Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3

Suasana siang itu cukup cerah, mentari bersinar hangat, angin sepoi-sepoi melambai ke setiap sudut ruangan.

Tuan muda Evander saat itu dia tak memiliki acara serta jadwal kegiatan apapun. Dia sengaja ingin rileks, setelah sempet bersitegang dengan Shania tadi pagi, seperti biasa yang dibahasnya lagi-lagi soal keturunan.

Evan memutuskan untuk duduk santai sambil membaca di halaman rumahnya. Tapi pria itu membutuhkan secangkir kopi untuk menyegarkan pikirannya yang terasa suntuk.

Tatkala melihat seorang gadis muda yang memberikan kopi, Evan tercekat melihat kecantikan pelayan itu. Tapi Evan menjadi geram karena merasa diabaikan saat Rossie tak tahu namanya.

Rossie terhenyak sesaat, dia sadar telah melakukan kesalahan, karena tidak menyebutkan nama majikannya.

" Kamu tidak tahu siapa namaku?!"

Sorot mata kelabu Evan yang gelap seakan menusuk jantung Rossie.

"Maafkan saya."

"Tuan.. Evander ini saya antarkan minuman kopi anda."

"Saya memang baru bekerja disini, hari ini, maaf telah kurang sopan."

"Hmm..saya disini, untuk menggantikan ayahku yang sakit, maaf kalau saya ada salah," tegas Rossie dengan berani menjawab sambil tetap berdiri tegak.

Kedua lengan masih memegangi nampan berisi secangkir kopi yang akan diberikan pada Evan.

Evan tak segera menjawab, dia pandangi lekat paras cantik didepannya.

Walaupun sang gadis hanya berpakaian seadanya tak seperti wanita lain yang dikenal oleh Evan dengan dandanan mencolok serta glamor ditambah pakaian seksinya.

Rossie sangat berbanding terbalik dibandingkan mereka semua, tapi paras cantiknya yang elegan dan bersahaja ternyata mampu merebut perhatian seorang Evan.

" Letakkan saja disitu, dan cepat pergi dari sini!"

" Kamu hanya menggangguku saja!"

Rossie tercekat sesaat mendengar nada perintah yang begitu tegas dan dingin, maka tanpa menunggu disuruh dua kali gadis itu menyimpannya diatas meja walau dengan tangannya yang agak bergetar.

Sementara itu Evan kembali membaca bukunya dalam diam, tapi dari sudut matanya dia perhatikan dengan seksama kecantikan alami Rossie.

Keheningan dan jarak yang begitu lebar sesaat tercipta diantara keduanya.

Tapi kemudian, sungguh tak terduga oleh Rossie tepat saat dia akan melangkah pergi kakinya terantuk kaki meja hingga membuat tumitnya terkilir, alhasil tubuhnya menjadi condong kedepan berhadapan dengan Evan hingga menyenggol cangkir kopi yang masih panas.

'Dukk.. Brukk

"Aduh..maaf tuan!"

" Shit... apa-apaan kamu ini?!"

Evan terperanjat sewaktu air kopi itu membasahi celananya ditambah posisi keduanya yang begitu dekat nyaris bersentuhan.

" Sialan..!"

" Apa kamu sengaja melakukan hal ini hah..?!"

Evan melirik celananya yang basah juga terasa panas.

Rossie terbelalak, dia merasa ceroboh mungkin dikarenakan sedikit kelelahan, karena dia belum biasa bekerja sebagai pengganti ayahnya.

Rossie terperangah, pikirannya seketika kosong karena merasa bersalah telah melakukan kekeliruan yang fatal, pada majikan ayahnya yang kaya raya.

" Ma-maaf.. maafkan saya tuan Evan saya tidak sengaja melakukannya, tadi kaki saya terantuk meja," tukas Rossie lantas dengan cepat dia menarik badannya untuk menjauh dari hadapan Evan.

" Saya akan secepatnya membersihkan serta mengambil pakaian ganti yang baru," sambung Rossie.

Gadis itu tergagap disertai debaran jantung yang dipenuhi kecemasan, kemudian hendak berjalan menuju ruang pelayan.

" Tunggu dulu!"

" Tidak perlu kemana-mana."

Evan berkata sembari memandang gamang pada Rossie, lalu pria itu melirik pada celananya yang basah kena tumpahan air kopi. Sungguh dia merasa sangat tidak nyaman.

" Harga bajuku sangat mahal , apa kamu tahu itu?!" Sentak Evan geram.

" Kamu telah merusak suasana hatiku di hari yang cerah ini!"

Rossie terperanjat, dia tak menyangka jika majikan ayahnya begitu... arogan.

" Tapi tuan Evan ,hmm ..aku kan sudah bilang tidak sengaja dan juga meminta maaf, kenapa tuan harus semarah itu?"

Evan sontak mendelik sewot mendengar ucapan Rossie.

" Apa kamu bilang?!"

" Memangnya bisa semudah itu minta maaf?!"hardik Evan geram.

" Kalau  begitu akan ku belikan lagi pakaian ganti yang baru untuk anda," jawab Rossie nekat memberanikan diri mendebat Evan.

" Apa? Membelikan baju untukku, kamu sudah gila ya, memangnya dirimu mampu?!Evan tertawa sinis dan dingin.

" Kamu pikir dirimu siapa, hingga berani berkata seperti itu padaku..heh  siapa namamu?!" Evan menyipitkan matanya, dia heran baru kali ini ada pelayan yang berani beradu mulut dengannya, biasanya selama ini tak ada satupun diantara mereka yang melakukan kesalahan, seperti berani menumpahkan air kopi ke celananya apalagi membantahnya.

" Aku.. hmm..namaku Rossie, sebetulnya aku menggantikan pekerjaan ayahku karena dia sedang sakit."

Evan menaikkan sebelah alisnya, paras tampan yang memiliki rahang tegas itu tampak sedang berpikir.

" Begitukah, siapa nama ayahmu?"

" Henry,..beliau biasa mengurusi kebersihan kandang kuda."

Evan kembali menyunggingkan seringai dinginnya.

" Sudah sana kembalilah bekerja, apa lagi yang kau tunggu!"

Evan memerintahkan Rossie pergi dari situ dengan isyarat menggerakkan jemarinya seakan mengusir gadis cantik itu.

" Baik tuan, sekali lagi saya minta maaf," ujar Rossie mengangguk sopan dan membawa langkah kaki menuju tempatnya bekerja tadi.

Sembari berjalan Rossie menggerutu dalam hatinya.

" Ternyata majikan ayah adalah pria yang angkuh serta bertabiat buruk, mentang-mentang orang kaya bisa seenak jidatnya pada rakyat jelata dan merendahkan kami."

" Aku tidak akan pernah mau lagi bertemu dengannya," gumam Rossie sembari memajukan bibirnya dan menekuk muka, ekspresinya mukanya sangat tidak enak dilihat.

Sementara Evan dengan wajah muram lantas berdiri dan berjalan menuju kamarnya pria itu hendak berniat mengganti celana yang basah karena ternoda minuman kopi,  tepat di pintu masuk dia berpapasan dengan Shania.

" Ada apa Evan? rasanya tadi aku mendengar kau bicara lantang pada seseorang?" Shania mengerutkan keningnya heran.

" Bukan masalah besar, hanya celanaku saja ketumpahan kopi oleh pelayan baru," sahut Evan cuek sambil terus berjalan.

Shania melirik pada celana suaminya yang memang ada bekas noda basah.

" Kok bisa ada maid yang teledor seperti itu, tentunya kau sudah menghukum dia bukan?"

Shania mengekori sang suami ke kamar karena penasaran.

" Tidak juga...aku sudah membiarkan gadis itu kembali bekerja," jawab Eva singkat.

Shania sontak tercengang, sembari mengamati Evan melepas seluruh pakaiannya, dia tatap tubuh tegap berotot yang proporsional itu.

" Tak biasanya kau mengampuni kesalahan pelayan, biasanya minimal kamu langsung memecatnya dan yang paling berat akan membuangnya ke benua Antartika," timpal Shania terkekeh dingin.

Sebenarnya Evan itu adalah orang yang perfeksionis dan juga kejam, dia tak mentolerir kesalahan sedikitpun dan tak segan mengasingkan seseorang yang berani menyinggungnya ke daerah terpencil hingga orang itu akan merasa frustasi.

" Itu bukan urusanmu Shania, lebih baik sekarang kau pikirkan cara memberiku anak dari rahimmu atau memang Kamu lebih suka berpisah denganku," sentak Evan sembari melayangkan tatapan tajam pada wanita yang berstatus sebagai istrinya itu.

" Ceraikan saja aku sekarang, kamu tahu kan... pernikahan kita hanya terpaksa!"cetus Shania sinis.

" Iya memang benar... sampai kapanpun kamu tidak akan pernah berubah, hanya Jeffrey saja yang kamu cintai, dan aku juga sudah muak dengan mu."

" Baiklah..kita bercerai saja!"

" Kamu memang sungguh keterlaluan Shania sekian lama aku bersabar menghadapi sikap mu, tapi kamu selalu mengabaikan aku."

" Terserah kamu saja Evander," sentak Shania dingin.

Evan yang sudah selesai berpakaian lengkap beranjak keluar dari kamar. Pria itu membawa langkah kaki menuju halaman belakang dimana terletak ranch kuda miliknya. Akhirnya dia menemukan sosok gadis cantik yang tengah memenuhi pikirannya.

Evan terpana sesaat, kali ini dia mengamati Rossie dari kejauhan agak lama, diperhatikannya segala gerak gerik Rossie yang tengah memandikan salah satu kuda berwarna coklat.

Wajah cantik Rossie yang berpeluh keringat tertimpa sinar mentari menjadi tampak berkilauan dimata seorang Evander, baginya sosok Rossie tampak begitu mempesona dan spesial.

" Hmm.. sepertinya aku sudah menemukan wanita yang cocok untuk ku jadikan istri kedua dan juga mengandung anakku."

" Kalau bukan karena perintah kakek Simmon, rasanya aku tak ingin bersusah payah seperti ini, aku bisa saja membuat si Aaron tinggal nama , tapi tentu semua keluarga akan mengecam ku..sial!"

Evan masih saja terus bermonolog, tanpa dia sadari bahwa Shania mendengar semua perkataan sang suami. Sebab wanita itu berada dibelakangnya dengan memberi jarak, Shania memang sengaja mengikuti Evan, wanita itu merasa heran dengan sikap suaminya.

Setelah berdiri selama beberapa menit lamanya, dengan ditemani kesunyian lalu Evan mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Dia bermaksud menelepon asisten kepercayaannya.

" Joel, temui aku di halaman belakang dekat Castalia ranch."

" Baik tuan, segera saya kesana!"

Tak selang berapa lama Joel datang menghampiri Evan, setelah mengangguk hormat dia bertanya.

" Iya tuan Evan..apa yang bisa kulakukan?"

Evan menatap datar lalu menghela panjang,  dia memutuskan membuat suatu rencana yang melibatkan Rossie didalamnya.

" Coba kamu selidiki gadis yang bernama Rossie, lihat disana dia sedang menjadi petugas pembersih kuda."

" Kamu juga cari tahu informasi tentang ayahnya yang bernama Henry, dia adalah salah satu pekerja disini," ujar Evan sembari tetap memandangi Rossie.

" Aku ada rencana untuk mereka," desisnya misterius.

Itulah awal mula dijebak nya ayah Rossie hingga sekarang berada di penjara, semua adalah ulah Evan yang ingin menikahi Rossie.

***

Situasi kembali di penjara, pada saat dimana Rossie telah selesai membubuhkan tanda tangannya diatas kertas perjanjian kawin kontrak.

Proposal yang berisikan bahwa dia harus bersedia mengandung benih Evan hingga melahirkan dengan sehat dan selamat.

" Sudah selesai ku tanda tangani, sekarang penuhi janjimu untuk membebaskan ayahku, anda harus segera membawanya ke rumah sakit," ujar Rossie ketus.

Evan mengernyit dan menatap geram pada Rossie. " Apakah seperti itu caramu bicara pada calon suamimu ini!"

Rossie terengah gusar sembari mengepalkan kedua tangannya.

" Tuan Evan aku minta tolong padamu , aku mohon dengan sangat bebaskan ayahku," ujar Rossie tertunduk menahan getaran emosi.

" Nah begitu terdengar bagus, jadilah gadis yang patuh dan selalu bersikap manis" tandas Evan sinis.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel