Bab 2
"Dad...!"
"Morning, Princes," seru Vallen membawa Vallerie ke dalam gendongannya dan mengecup kepalanya. Gadis berusia 8 tahun itu terlihat sangat cantik dan begitu lucu.
Vallen membawa Vallerie menuju meja makan dan mendudukannya di sana. Kemudian ia pun duduk di depannya.
Vallerie telah siap dengan seragam sekolahnya, dan Vallen telah rapi dengan setelah jasnya untuk bekerja di sebuah kantor.
"Selamat pagi," seruan itu membuat mereka menoleh ke sumber suara.
"Gwen?" seru Vallen.
"Hallo Aunty Gwen," seru Vallerie.
"Hai, apa aku ganggu waktu kalian?" tanyanya.
"Tidak, duduklah dan kita sarapan bersama," seru Vallen yang langsung di angguki oleh Gwen dan mengambil duduk di samping Vallerie.
Gwen adalah sahabat dari mendiang istri Vallen, dulu Isabell yang memperkenalkan Gwen kepadanya. Dan setelah meninggalnya Isabell, Gwen selalu datang kemari untuk menemani Vallerie.
Awalnya Vallen menolak kehadiran Gwen, karena takut mengganggunya. Tetapi Gwen tetap bersikeras datang dan alasannya karena ia ingin selalu di samping Valerie supaya Valerie tidak pernah merasakan kesedihan yang mendalam karena kehilangan sosok seorang ibu. Dengan adanya Gwen, setidaknya Valerie tidak akan terlalu sedih.
Vallen sangat berterima kasih kepada Gwen yang selalu menemani dan menjaga Valerie, di saat dirinya sibuk dengan berbagai pekerjaan.
"Aunty mau anterin Vale ke sekolah?" tanya Valerie yang di angguki Gwen.
"Iya, kebetulan Aunty sedang libur bekerja," seru Gwen membuat Valeri bahagia.
"Kalau begitu, nanti Faul yang akan mengantarkan kalian," seru Vallen.
"Kenapa bukan Daddy?" tanya Valerie.
"Untuk hari ini tidak bisa, Daddy ada pertemuan dengan client," seru Vallen.
"Yah....."
"Maaf yah sayang," seru Vallen saat melihat raut kecewa dari Vallerie.
"Sudahlah, nanti aku yang akan menemani Valle. Kamu fokus saja bekerja," seru Gwen.
"Terima kasih Gwen," seru Vallen tersenyum ke arah Gwen.
***
Vallentino adalah Direktur Utama di perusahaan hiburan dan stasiun Televisi. WR Group adalah sebuah perusahaan dengan beberapa mitra perusahaan, selain saluran pertelevisian, perusahaan ini juga berkecamuk dalam bidang perhotelan.
Vallen tampak sibuk mengerjakan sesuatu di depan laptopnya hingga seseorang masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu.
Vallen mengangkat kepalanya melihat siapa yang datang.
"Ethan?"
"Kau sibuk?" tanya Ethan membuat Vallen menyimpan dokumen di tangannya dan menyandarkan punggungnya ke kursi kebesarannya.
"Tidak terlalu," seru Vallen dan Ethan duduk di kursi yang berada di hadapannya dengan santai. "Tidak ada pekerjaan, eh?"
"Tidak, sedang malas bekerja," seru Ethan.
Vallen beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati meja sudut. Ia memasukan beberapa biji kopi kesukaannya juga Ethan ke dalam mesin pembuat kopi.
"Bagaimana penyelidikannya?" tanya Vallen.
"Mafia dari anggota keluarga kegelapan ini sangat gesit seperti ular. Sulit mencari celah, setiap penjahat yang kita temui selalu saja memilih mati daripada membocorkan informasi kepada kita," seru Ethan.
"Sepertinya akan sulit menangkap yang ini di banding Jeff," seru Vallen menyimpan segelas kopi yang masih mengepulkan asap di hadapan Ethan.
"Memang," seru Ethan. "Entah keluarga yang mana yang saat ini ingin bermain dengan kita."
"Setelah kematian Jeff, aku yakin mereka tidak akan pernah diam. Dan saat ini yang sedang mencoba bermain-main dengan kita cukup berbahaya," seru Vallen menyeduh kopinya.
"Kau benar," jawab Ethan yang juga menyeduh kopinya.
"Entah kenapa kali ini aku merasakan firasat yang buruk. Entah apa yang akan terjadi," gumamnya termenung.
***
