Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Semakin Mengenal

Bab 4 Semakin Mengenal

"Apa kamu tahu, bahwa selama ini aku mencarimu kemana mana, teman-teman dekat kamu juga tidak ada yang tahu. Bahkan aku sempat mencari ke rumah kamu, katanya kalian sudah tidak disana lagi," jelas Rafael sambil meminum segelas air mineral untuk melepas dahaganya.

"Kamu mencariku? Ada perlu apa?" sahut Agatha penuh curiga.

"Perlu yang tidak perlu diungkapkan, seseorang pasti akan mengerti suatu saat nanti."

"Orang tuaku memang sudah tidak tinggal disana lagi, semenjak Ayahku terpilih lagi menjadi anggota DPR, beliau pindah di rumah baru yang dekat dengan kantornya, sedangkan rumah kami yang lama sudah dijual pada kolega ayahku."

"Apa kamu tidak ingin mewarisi usaha dan kekayaan ayahmu?"

"Mengenai usaha ada Kakakku yang meneruskannya sedangkan kekayaan dari ayahku, sudah aku ceritakan tadi bahwa aku tidak mencari ataupun mengingini harta duniawi. Aku hanya fokus pada pelayananku."

"Oh, iya. Apa kamu masih tinggal di Malang? Nampaknya usaha kamu semakin berhasil dan terus berkembang ya?" sambung Agatha meneruskan pertanyaannya.

"Seperti yang kamu lihat sekarang ... Iya aku juga masih tinggal di Malang."

"Apa aku bisa memohon padamu?" pintah Agatha.

"Memohon apa?"

"Aku berharap kisah masa lalu kita hanya kita berdua yang tahu."

"Kamu tenang saja, aku akan simpan rapat-rapat kisah kita," jawab Rafael menenangkan Agatha.

"Terima kasih ya?"

Rafael hanya tersenyum menjawab ucapan Agatha sambil mengangguk. Lalu tiba-tiba Agatha membuka percakapan lagi dengan Rafael, percakapan layaknya sahabat lama yang sudah lama tidak bertemu.

"Oh, iya. Istri kamu orang mana? Eh, tapi maaf apa kamu sudah menikah?" tanyanya dengan senyum manisnya.

"Itulah salah satu alasan kenapa aku mencari cari kamu selama ini."

"Alasan apa?"

"Hubungan yang pernah kita jalani selama hampir 3 tahun apa tidak mengisahkan rasa sedikit pun dihatimu?"

"Hahaha ... Sudahlah Raf, itu masa lalu, bagiku itu tidak perlu diungkit, biar aku menutup semua kisah masa laluku dengan hidup yang aku jalani sekarang," jawab Agatha dengan tertawa kecil.

"Aku ingin minta maaf sama kamu."

"Minta maaf? Untuk apa? Bukankah kamu tidak pernah ada salah apapun padaku."

"Aku banyak salah padamu, aku sering mengkhianati hubungan kita, disaat kita masih pacaran aku sering jalan dengan cewek lain. Aku mohon kamu mau memaafkan aku," pintah Rafael.

"Rafael ... Rafael! Sudahlah, itu masa lalu, nggak perlu diungkit. Aku sudah memaafkan kamu jauh sebelum kamu meminta maaf padaku."

"Apa sedikit pun, kamu tidak ada rasa padaku Agatha?"

"Rasa? Rasa apa yang kamu maksud? Rasa yang dulu pernah ada sekarang sudah berubah, sayang dan cinta yang dulu pernah ada sekarang sudah berubah menjadi rasa yang biasa, rasa sayang pada sesama saudaraku."

"Kamu berbohong."

"Aku mohon Rafael, jangan memaksa sesuatu yang aku memang tidak bisa lakukan."

"Tapi Aga ...," ucapan Rafael tiba-tiba terhenti karena Agatha segera memotongnya.

"Sudah Rafael, kumohon mengertilah. Dan lagi hubungan kita sekarang hanya sebatas kegiatan amal, tidak lebih dari itu," sahut Agatha memotong pembicaraan Rafael.

"Ok, aku mengerti. Aku tidak akan memaksa. Kalau begitu aku segera mohon pamit sekarang, sampaikan salamku pada Suster Retha."

"Baik, akan aku sampaikan. Terima kasih banyak atas bantuannya pada kami," jawab Agatha sambil menundukkan kepalanya.

Walau bagaimanapun juga Agatha tetap harus menghormati Rafael sebagai seorang tamu dan juga Donatur pada yayasannya.

Agatha mengantarkan Rafael sampai di luar pintu ruang tamu, taksi yang tadi mengantarnya sudah menunggunya di luar. Rafael hanya menatap wajah cantik Agatha dari kejauhan, dia pulang dengan membawa penyesalan dan juga kebahagiaan. Bahagia karena berhasil menemukan pujaan hatinya, namun juga penyesalan karena orang yang dia cintai tak mampu dia raih, Rafael terlambat karena kini Agatha telah menjadi seorang Biarawati.

Sesuai aturan dalam gereja Katolik, seorang Biarawan maupun Biarawati memang tidak diperbolehkan untuk menikah, karena mereka telah berjanji untuk menyatukan dirinya dengan Allah dan meninggalkan semua keduniawian, dan fokus pada pelayanan untuk sesama.

***

Begitu Rafael pergi meninggalkan Biara Santa Theresia, maka Agatha pun segera masuk ke dalam kamarnya. Suatu kamar yang tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil, kira-kira ukuran 3 x 5 meter, di dalamnya terdapat 1 buah ranjang, 1 lemari dan sebuah kamar mandi minimalis, disamping ranjang ada sebuah meja kecil tempat dia biasanya berdoa. Di atas meja diletakkan patung Bunda Maria dan Tuhan Yesus serta 2 buah lilin di samping kiri dan kanannya, serta ada hiasan bunga dari plastik yang terlihat cantik. Lalu di ujung kamar terdapat meja tempat dia biasanya bekerja untuk menyelesaikan tugasnya, di meja itu ada sebuah laptop dan sebuah printer, walaupun tidak terlalu baru namun masih digunakan untuk membantu tugas-tugasnya.

Agatha berani meninggalkan semua kemewahan dan kekayaan yang dimiliki oleh orang tuanya, dan lebih memilih jalan hidup sebagai seorang Biarawati, yang sangat sederhana dan jauh dari kemewahan. Tapi itulah rahasia Tuhan yang setiap orang tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada masing-masing pribadi. Tuhan telah memilih Agatha untuk melayaniNya dan menyuruhnya meninggalkan semua kemewahan yang dimilikinya.

Agatha melangkah masuk menuju kamarnya, dia duduk diam di depan meja tempat dia biasanya berdoa, dalam doanya dia hanya diam dan memejamkan matanya. Lama dia bermeditasi di tempat itu, sampai akhirnya di akhir meditasinya dia pun berucap dalam hatinya.

'Tuhan, Engkau tahu hambaMu ini lemah dan sering jatuh dalam dosa, maka hambaMu ini mohon ulurkanlah tanganMu, dan jangan biarkan hambaMu ini jatuh. Amin.'

Lalu dia membuka matanya dan selesailah sudah meditasinya. Dia mencoba membuka sebentar laptopnya dan melihat beberapa tugasnya, tugas yang harus dia siapkan esok untuk mengajar anak-anak di sanggar.

***

Sementara itu di bandara, Rafael menunggu pesawatnya untuk segera take off dan lepas landas meninggalkan Yogyakarta dan berangkat ke Malang. Ke tempat tinggalnya.

Sore itu di Bandara, dia hanya duduk termenung menatapi orang lalu lalang di depannya. Melihat tapi tak melihat, menatap tapi tak menatap, hanya pandangan kosong yang ia tujukan pada orang yang lalu lalang di depannya.

Pikirannya terus tertuju pada Agatha, dia masih belum bisa melupakan Agatha dalam hatinya. Tapi kenapa Agatha sekarang beda seperti dulu 6 tahun yang lalu. Wanita yang pernah dia kenal dulu, namun sifat baiknya tidak pernah berubah sedikitpun.

Kira-kira pukul 6 petang, pesawatnya berangkat meninggalkan Yogyakarta, dan kira-kira pukul 10 malam dia sampai di Malang, malam itu juga dia pulang ke rumahnya dan segera mandi dan beristirahat.

Satu hari sudah dia lewati sepanjang hari ini, satu hari yang penuh kenangan yang tak terlupakan.

Di rumah itu Rafael hanya tinggal bersama beberapa asisten rumah tangganya, dan adik laki-lakinya. Orang tuanya tinggal di luar negeri dan sesekali pulang hanya untuk memeriksa beberapa perusahaan yang ditangani oleh Rafael dan adiknya. Rumah mewah di kawasan elite, rumah yang cukup besar dan berlantai 2, Rafael seorang pengusaha muda dan juga tampan. Mana ada wanita yang tidak mau memilikinya, namun siapa sangka dibalik semua itu justru hatinya malah tertambat pada seorang wanita yang tidak mungkin pernah bisa dia raih.

Malam itu dia mencoba untuk beristirahat dan memejamkan matanya, namun dia tidak sanggup memejamkannya, bayang-bayang Agatha terus lewat dalam pandangannya. Setiap dia mencoba untuk memejamkan matanya, selalu bayang-bayang Agatha yang lewat dalam pikirannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel