Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Berawal dari Proposal

Bab 6 Berawal dari Proposal

"Ana, bagaimana? Ada email untukku kah?" Rafael bertanya pada Ana Sekretarisnya.

Hari itu Rafael sengaja datang ke kantor pagi-pagi, dengan harapan mungkin Agatha pagi ini mengirim email padanya.

"Sebentar saya lihatnya pak," Ana menjawab pada Rafael.

"Ok, segera kamu kabari aku di ruangan."

"Baik Pak."

Dengan segera Ana pun memeriksa email yang masuk hari ini, dengan teliti satu per satu dia lihat, Ana mulai menarik turun kursornya, dia betul-betul memeriksanya, karena Bosnya agak galak jadi dia betul-betul sangat hati-hati dalam melakukan pekerjaannya.

Ana menemukan sebuah email dari seorang pengirim yang bernama Agatha tapi bukan atas nama Biara Santa Theresia. 'Apa ini yang dimaksud oleh Pak Rafael?' dia bergumam sendiri dalam hatinya.

Dengan segera, Ana pun segera menuju ke ruang kerja Rafael. Ana mengetuk pintu ruang kerja Rafael.

"Masuk," terdengar suara galak Rafael dari balik pintu.

Ana segera membuka pintu dan masuk menemui Bosnya itu

"Gimana?"

"Maaf pak, email dari Biara Santa Theresia tidak ada."

"Lalu?"

"Ini ada email masuk tapi atas nama Agatha, Pak."

"Iya, iya, itu sama saja. Coba kamu cetak email yang dari Agatha, aku ingin segera membacanya."

"Baik, Pak."

Ana pun segera pergi meninggalkan ruangan Rafael, dan melakukan apa yang diperintahkannya.

***

Begitu selesai dia kerjakan, langsung dia berikan pada Bosnya.

Rafael membacanya dengan detail lembar per lembar isi proposal yang dibuat oleh Agatha, sangat detail dan kata-katanya pun juga sangat bagus, rapi dan sempurna. Rafael sangat terkesima membaca proposal yang dibuat oleh Agatha, dan di dalamnya juga tertera contact person WhatsApp dari Agatha dan juga Suster Regina.

Tanpa berpikir panjang, Rafael segera mengambil telpon genggamnya, dia simpan nomor WhatsApp milik Agatha. Rafael segera membuka contacts WhatsApp miliknya dan mencari nomor Agatha.

"Yes." Rafael berbicara sendiri karena sangking senangnya menemukan nomor Agatha. Langsung saja tanpa ba-bi-bu dia segera menelepon Agatha.

Tut ... Tut ... Tut ....

Agatha mengangkat telepon genggamnya dan dilihatnya satu panggilan dari nomer tak dikenal, sejenak dia diam dan berpikir nomer siapakah yang telah meneleponnya, tapi pada akhirnya dia angkat juga panggilan itu.

'Hallo, selamat pagi.'

"Hallo, selamat pagi," sapa Rafael dari kejauhan.

'Maaf, ini dengan siapa? Apa ada yang bisa saya bantu?' dengan nada bicara yang sangat sopan, Agatha bertanya pada Rafael.

"Ini aku, Rafael."

Sesaat pembicaraan mereka di telpon berhenti, saat mendengar kata Rafael.

'Rafael? Bagaimana kabar kamu?'

"Aku, sehat. Kamu?"

'Puji Tuhan, aku juga baik-baik saja. Oh iya, aku sudah kirim email Proposal ke tempatmu.'

"Apa?" Rafael bertanya ulang karena suara Agatha tiba-tiba hilang tertelan suara berisik dari anak-anak Sanggar yang begitu ramainya.

'Nanti siang aku telpon lagi ya?' lalu Agatha menutup telepon genggamnya.

Agatha merasa suara anak-anak itu sangat gaduh dan mengganggu pembicaraannya di telpon maka dia pun mengakhiri percakapannya dengan Rafael.

***

Dalam ruang kerjanya, Rafael duduk diam, dia tersenyum sendiri membayangkan wajah cantik Agatha dan kenangan bersamanya sewaktu SMA, Agatha yang sekarang berbeda dengan yang dulu, Agatha yang sekarang sudah berkerudung dan meninggalkan keduniawiannya. Senyum Rafael seperti seolah-olah sedang jatuh cinta pada seseorang.

***

Agatha menepati janjinya siang itu. Begitu selesai mengajar di Sanggar, dia langsung menelepon Rafael. Agatha tidak beranjak dari tempatnya, dia tetap di dalam kelas sambil menelpon Rafael.

'Iya, Agatha,' begitu secepat kilat Rafael mengangkat teleponnya, sepertinya dari tadi dia hanya menunggu telepon dari Agatha, terbukti dengan cekatannya dia mengangkat telepon itu.

"Maaf, yang tadi pagi sempat terputus karena suara gaduh anak-anak di sanggar, tadi pagi aku lagi ngajar."

'Nggak apa-apa kok, maaf yang tadi pagi kamu mau bilang apa?'

"Itu, mengenai Proposal yang aku ajukan tadi pagi, aku sudah mengirimnya, apa sudah diterima?"

'Sudah, sudah. Aku sudah terima, malah sudah aku baca dan pelajari juga.'

"Ah, masa? Secepat itu kamu mempelajarinya?" Agatha bertanya heran.

'Iya, beneran sudah.'

"Lalu?"

'Bagus sih isinya, jelas dan padat. Kasih aku waktu satu apa dua hari ini ya untuk membicarakan dengan yayasan, tapi kamu nggak usah khawatir aku pasti usahakan yang terbaik buat anak-anak Sanggar.'

"Terima kasih banyak ya?"

"Sama-sama."

Agatha segera menutup telepon genggamnya, padahal dia masih ingin ngobrol lagi dengan Agatha.

Bagi Rafael, tidak asing lagi mendengar kata Sanggar, karena istilah Sanggar sudah di bacanya di Proposal yang diajukan oleh Agatha.

***

Selepas Agatha selesai menelpon Rafael, beranjaklah dia dari tempat duduknya dan memanggil Ana Sekretarisnya.

Ana segera masuk dan menemui Rafael.

"Ana, tolong besok kamu jadwalkan meeting sama pengurus Yayasan ya?"

"Jam berapa pak?"

"Siang aja, selepas lunch."

"Baik, Pak."

Ana melakukan seperti yang di perintahkan Bosnya, siang itu dia segera menghubungi dan mengundang semua pengurus Yayasan untuk meeting besok pagi."

***

(Suasana di Sanggar)

"Bagaimana Suster? Berhasil?" dengan semangat, Suster Regina bertanya.

"Masih tahap pengajuan Suster, tunggu kabar dulu karena sama Pak Rafael akan dirapatkan dulu."

"Semoga berita bagus yang akan dibawanya nanti."

"Semoga, kita berdoa saja, karena hanya kekuatan doa saja yang bisa kita andalkan saat ini."

"Amin," sahut Suster Regina.

***

Singkat cerita, 1 hari berlalu, keesokan harinya Rafael pun meeting dengan para pengurus Yayasan, yang semuanya juga seorang pengusaha. Rafael memimpin meeting siang itu dan menyampaikan Proposal yang diajukan oleh Agatha.

Karena memang Yayasan itu bergerak di bidang amal, maka tidak terlalu sulit untuk mengambil kesepakatan diantara mereka, dan yang dibahas hanyalah masalah teknis saja.

Kesepakatan dan keputusan telah diputuskan bersama siang itu diantara para pengusaha.

Begitu selesai meeting, Rafael pun langsung menghubungi Agatha dan ingin secepatnya menyampaikan berita baik ini pada dirinya. Dan benar saja berita gembira itu disambut dengan sukacita oleh Agatha.

Rafael juga mengabarkan padanya kalau dalam minggu ini dia akan datang ke Yogya untuk meninjau lokasi disana dan tentu saja itu juga merupakan kesempatan buat Rafael untuk bisa semakin dekat dengan Agatha.

***

Begitu Rafael menutup telpon genggamnya, Agatha pun berjalan melangkah menuju ruang kerja Suster Retha, Suster Kepala Biara. Dia ingin secepatnya menyampaikan kabar baik itu pada Suster Retha.

Ruangan tidak ditutup, langsung saja Agatha masuk ke dalam ruangan Suster Retha.

"Selamat sore, Suster."

"Selamat sore, silahkan duduk Suster."

Agatha lalu duduk berhadapan dengan Suster Retha di meja kerjanya. Agatha memasang muka senyum dan sumringah di depan Suster Retha.

"Saya ingin menyampaikan kabar pada Suster."

"Semoga kabar gembira yang akan saya terima Suster."

"Pasti."

"Apa itu?" tanya Suster Retha tak sabar.

"Proposal kita disetujui Suster, dan kemungkinan Minggu ini Pak Rafael akan datang lagi kemari untuk meninjau lokasinya."

"Puji Tuhan, akhirnya doa kita didengar oleh Tuhan."

"Iya Suster, doa kita dikabulkan oleh Tuhan."

***

Seperti biasanya, Rafael menyuruh Ana Sekretarisnya untuk mengurus segala sesuatu keperluannya.

"Ana."

"Iya, Pak."

"Kamu pesankan tiket pesawat ke Yogya untuk hari Sabtu ya?"

"Baik, Pak."

Baru aja Rafael ingin meninggalkan meja Ana, tiba-tiba Ana bertanya lagi pada Rafael."

"Maaf, Pak. Pulangnya mau saya pesankan tiket yang jam berapa."

"Pulangnya ya?"

"Iya, Pak."

"Biar aja, nanti saya pulangnya akan kabari kamu dari sana, karena saya belum tahu akan pulang hari apa."

"Baik, Pak."

Dan benar saja, Sabtu pagi Rafael berangkat ke Yogya, keberangkatannya kali ini tanpa diketahui oleh Agatha, karena Rafael sengaja membuat kejutan buat Agatha.

Dalam hatinya dia berkata, Agatha pasti kaget melihat kedatangannya kali ini.

Rasa rindu dan bahagia juga membawanya terbang ke Yogya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel