin malah tersenyum bahagia.
"Iya, tadi sore. Jadi besok dan beberapa hari kedepan gak bisa ngapa ngapain sayang"
"It's okey kok. Aku gak akan maksa. Udah aja itu Yang. Tidur yuuuk sini bobo samping aku!" Ajak Ebin.
Eva menyimpun koper yang sudah ia siapkan.
"Tinggal dokumennya belum" Eva berbaring di samping Ebin.
"Iya, biar aku aja besok. Gampang aja itu, sekarang kamu istirahat tidur. Oke" Mendadak Ebin mengerti kondisi Eva.
Eva merasa senang di manja seperti ini. Eva melingkarkan tangannya di atas perut Ebin.
***
Hari yang di tunggu tiba. Eva mengantar Ebin hingga bandara. Karena Ebin ingin perjalanannya ini cepat, Ebin memilih pesawat untuk transportasinya.
"Hati hati ya ... Kabar kalau udah sampe" Eva mengecup pipi kiri dan kanan Ebin dan tak lupa kening pria yang amat di cintainya.
"Iya ... Kamu juga, di rumah hati hati. Kalau ada apa apa hubungi aja Stuart. Dia katanya siap bantu kok. Kalau mau yang dekat bisa minta tolong tetangga kita di sebelah tuh." Imbuh Ebin.
"Iya, tenang aja. Aman aman. Cepat pulang yaa ... Kalau pun ada perubahan jadwalnya, kabari aku oke!" Pinta Eva.
"Siap Nyonya" Ebin memberi hormat Eva.
"Iya udah, sana masuk gih"
"Dadaaahh" Ebin melambaikan tangannya.
Ebin pun berlalu dari hadapan Eva. Wanita itu memandangi punggung suaminya yang mulai di scan detektor dan setelahnya Ebin menoleh ke belakang, Ebin kembali melambaikan tangan pada Eva.
Eva dengan gerak bibirnya mengucapkan 'hati hati'. Ebin mengangguk dan mulai hilang berpisah ruang dari Eva.
"Eh katanya berdua? Tapi gak ada rekannya?" Eva baru sadar.
"Emm mungkin udah di dalam pesawat." Pikir Eva tetap positif.
Eva keluar dari area bandara. Parkiran menjadi arah yang di tujunya.
"Hei? Eva yaa?" Panggil seseorang dari belakang Eva.
"Iya?" Eva menoleh dan melihat seorang pria dengan tubuh tegapnya berdiri tak jauh dari Eva.
"Siapa?" Tanya Eva lagi.
"Aku Stuart, lupa akukah?" Cicit Stuart membuka kacamata hitamnya.
"Oohh Stuart, kamu di sini juga? Antar rekan kerja Ebin?" Tanya Eva.
"Gak sih, tunggu kalau kamu udah di sini, berarti Ebin udah masuk pesawat?"
"Iya udah" Di sertai anggukan Eva menjawab.
"Aaahh telat aku, gak papa deh. Aku mau kirim ini, ini data Dinda, kayaknya Ebin atau Dinda lupa bawa. Padahal ini'kan penting untuk kerjaan Dinda di sana nanti" Stuart memperlihatkan map kuning terang.
"Oh? Yang pergi sama Ebin namanya Dinda?" Tanya Eva.
"Iya" Kini gantian Stuart yang mengangguk mengiyakan.
"Ooohhh" Eva menatap kosong ke depannya.
Entah kenapa napasnya tercekat ketika tahu yang pergi dengan suaminya adalah wanita.
"Apa dia akan di pekerjakan di kantor cabang? Maksudnya, itu pekerjanya Angga?" Eva mencoba mengulik informasi dari Stuart.
"Rencananya gitu. Ya udah aku balik ke kantor ajalah" Eva mematung di tempat mendengar penuturan Stuart. "Eh kamu balik sama siapa?" Tanya Stuart yang melirik Eva yang malah melamun.
"Aku? Aku bawa mobil sendiri tadi" Eva segera sadar dari lamunannya.
"Oohh gitu. Ya udah, jalan sama sama yuk. Aku antar sampe perempatan jalan depan rumah kalian itu. Kasian kamu balik sendiri, setidaknya meski dari belakang aku antar Kamu" Tawar Stuart.
"Eeemmm?" Eva malah terlihat tak fokus dengan apa yang di bicarakan Stuart.
"Hei? Kamu kenapa sih?" Stuart melihat wajah risau Eva.
"Aku gak apa apa kok, kamu pasti sibuk di kantor. Balik aja ke kantor. Eeemm besok aku ke kantor deh, ngecek ngecek kalian, boleh yaa" Eva menetralkan ekspresi wajahnya dengan sedikit di tambah senyum palsu.
"Eemm boleh aja ... Datang aja, ramein kami, masuk mobilmu" Titah Stuart.
"Hah?"
"Masuk aja sono" Cicit Stuart sangat memaksa.
"Iya ini masuk kok" Eva menggelengkan kepalanya.
Stuart masih di depan mobil Eva menunggu mobil itu keluar dengan aman dari tempat parkirnya.
Setelah di yakinnya Eva keluar dengan aman, Stuart memasuki mobilnya dan rela mengikuti Eva dari belakang.
Eva sesekali menatap dari spionnya, di lihatnya mobil silver Stuart di belakangnya tetap mengikutinya.
"Udah di bilangin balik aja ke kantor, malah ikutin dari belakang" Cicit Eva.
Saat tiba di perempatan jalan ke rumah Eva, mobil Stuart berbalik arah. Bahkan Stuart sempat mengelakson dari belakang seakan berpamitan.
Eva menggelengkan kepalanya, "Begitu di jaga ya aku"
"Kenapa dia seperti kepikiran sesuatu? Senyumnya itu palsu" Cicit Stuart di dalam mobilnya yang kini berputar arah ke kantor.
Stuart sedikit mengkhawatirkan Eva, melihat wanita itu tiba tiba berubah ekspresinya saat mendenga nama seorang wanita lain yang ikut Ebin ke luar kota, lebih tepatnya kantor cabangnya.
Oleh karena itu, meski Eva menolak Stuart tetap mengikutinya hingga Eva benar benar memasuki kawasan perumahannya.
###
