Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4

Seminggu kemudian.

Kondisi Henry saat ini sudah jauh lebih baik dikarenakan perawatan yang maksimal di rumah sakit yang terbaik pula.

Semua tindakan itu dapat membuat ayah Rossie perlahan pulih dari penyakit  jantung yang dideritanya.

Tak terasa persiapan pernikahan antara Evan dan Rossie sudah rampung, yang rencananya akan diadakan besok hari.

Bahkan Rossie sudah selesai menjalani serangkaian tes untuk memastikan dirinya seorang gadis yang sehat dan mampu untuk memberikan Evan seorang anak  keturunan.

Sesuai dengan perjanjian dan prasyarat yang dikehendaki oleh pria arogan dan dingin itu.

Evan bermaksud mengadakan pesta perkawinan di mansion nya saja yang besar dan megah, bagi dia itu sudah cukup karena ini adalah pernikahan keduanya.

Pada malam hari menjelang pernikahan, disebuah ranjang kecil dengan seprai model lama, sudah tampak kusam.

Rossie terbaring gelisah, dia sedang tatap dinding langit-langit kamarnya. Sungguh dirinya saat ini kesulitan tidur.

Tubuh moleknya nya berguling ke sana ke mari di ranjang dengan ukuran sempit itu, karena hatinya sedang berkecamuk dengan kesedihan dan kegundahan.

Gadis itu melamun dan berandai-andai untuk menghadapi hari esok. Hari yang akan mengubah segalanya termasuk hidup dan masa depannya. Perubahan besar yang sangat mendadak dan belum terlalu siap untuk diantisipasi oleh gadis cantik itu.

Walaupun dari luar Rossie selalu berusaha terlihat tangguh tapi sebenarnya sekarang ini jiwanya terasa rapuh, dia tak menyangka takdirnya akan seperti ini. Dari yang semula hanya anak penjaga kuda berakhir menjadi istri miliarder ternama di kotanya.

Rossie lantas melayangkan ingatan pada ibunya yang sudah meninggal.

" Ibu, andai saja engkau masih hidup dan sehat, tentu ibu akan menolong ku untuk membantu mencari jalan keluar dari persoalan yang rumit ini," lirih Rossie ketir.

" Aku ingin rasanya kabur saja, tapi bagaimana dengan kondisi ayah nantinya, tuan kejam itu pasti akan memaksaku untuk kembali ke cengkramannya. Dia akan memaksa ku  menggunakan ayah sebagai sandera," gumam Rossie masih dengan hati risau sambil terus bicara sendiri.

" Ibu..."

" Besok aku akan menikah dengan tuan Evan,  pria yang sudah memiliki istri juga pria yang egois."

" Pernikahan kami bukan atas dasar cinta, pria itu hanya menginginkan aku sebagai b***k s**x dan alat untuk membuat anak baginya saja," keluh Rossie dengan wajah suram.

" Setelah nanti anak itu lahir, lalu bagaimana akan nasibku ke depannya?"

"Ibu andai engkau masih ada, tentunya saat ini aku bisa dan mampu menangis di pelukan mu," bisik Rossie sembari terisak.

Bulir airmata turun di pipi putih nya yang mulus. Ibunya Rossie telah meninggal dunia saat Rossie masih berusia muda.

Akhirnya, tanpa terasa gadis itu tertidur lelap dalam kesedihan.

***

Pagi hari itu hangat mentari menyapa setiap insan yang ada di bumi.

Tim penata rias, MUA sudah berdatang dan kini mereka sedang berada di kamar Rossie untuk mulai melakukan tugasnya.

" Selamat pagi nona Rossie, apa anda sekarang sudah siap dirias?"tanya seorang wanita paruh baya, yang menjadi kepala tim rias sembari tersenyum.

" Iya ..bu mari kita mulai saja, siap atau tidak siap, sepertinya tak ada pengaruhnya untukku."

Rossie menatap nanar dengan mata yang masih sembab pada para juru rias, lalu dia duduk di kursi yang sudah diperuntukan baginya.

Tim juru rias mulai bekerja keras dan profesional merias wajah Rossie dan mempersiapkan gaun pengantin.

Setelah memakan waktu dua jam lamanya ,para juru rias berhasil merampungkan pekerjaan mereka dengan baik.

" Wah nona Rossie sangat cantik sekali, anda adalah pengantin tercantik yang pernah kulihat," seru salah seorang perias kegirangan.

***

Rossie melangkah pelan di atas karpet merah menuju altar, di sisi kiri dan kanannya diapit oleh dua orang gadis cantik perwakilan dari tim rias.

Raga molek itu terbalut gaun pengantin modern tanpa lengan, berwarna putih dengan butiran permata menghiasi leher dan lengan kain satin brokat bordir halus dan hiasan yang sangat detail yang melekat di raga sintal nya.

Tampak kentara sekali bahwa baju pengantin itu dibandrol dengan harga yang selangit dan fantastis, ratusan ribu dollar.

Kaki jenjangnya dihiasi kain lace dengan corak yang indah dan langka.

Kain yang memiliki motif floral di seluruh permukaan bahan. ditambahkan motif tertentu untuk mempercantik gaun pengantin Bunga. Lace tidak hanya memberikan efek klasik dan elegan, juga mampu memberikan kesan siluet di tubuh Rossie dengan indah.

Rambutnya dibentuk sanggul dan dihiasi mahkota bertabur berlian. Hanya satu kata yang bisa disematkan untuk penampilan Rossie saat ini.. SEMPURNA.

Evan memicingkan mata serta menelan salivanya kasar saat melihat kedatangan Rossie yang akan menghampirinya di meja altar. Lantas pria tampan itu berkata dalam hati. " She is so beautiful"

" Wanita itu sangat cantik sekali, memukau mataku."

" Shit..Kenapa dia bisa begitu cantik dan lekuk tubuhnya itu ..wow sangat indah," pikiran pria bermata kelabu itu mulai berkelana tak karuan.

Sementara Henry yang duduk dikursi roda, karena kesehatannya belum pulih total memandang sendu pada anak gadisnya dalam balutan gaun pengantin.

" Maafkan ayah nak, karena kau harus menjalani takdir menjadi istri keduanya tuan Evan, apalagi perbedaan usia kalian yang terpaut cukup jauh," ucap pria paruh baya itu membatin pilu dalam hatinya.

Rossie terus berjalan membawa langkah kakinya menuju meja yang sudah disiapkan sembari berada dibawah tatapan tajam Evan yang terus memindai dirinya.

" Silahkan anda berdiri di disebelah tuan Evan, nona Rossie," ucap salah seorang pengiring pengantin wanita berbisik di telinga pengantin wanita dan membantu gadis cantik itu duduk serta merapikan gaun pengantin yang terjulur panjang ke lantai.

Rossie terdiam sesaat jantungnya berdebar kencang sesaat sebelum proses sakral itu berlangsung, dia memang sudah pasrah menerima pernikahan kontrak ini, semesta yang telah mengatur jalan takdirnya menjadi istri kedua.

" Baik mari kita mulai saja acara prosesi janji nikahnya," tutur pendeta paruh baya petugas pernikahan.

Tak lama kemudian prosesi pernikahan kilat pun berjalan lancar serta tak ada kendala.

Evan menatap Rossie pada saat akan memasangkan cincin kawin, diraihnya jemari lentik istrinya dan mulai menyematkan benda bulat terbuat dari emas murni di jari manis Rossie.

Begitu juga sebaliknya dengan Rossie, gadis itupun berusaha memegang jari suaminya, hanya saja lengannya agak bergetar menandakan kegelisahan hati yang melanda.

" Tenangkan dirimu Rossie, kenapa kamu gugup begitu?"tanya Evan dingin.

" A-aku nggak apa-apa kok," sanggah Rossie pelan.

Evan hanya menyeringai, lalu sebagai formalitas dia merengkuh bahu sang istri agar lebih mendekat padanya, kemudian Evan mengecup kening Rossie, sekaligus men ci um singkat bibir merah. Kelakuan Evan sukses membuat Rossie terperangah saat Evan menempelkan bibirnya tadi.

Sementara tak jauh dari tempat berlangsungnya  janji pernikahan,  di sebuah kursi khusus berupa sofa besar mewah dan empuk terlihat Shania duduk dengan menyilangkan satu kakinya.

Wanita cantik itu memandangi Rossie dengan tatapan misterius serta ekspresi datar, entah apa yang ada dipikiran istri pertama Evan itu.

Acara pernikahan sederhana Evan dan Rossie sudah selesai, seperti yang diinginkan Evan tidak ada pesta meriah cukup segelintir orang yang diundang dan itupun hanya para anak buah dan karyawannya saja.

Tuan besar Miller, Simmon Darius Miller yang merupakan kakek Evan menghampiri Rossie yang sedang duduk sembari minum air dingin.

" Rossie, kakek sangat senang akhirnya Evan mau menuruti perkataanku untuk menikah lagi."

" Kau cantik dan mempesona memang Evan tak salah memilih, kau pantas bersanding dengan Evan, segeralah berikan kakekmu ini cucu dan bayi yang tampan atau cantik.. secepat mungkin," ujar Simmon terkekeh ringan menyapa istri kedua cucunya.

Rossie nyaris tersedak mendengar ucapan pria tua berumur tujuh puluh tahunan yang masih tampak gagah dan berwibawa itu.

" Oh..Kakek..senang bertemu anda," sahut Rossie mengangguk sopan.

Rossie sengaja tidak membahas soal bayi, merasa jengah dan juga malu secara bersamaan.

" Iya selamat datang dikeluarga kami, jangan ditunda lagi nanti malam kau harus mulai satu kamar dengan Evan dan mulai saja membuat anak," sambung Simmon sembari tersenyum tipis.

Kakek itu kemudian berlalu meninggalkan Rossie yang terpana  dan merona mendengar ucapan frontal serta absurd dari sang kakek.

" Apa-apaan sih kakek Simmon seenaknya bicara, memangnya aku dan tuan angkuh itu adalah pasangan suami istri yang normal seperti pada umumnya yaitu saling mencintai satu sama lain?" ucap Rossie getir didalam hatinya.

"Pernikahan ini hanya berdasarkan kontrak mendapatkan keturunan untuk tuan angkuh itu," imbuhnya lagi dengan hati gusar.

Rossie tercekat saat melihat Evan yang datang menghampirinya.

" Aku sudah menyiapkan kamar diatas untuk tempatmu tidur nanti malam,  pelayan yang akan menunjukkan ruangannya," ujarnya setelah mereka berhadapan.

Netra Evan jelalatan melihat Rossie, hingga gadis itu mundur selangkah, tapi Evan lekas merengkuh bahu gadis itu hingga mengikis jarak diantara mereka.

" Sekarang waktunya kau menjadi gadis yang patuh, ingat kau sudah resmi jadi istriku jadi beristirahatlah,lalu persiapkan dirimu untukku nanti malam," desis Evan berbisik ditelinga Rossie hingga aroma nafas mint berhembus di paras cantik istrinya.

Rossie terpaku ditempatnya berdiri, merasa tubuhnya mendadak lemas mendengar perkataan Evan.

" Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu tuan," tutur Rossie seraya menjauhkan badannya dari Evan lalu menghampiri pelayan yang sudah menungguinya.

Hari beranjak sore, acara perkawinan telah rampung, para tamu semua undur diri pulang setelah sebelumnya pamitan pada pemilik mansion yaitu Evan dan tuan besar Miller. Nampak suasana di kediaman Evan kembali seperti semula, sampai akhirnya malam pun tiba dan waktunya tiba untuk hidangan malam.

Saat makan malam kali ini ada yang berbeda tampak dimeja makan besar itu ketiga orang berkumpul, Evan, Shania sebagai mantan istri pertama dan Rossie istri kedua.

Denting sendok dan garpu terdengar pelan dirumah memecah kesunyian dan suasana yang kaku hingga Shania berkata,

" Shania aku sudah sediakan hidangan di meja untuk penambah kesuburan, semoga kamu bisa cepat hamil."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel