Bab 5. Tantangan Dinda
Tantangan Dinda sama saja seperti hasutan untuk Ebin.
Dari hanya sekedar meremasi sebelah, kini keduanya bersamaan.
Dinda memejamkan matanya menikmati sentuhan itu. Jika biasanya Dinda meremas miliknya sendiri kini ia merasakan remasan seorang lelaki di benda yang selalu di elu elukannya.
"Aahhh ya ... Aku mau tahu rasa ini" Dinda mendesah menikmati.
Desahan itu seperti mantra dan tarikan untuk melakukan lebih dan lebih.
Tubuh Dinda yang menggeliat di hadapan Ebin. Ebin juga Sungguh nikmatnya pemandangan di hadapannya saat ini.
Ebin tak menyia nyiakan kesempatan ini. Makin di cumbunya Dinda tanpa meminta izin lagi dari pemilik.
Bibir yang bertemu bibir. Saliva yang saling melilit, begitu nikmat di reguk Dinda. Ini rasanya yang begitu di dambakannya. Rasa di jamah dan di sentuh.
"Aku mohon. Ajari aku rasa rasanya" Pinta Dinda begitu magnetis untuk Ebin.
Tak mungkin di tolak, karena ia juga menginginkannya, Ebin mengangguk setuju dan mulai mereguk cerug leher Dinda.
Dinda merasakan sensasi baru di tubuhnya. Tubuhnya menegang. Rasa ini menggelikan tapi lama kelamaan jadi nikmat.
"Aaahh Bos" Dinda menggigit ujung jarinya demi menahan leguhan ini.
"Jangan di tahan Din!" Ebin tak tanggung tanggung. Langsung di naikkannya Dinda ke atas pangkuannya.
Mengesek gesek miliknya ke milik Dinda di balik rok spam selutut Dinda.
"Aaah Bos" Dinda bergelayut manja di dada Ebin.
"Aku begitu menginginkan ini Dinda" Ebin kembali menjamah kedua gundukan Dinda.
"Ambil aja. Aku gak larang. Mungkin kamu yang gak mau" Dinda memainkan dagu tirus Ebin.
"Bolehkah?" Ebin sudah tak sabar.
"Eeemm" Dinda mengangguk yakin.
Ebin membuka satu persatu kancing kemeja Dinda dari atas. Mulai terlihatlah sembulan sembulan keindahan kedua gunung kembar.
"Aaahhh cantiknya" Ebin begitu memuji muji keindahan duniawi ini.
"Gimana rasanya kalau di lumat?" Dinda mengalungkan tangannya di leher Ebin dan seakan mendekatkan gundukannya dengan wajah Ebin.
"Mau tahu? Mau di coba sekarang?" Kekhilafan sudah menguasi Ebin. Hasratnya sudah tak bisa di bendung lagi ketika kenikmatan sudah di depan mata.
Jari jemari Ebin mulai memainkan tonjolan di puncak gundukan itu.
"Waahhh aaahh eeemmfff. Gitu rasanya?" Dinda membulatkan matanya.
"Iya Sayang" Ebin membelai surai Dinda.
"Aaahh aku biasanya gak seenak ini, aku biasanya juga gituin" Cicit Dinda.
"Kamu sering mamainkannya sendiri?"
"Iya, aku pengen tahu banget rasanya" Pipi Dinda merona.
"Waaaahhh ... Kalau gitu, mulai sekarang, kalau kamu mau tahu rasanya, minta aja sama aku" tawar Ebin.
"Kalau aku tahu Bos mau, tentu aku gak akan nolak kok" Dinda mengecup singkat bibir Ebin.
Tak di sia siakan Ebin yang langsung menghisap bibir yang begitu manis rasanya.
Ebin kemudian dengan sengajanya menaikan rok yang di kenakan Dinda. Hingga sebagian paha mulus Dinda mulai terlihat. Bahkan hotpans Dinda yang berwarna hitam pun terlihat sudah.
"Eeeemmm" Ebin meleguh saat menyentuh.
Tangannya mulai meremas benda lainnya yang sama kenyalnya dan lebih besar dan montok dari pikirannya.
Dinda pun sengaja menggesek gesek pangkal pahanya dengan paha Ebin.
Remasan bokongnya oleh Ebin menambah hasrat terpendam Dinda.
"Begitu nikmat rupanya, pantasan teman teman pada cepat cepat punya suami" Dinda menyandarkan kepalanya di dada Ebin.
"Apa kamu mau merasakan yang lebih enak?" Tawar Ebin.
"Aaahhh mau mau mau!" Dinda bergerak lebih agresif di atas pangkuan Ebin. Tangannya kembali mengalung di leher Ebin.
"Berikan susumu" Pinta Ebin dengan berbisik pada Dinda.
"Susu? Tapi aku gak punya susu?" Dinda tak mengerti maksud Ebin.
Ebin terkekeh mendengar jawaban Dinda.
"Ayo aku beritahu di mana susunya"
Ebin membawa tubuh Dinda lebih mendekati wajahnya.
Di lumatnya salah satu gundukkan berserta tonjolan kecilnya.
"Waaaaahh aaaaah aaahhh" tubuh ini makin menegang kala merasakan lembutnya lidah yang menyalami tonjolannya.
Ebin tak menjawab, ia terus memanjakan gadis itu. Benda yang menjadi incarannya pun kini puas ia miliki.
Sama sekali tak terbesit cinta tulus istrinya di rumah yang kini mungkin sedang menanti kepulangan suaminya.
Ebin terus meresap, sedikit menggigit dan lanjut membelai dengan lidahnya. Tubuh Dinda makin menggeliat dan meminta lagi dan lagi.
Kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali. Ebin ingin memuaskan hasratnya yang juga sudah menggebu gebu.
Ebin melepaskan hisapannya. "Manis sekali sayang. Ini memang susu"
"Aahhh jadi gitu? Susu? Artinya nyusu?" Dinda mengelap bibir Ebin yang sedikit basah akibat aksinya.
"Eeemm gitulah, gimana suka rasanya?" Ebin memeluk tubuh di atasnya ini.
"Suka! Eeemmm Bos, bisa sebelahnya lagi gak?" pinta Dinda malu malu.
"Mau lagi sebelahnya?" Tawar Ebin tentu juga menginginkannya.
Dinda mengangguk semangat. "Aku suka banget rasanya. Lembut, hangat, kadang dingin, eeemm enak" Leguh Dinda manja.
Ebin sangat senang melihat manisnya Dinda, "Tentu, aku juga suka, kenyal, besar lagi" Ebin mulai meremas dan memainkan puncaknya dengan jari jemarinya.
"Eeemmm lakukan lagi" Dinda menegakkan tubuhnya dan membusungkan dadanya segar.
Ebin tak langsung melumat puncaknya, tapi ia sengaja bermain dari pinggiran gunungnya. Di julurkan lidahnya dan di sapu kulit kenyal itu.
Dinda makin meracau kenikmatan di tubuhnya, sungguh Dinda kagum dengan apa yang di lakukan Ebin begitu dapat memanjakan tubuh ini. Apa mungkin karena ia memang mendambakan rasa itu, oleh karena itu rasa ini begitu nikmat dan mencandukan dirinya.
Dinda juga tak percaya, Ebin seorang pria yang kelihatannya sangat berwibawa ternyata begitu mudah di goda dan bahkan berani melakukan lebih seperti ini.
Kini lidah nakal itu sudah mengelilingi bulatan hitan di puncak gundukan. Dinda sudah tak sabar puncaknya di lumat bulat bulat bibir seksi Ebin.
Arkhirnya Dinda sendiri yang mengarahkan puncaknya ke bibir dan lumatan Ebin. Ebin tak menolaknya, langsung saja ia lahap dan resap.
Ruangan itu langsung terasa panas di kulit Ebin, tentu karena hasrat yang mengebu gebu dan sudah di ujungnya.
Dinda sudah ingin merasakan lebih lagi dari sekedar lumat melumat, ia langsung membuka atasnya dan kini hanya meninggalkan rok yang sudah setengah terbuka bawahnya.
Dinda juga sengaja sedikit membuka kancing baju Ebin bagian atas agar kulit bertemu kulit mereka.
"Kamu begitu indah Dinda. Aku ingin memilikimu" Bisik Ebin.
"Aku pun mau jadi milikmu" Dinda memeluk Ebin yang menyandarkan kepalanya di tengah tengah gundukkan yang terbuka lebar tanpa halangan.
"Bolehkah kita melakukan lebih di sini?" Tanya Dinda begitu ingin.
"Lebih?" Ebin mengangkat wajahnya dan menatap wajah cantik Dinda dengan mata yang sayu.
"Aku mau, tanggung jawab donk ... " Pinta Dinda begitu manja dan di dambakan Ebin.
"Tentu, aku juga menginginkannya. Ayo sayang" Ebin membuka resleting rok Dinda yang berada di bokong Dinda.
"Aaahh" Dinda bersorak senang
"Bos, buka dikit donk bajunya, aku mau liat dada lelakinya" Dinda mengelus sensual dada Ebin.
"Bukalah" Ebin tak melarangnya bahkan membiarkannya.
Dinda full senyum membuka satu persatu kancing kemeja berwarna hitam itu. Hingga benar benar terlihat kulit putih di balik kemeja itu.
"Indahnya!" Puji Dinda.
"Apa rasanya kalau aku menyusu kamu?" Tanya Dinda dan sekaligus kode keras.
"Coba aja" Ebin tentu membolehkannya.
"Asik" Dinda langsung melumat bulatan kecil sedikit coklat di bagian kiri Ebin.
Mata Ebin sebelah kiri juga ikut ikutan menutup kenikmatan.
Meski Eva sering melakukan rangsangan ini, tapi tak senikmat ini rasanya.
"Aaahhh Dinda, kamu begitu pandai" Ebin mendorong kepala Dinda agar lebih dalam menjamah dadanya.
"Ayo, cepat buka dalamammu!" Titah Ebin sudah ingin melakukan lebih bersama Dinda.
###
