Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Sang Penolong

Dengan air mata yang mengalir di pipi, Rani menangis sejadi-jadinya sambil berusaha bertahan dari rasa sakit di sekujur tubuh dan hatinya. Langkahnya terasa begitu berat, namun begitu, ia tetap berjuang mengejar kebebasannya yang tampak semakin dekat. Tiba-tiba, sebuah mobil dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi mendekatinya, menambah teror di hati yang sudah retak.

"Arrghhh!" jerit Rani, matanya melebar penuh teror, ketika bayang maut seolah menyambutnya. Namun, takdir mempermainkan cobaan - mobil itu berhenti mendadak, hanya selangkah dari tempat Rani berdiri, tubuhnya gemetar tak berdaya.

"Kau ingin mati, HAH?" suara keras membentak dari arah mobil, membuat Rani mengernyit kesakitan. Napasnya tersengal, ia mengangkat kepala dengan mata berkaca-kaca, mencoba memfokuskan pandangan pada wajah yang berteriak padanya.

Deg

Degup jantungnya melonjak, memecah keheningan, ketika ia menyadari siapa pria itu. "Om Rama?" pekiknya dengan suara tercekat hingga matanya membulat karena kejutan yang tidak terduga. Rani sejenak terhanyut dalam memori singkat saat mengingat dengan jelas bahwa pria ini, pria yang sama yang telah mengulurkan tangannya untuk menolongnya semalam.

'Rama' Diam-diam Rani mengingat nama pria itu yang sempat ia curi dengar saat pria ini mengobrol dengan Anton, pria yang menyewanya semalam.

"Kau? Apa yang terjadi padamu?" tanya pria itu dengan nada suara yang dipenuhi keheranan, menatap Rani yang terlihat jauh dari kata baik-baik saja.

"Aku-"

Sebelum Rani sempat menjawab, teriakan memekakkan telinga terdengar dari kejauhan. "Rani, anak sialan! Dimana kau sembunyikan diri, Hah? Aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja!" Suara teriakan Rahmat, ayah Rani entah dari mana.

Ketakutan yang memuncak membuat Rani terpaku sejenak, namun segera ia kumpulkan sisa-sisa tenaga dan keberaniannya untuk mulai berlari, meninggalkan Rama yang masih menatapnya dengan ekspresi yang tak bisa dimengerti. Adrenalinnya mengalir deras dan mengabaikan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya.

Saat Rani hendak menghentikan taksi, sebuah tangan yang kuat meraih pergelangan tangannya, memaksa dia untuk berhenti dan menoleh.

"Ikut aku, aku akan menjaga keselamatanmu," ucap Rama dengan suara yang dingin namun tegas, mata mereka bertemu dan Rani seketika merasa ada kekuatan yang menenangkan dalam tatapannya. Tanpa sadar, Rani mengangguk dan hatinya terasa lebih tenang saat ia melangkah mengikuti Rama, meninggalkan kengerian yang mengejarnya di belakang.

Keanehan menggelayuti hati Rama setiap kali berada di samping gadis itu. Tidak pernah sebelumnya ia merasa terhanyut sejauh ini, bahkan dengan istrinya sendiri. Namun, kali ini, segala rasa kemanusiaannya menggugahnya untuk melindungi gadis yang rapuh tersebut. Tadi malam, ia sampai melumpuhkan temannya dan memilih berdusta padanya demi menyelamatkan gadis itu.

Gadis yang bahkan tidak ia ketahui siapa namanya itu bergetar ketakutan ketika berjalan disampingnya menuju ke arah mobilnya. Langkah gadis itu tertatih dengan banyak luka di sekujur tubuhnya. Rama bahkan meringis ketika membayangkan apa yang sudah terjadi pada gadis di sebelahnya ini.

Sayup-sayup Rama bisa mendengar teriakan seorang pria yang seolah memanggil gadis itu. 'Rani' ya, itulah nama yang Rama dengar dari teriakan itu.

"Namamu Rani, bukan?" tanya Rama, mencoba mencari kepastian, dan mendapatkan anggukan lemah dari gadis malang itu.

Karena rasa takut akan keselamatan Rani, terpaksa Rama mengambil keputusan cepat. Dengan perasaan yang bergejolak, ia menggendong Rani, meningkatkan langkahnya menuju mobil—bertekad untuk menjauhkan gadis itu dari cengkeraman bahaya yang masih mengintainya.

"Terima kasih karena sudah menolong saya lagi, Om," suara Rani terputus-putus, bergetar serak, menunjukkan bekas tangis yang belum kering. Keringat membanjiri pelipisnya, sementara bibir mungilnya sesekali mengeluarkan ringisan kecil. Dia tampak lelah, namun ada ketakutan yang jelas terpampang di wajahnya.

"Kali ini kenapa lagi? Tidak cukupkah kejadian semalam membuat mu sadar jika pekerjaan yang kau jalani sekarang ini sangat salah dan berbahaya?" Hardik Rama yang tidak sadar dengan ucapannya. Ia sebenarnya tidak ingin ikut campur, tapi entah kenapa kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Sebagai seorang ayah, Rama merasa sangat miris melihat gadis seumur putrinya mengambil jalan seperti ini.

Rani, dengan mata yang kuyu dan penuh kesedihan, hanya mampu menangis tanpa suara. Bahunya bergetar, isakan yang terdengar membuat hati siapapun yang mendengarnya ingin merangkul dan melindungi. Air mata yang mengalir di pipinya seperti sungai deras yang tak bisa dibendung.

"Ini bukan kemauanku," bisiknya hampir tak terdengar, namun cukup untuk membuat Rama terdiam, menelan kesal dan penyesalannya.

Setelah beberapa saat hening, Rani berbicara lagi dengan suara lirih, "Turunkan saja saya di jalan, Om. Saya tidak ingin merepotkan Anda lagi."

Rama memicingkan matanya, kesal karena tidak dapat memahami isi hati gadis di sampingnya yang terkesan tidak tau berterima kasih. "Kalau saya turunkan kamu di sini, kau akan kemana lagi? Kau mau menjajakan dirimu lagi, begitu?" ucapnya dengan nada meninggi, ia kehilangan kendali atas emosinya.

Rani menundukkan kepala, merasakan getaran sakit di hatinya dari kata-kata Rama, orang yang baru bertemunya sekali. Apakah sehina itu dirinya di mata pria ini?

"Turunkan saja saya di sini, Om. Saya akan pergi kerumah teman saya." ucapnya dengan suara yang tertahan, namun tegas, seakan mencoba melindungi martabat yang tersisa.

Rama, dengan tatapan tajam dan rasa dingin menghunjam, tak mengucapkan sepatah kata pun dan hanya meningkatkan laju mobilnya. Rani, yang ingin melontarkan protes, hanya bisa menahan diri sementara hatinya dipenuhi rasa tertekan oleh kemarahan yang dipancarkan oleh pria disampingnya ini.

Cukup lama mereka berkendara dalam keheningan. Keduanya terhanyut dalam diam yang memekakkan sepanjang perjalanan, hingga akhirnya mobil berhenti di basement apartemen mewah.

"Turun!" Ujar Rama dengan nada dingin. Rani yang masih jengkel dengan Rama memilih diam dan tidak menurut. Rani merasa bingung, mengapa pria ini membawanya ke sini? Apakah ada niat tersembunyi di balik sorot matanya yang dingin setelah mengetahui ia seorang sugar baby? Mendengar semua tuduhan yang dia lontarkan padanya, bukankah pria ini harunya merasa jijik?

Tiba-tiba, Rani terlonjak ketika sebuah tangan kasar menariknya keluar dari mobil dengan kekuatan yang tak terbantahkan, hingga ia tak sempat menolak atau melawan. Tapi entah kenapa, ia tidak memberontak dan malah mengikutinya saat pria itu menariknya dan membawanya entah kemana. Rani bahkan mengabaikan rasa ngilu dikakinya saat mengikuti langkah lebar pria itu dan hanya ringisan kecil yang keluar dari bibir kecilnya. Hingga terdengar sebuah decakan dari depannya. Tidak diragukan lagi jika decakan itu berasal dari pria yang sedang menariknya saat ini.

"Apa nikmatnya bercinta dengan kekerasan?" Ujar Rama sambil berdecak saat mendengar ringisan Rani.

Rani yang kembali mendengar tuduhan pria itu, mendelik. Apakah sejak tadi pria didepannya ini berpikir jika ia baru saja bercinta dengan metode BDSM? Rani yang hendak membela diri seketika terdiam saat mendapatkan hal tak terduga yang dilakukan Rama. Ia terkejut saat tiba-tiba pria itu kembali menggendongnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel