Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Bertemu

Hari pertama Ebin bertemu dengan Dinda, kesan pertama yang Ebin dapatkan adalah, Dinda adalah wanita yang ramah dan sopan untuk bagian yang akan di dapatkannya nanti di cabang sepertinya sangat sesuai dengan karakter Dindan.

Tapi ada satu hal juga yang mengganggu Ebin. Jujur saja, kemolekkan tubuh ideal Dindah begitu indah di mata Ebin.

Tapi kembali lagi Ebin bekerja profesional. Ia tak ingin mengganggu gugat rencana awalnya hanya karena terpesona dengan kecantikkan dan kemolekkan Dinda.

"Dinda, eemm bisa kamu tolong bantu saya kerjakan ini, hari ini kebetulan admin di sini cuti, jadi bisakah kamu bantuin saya?" Tanya Ebin seenaknya.

"Ohh sangat bisa Tuan, saya juga lowong kok" Jawab Dinda tentu antusias.

"Makasih" Ebin juga merasa senang.

"Sekalian belajar gitu lhooo ... Aku udah beberapa bulan gak kerja, taku lupa caranya" Ucap Dinda dengan nada manja khasnya.

"Hmmmm silahkan. Tolong kamu piliha yang ini dan yang ini. Ini rute kota Merah dan ini rute kota Hijau." Ebin mulai mengintruksi Dinda.

"Siap tuan"

Keduanya sibuk sendiri dengan berkas masing masing di hadapannya.

Setelah berselang lama Dinda mencoba bertanya.

"Tuan, nanti di sana, Bosnya siapa ya? Namanya mungkin, jadi nanti saya langsung tahu gitu?"

Sebenarnya pertanyaan ini hanya memancing agar Ebin mau berkomunikasi lebih banyak lagi.

"Eemm di sana ada Angga. Dia adik sepupuku. Aku minta tolong dia untuk kerja di sana karena itu kota asal dia" Jawab Ebin.

"Ooohhh" Mendengar itu Dinda sedikit tenang, karena biarpun ia meninggalkan lelaki tampan di sini seperti Ebin, tapi di cabang berikutnya masih ada yang tampan juga.

"Kamu udah nikah Din?" Tanya Ebin tiba tiba.

"Belum" Jawab Dinda cepat.

"Wahh aku kira udah" Ebin cukup terkejut.

"Udah dari mana? Pacar aja gak punya. Cowok tuh gak ada yang suka sama aku." Pungkas Dinda bila mengingat dirinya yang selalu di tolak laki laki.

"Hahahaha ... Masa sih? Saya tadi kira udah karenaaa ..." Ucapan Ebin menggantung bingung apa ia harus melanjutkan atau tidak.

"Aahh sudahlah ... Hampir jam istirahat ini. Kemana si Stu tadi?" Ebin memperbaiki posisi duduknya.

"Stu?"

"Stuart, laki laki yang cinta hpnya tadi" Cicit Ebin.

"Oh namanya Stuart?" tanya Dinda.

"Iya, kamu suka dia? Jangan deh. Laki laki gitu mana bisa mengayomi wanita. Asik sama hp terus"

"Oohh gitu ..." Dinda mengangguk paham.

"Eehh" Satu berkas Dinda jatuh ke lantai secara tak sengaja.

Dinda menunduk dan meraihnya. Tapi saat hendak bangkit bahu kiri Dinda mengenai pinggiran meja. Bahkan meja itu sampai sedikit terangkat karena tersenggol Dinda.

"Aaww" Dinda sendiri terkejut bahunya merasa sakit.

"Dinda?" Ebin segera bangkit dan mengitari meja menuju kursi Dinda.

"Aduh ... Ketatap meja Tuan" Sahut Dinda.

"Iya, sakitkah?" Tanya Ebin khawatir.

"Sakit Tuan, kayaknya tergores gitu deh"

"Ya ampun bentar ya saya cari plaster atau obatnya biar bisa mengurangi rasa sakit" Ebin bergegas mencari kota obatnya.

Setelah di temukan, Ebin kembali ke samping Dinda. Dengan sigap ia membuka satu plaster dan siap mengobati bahu Dinda.

"Tapi tunggu"

Ebin terdiam, begitu pula dengan Dinda.

"Lukanya di dalam, gimana saya obatinya? Kamu bisa obati sendiri?" Tanya Ebin.

"Ah? Mana bisalah Tuan kan di bahu" Cicit Dinda yang tak ingin kehilangan moment bersama Ebin yang langka seperti ini.

"Aduh ... Masa bajumu di buka?" Goda Ebin.

"Ya buka aja Tuan" Dinda sudah hendak membuka kancing kemejanya.

"Tunggu tunggu, kita ke toilet dulu. Di sana aja obatinya gimana?" tawar Ebin.

"Aku takutnya ada yang tiba tiba masuk. Sayangkan, kalau keliatan tubuhmu"

"Aahh boleh deh ... Ke toilet aja. Malu ih kalau kayak gitu" Setuju Dinda, karena ia hanya membutuhkan Ebin seorang bukan satu kantor.

Sesampainya di kamar mandi, Dinda mulai membuka satu persatu kancing kemejanya hingga bagian perut saja.

"Astaga" Ebin masuk dan tak sengaja melihatnya.

"Din ...? Aduh" Ebin jadi salah tingkah.

Dinda malah tersenyum puas dan senang. " Kenapa? Gak apa apa kok. 'kan cuma kita berdua aja nih. Lagian aku pake tank top juga kok." kilah Dinda agar Ebin tenang dan kembali melihatnya.

Ebin pria normal, tentu ada rasa yang di rasakan tubuhnya ketika melihat hal seperti ini di depannya.

Tank top putih polos di kenakan Dinda, tentu membuat kulit putih Dinda juga ikut terlihat. Belum lagi dua gundukan itu yang seperti ingin menyembul dari dalamnya..

"Sini bahunya, aku pasangin" Ebin masih grogi.

"Silahkan" Dinda berbalik dan membuka kemejanya agar bahunya terlihat.

Punggung yang mulus di balik tank top tadi pun terlihat dengan jelas di mata Ebin. Putih mulus dan lembut, mungkin nyamuk juga akan tergelincir di sana.

Ebin menelan salivanya dengan susah payah. Saat melirik arah lain, Ebin malah menemukan cermin yang memantulkan tubuh Dinda dari depan.

Ini benar benar cobaan iman Ebin. Wanita cantik di hadapannya, tubuh indah, dan di dalam toilet berdua pula. Heemm bisa menang banyak Ebin.

"Aku, aku pasangin ya?" Ebin mulai tak mengenakan ucapan 'Saya' lagi pada Dinda.

"Iya" Dinda tersenyum puas.

"Wah iya luka ini Din" Ebin fokus pada bahu Dinda yang sedikit lecet terkena pinggiran meja tadi.

"Obati aja Tuan" Imbuh Dinda sudah pasrah mau di apakan.

Gerakkan sedikit saja di tubuh Dinda sudah membuat Ebin kembali menegang.

"Tu ... Tunggu ya"

Ebin mulai mengoleskan obat di bahu Dinda yang terluka.

"Aaahh" Dinda tiba tiba mendesah.

"Sstt pelan pelan Tuan" Desah Dinda begitu seksi.

Satu bagian tubuh Ebin menegang sempurna.

"Iya, maaf yaa"

Ebin melanjutkan dengan memasangkan plaster di luka tersebut. Dinda sekali lagi menggerakkan tubuhnya seperti menggeliat geli.

"Din, jangan gitu ... Aku ... Gak fokus" Jawab Ebin asal.

"Maaf tapi geli terus sakit gitu" Sahut Dinda.

"Hmm udah tuh" Ebin menjauhkan dirinya dari Dinda.

"Makasih ya Tuan" Dinda begitu tulus.

"Sama sama, udah ayo kita keluar dulu dari sini ... Gak baik lama lama berduaan dalam toilet." usul Ebin.

"Kenapa?" Pancing Dinda.

"Nanti toiletnya bau" cicit Ebin.

Dinda malah terkekeh lucu mendengar cicitan Ebin.

***

Ebin pulang dengan rasa gundah. Rasanya ia seperti kehilangan sesuatu di tubuhnya sehingga membuatnya lemas seperti ini.

Sesampainya di rumah, ia melihat Eva sedang membuang sampah.

"Eva?" Panggilnya.

"Eehh ... Udah pulang sayang? Kok lemes?" Eva menyadari kelesuan Ebin.

"Aku kecapean Eva ... Aku masuk dulu ... Mau mandi" Pamit Ebin.

"Eem mandilah dulu, abis itu makan bareng yaa" Imbuh Eva.

"Emang kamu sudah masak?" Tanya Ebin ragu.

"Udahlah ... Apa sih yang belum aku kerjakan" Eva berkacak pinggang.

"Oh ya ... Aku lupa istriku begitu lihai di rumah"

"Iya donk. Udah sana mandi" Usir Eva.

"Emm" Ebin pun berlalu.

"Haaahhh Eva, bisa gak sih kamu seksi sedikit, masa nyambut aku pake traning panjang sama sarung tangan?" Cicit Ebin saat sudah di kamar mandi.

###

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel